Puluhan Tahun Rusak, Warga Perbatasan Tana Toraja-Mamasa Desak Perbaikan Jalan
Sulawesi Selatan menjadi 1 dari 10 provinsi di Indonesia dengan kondisi jalan rusak yang cukup panjang. Di sejumlah wilayah perbatasan, selama puluhan tahun warga nyaris tak menikmati jalan aspal.
Oleh
RENY SRI AYU ARMAN
·3 menit baca
MAKASSAR, KOMPAS — Warga di perbatasan Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan, dan Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat, mendesak perbaikan jalan di wilayah tersebut. Selama puluhan tahun, warga hampir tak menikmati jalan aspal. Bahkan, sebagian desa juga tak dialiri listrik ataupun jaringan komunikasi yang memadai.
Ruas jalan parah terutama berada di antara Kecamatan Simbuang-Mappak di Tana Toraja sepanjang 40-an kilometer. Di jalur itu, kondisi jalan berupa jalan tanah dengan tebing di satu sisi dan jurang di sisi lain.
Kepala Desa Sangpeparikan, Kecamatan Mappak, Yohanis Sanggik mengatakan, selama ini buruknya kondisi jalan membuat warga lebih memilih pergi ke Kabupaten Mamasa atau Polewali Mandar di Sulawesi Barat untuk berbelanja memenuhi keperluan harian ataupun menjual hasil bumi.
”Kondisi jalannya hanya bisa dilalui kendaraan roda dua. Kalau pakai roda empat, sering terbenam di lumpur. Kalau ke Polman (Polewali Mandar), waktu tempuh hanya berkisar 2 jam. Tapi, kalau ke Makale, ibu kota Tana Toraja, bisa menghabiskan waktu hingga 10 jam. Persoalannya kalau harus berurusan ke kantor pemerintah Tana Toraja, seperti saya, waktu habis di jalan,” kata Yohanis, Senin (22/5/2023).
Sebagai gambaran untuk ke Makale, warga harus keluar melewati jalan rusak ke Mamasa hingga Kecamatan Sumarorong. Dari Sumarorong perjalanan dilanjutkan ke ibu kota Mamasa dan selanjutnya mengambil arah via Bittuang ke Toraja. Jalur ini melalui pegunungan, hutan, jalan rusak, hingga akhirnya tiba di Makale. Jika ke Polewali Mandar, warga keluar ke Kecamatan Sumarorong, Ammasangeng, dan selanjutnya mengambil arah ke Polman. Jalan dari Sumarorong ke Polewali Mandar terbilang cukup bagus.
Marcel Manggau, seorang pastor yang bertugas di Kecamatan Simbuang mengakui, selama beberapa tahun bertugas di sana, kondisi jalan tak pernah berubah. ”Kalau hujan, kami melewati lumpur. Begitu panas, jalan penuh debu. Sudah beberapa kali warga mengajukan usulan agar jalan ini diperbaiki, tetapi biasanya hanya berakhir dengan pengukuran dan selanjutnya tidak ada tindak lanjut. Kami sudah menanyakan dan katanya ini ruas jalan provinsi,” katanya.
Sudah beberapa kali warga mengajukan usulan agar jalan ini diperbaiki, tetapi biasanya hanya berakhir dengan pengukuran dan selanjutnya tidak ada tindak lanjut.
Kondisi jalan di Tana Toraja ini serupa dengan kondisi jalan di Kecamatan Seko, Luwu Utara, Sulawesi Selatan. Jalan yang menghubungkan Seko, Luwu Utara, dengan beberapa Kecamatan di Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat ini juga dalam kondisi yang buruk selama puluhan tahun. Warga bahkan harus menanggung ongkos ojek hingga jutaan rupiah jika harus keluar ke Masamba, ibu kota Luwu Utara. Sebagian harus menggunakan kuda sebagai alat transportasi.
Pihak Dinas PUTR provinsi yang beberapa kali di hubungi terkait soal ini tak pernah memberi respons. Berdasarkan data Kementerian PUPR, jalan provinsi yang rusak di Sulawesi Selatan mencapai 974,44 kilometer (km). Kondisi jalan ini terdiri atas 538,75 km jalan rusak sedang dan 453,99 km jalan rusak berat.
Sementara itu, dalam akun media sosial resmi Komisi Pemberantasan Korupsi, di Instagram, mengutip data Badan Pusat Statistik 2021, jalan rusak di Sulawesi Selatan mencapai 10.343 kilometer. Jalan ini berupa jalan negara, provinsi, hingga kabupaten. Berdasarkan data ini, Sulsel adalah 1 dari 10 provinsi di Indonesia dengan kondisi kerusakan jalan cukup parah.
Sejumlah kasus titik rawan korupsi pada pembangunan infrastruktur jalan membuat KPK melakukan kajian perencanaan dan pengawasan pembangunan jalan yang difokuskan pada pembangunan dan preservasi jalan sejak 2017. Temuan KPK menunjukkan, kasus korupsi pada penyelenggaraan jalan didominasi adanya suap dan penyalahgunaan wewenang.