Gonta-ganti Rekayasa Pengangkutan Batubara, Macet di Jambi Tak Kunjung Teratasi
Angkutan batubara kejar target untuk keluar dari mulut tambang agar secepat mungkin tiba di pelabuhan. Alhasil, itu bikin kendaraan menumpuk. Mau maju tak bisa, mundur pun terhadang.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·4 menit baca
Menjelang kedatangan Presiden Joko Widodo ke Jambi, 3 Mei lalu, angkutan batubara dilarang melintasi jalan umum. Rupanya, kedatangan Presiden ditunda dan angkutan batubara boleh kembali melintas.
Dua pekan kemudian, Presiden akhirnya jadi berkunjung ke Jambi, yakni pada 16 Mei. Kedatangan yang terbilang mendadak itu membuat pemangku kebijakan tak sempat membuat pelarangan baru.
Memang, kunjungan Presiden terbilang singkat. Menjelang sore, Presiden sudah kembali lagi ke Ibu Kota. Selepas itulah, angkutan batubara yang sempat tertahan-tahan karena penjagaan aparat kembali membeludak di jalan-jalan jalan publik. Jumlahnya yang ribuan unit membuat macet sulit dibendung.
Kemacetan paling parah pada malam hari, khususnya di jalur menuju Mendalo, Simpang Rimbo, dan juga di kawasan Jalan Lingkar Selatan, Talang Bakung, Lingkar Timur. Truk-truk bagaikan berlomba-lomba untuk keluar dari mulut tambang secepat mungkin agar tiba di pelabuhan dalam waktu semalam. Hal itu alhasil membuat kendaraan menumpuk.
”Mau maju tak bisa, sementara dari belakang angkutan terus bertambah,” kata Hendra, pengemudi angkutan travel Jambi-Kerinci yang ikut terjebak macet pada Selasa (21/5/2023) lalu.
Penumpukan kendaraan yang berlarut-larut itu terasa menyesakkan. Pengemudi pun kerap terkena imbas penumpang yang marah-marah melihat situasi itu.
”Seharusnya Pak Presiden melihat dan merasakan sendiri kondisi macet, yang setiap hari dialami warga Jambi,” ujarnya.
Menyikapi situasi itu, Direktur Lalu Lintas Kepolisian Daerah Jambi Komisaris Besar Dhafi mengatakan, pihaknya telah mengupayakan berbagai rekayasa lalu lintas. Tujuannya, supaya kemacetan bisa teratasi. Pihaknya bahkan mengeluarkan aturan baru lagi pada 22 Mei lalu.
Isinya mengatur angkutan batubara dari Sarolangun dan Tebo baru diperbolehkan keluar dari mulut tambang pukul 19.00 WIB. Angkutan batubara dari Kabupaten Batanghari baru boleh keluar mulut tambang pukul 20.00 WIB. Selanjutnya, angkutan dari Muaro Jambi baru boleh keluar mulut tambang pukul 21.00 WIB.
Kalau ini tidak dilaksanakan sesuai dengan pola manajemen yang diatur, mobilisasi (angkutan batubara) terpaksa akan kita hentikan.
Lewat aturan baru ini, waktu operasional pengangkutan batubara di jalan umum semakin pendek. Angkutan-angkutan itu sebelumnya diperbolehkan keluar dari mulut tambang pukul 18.00 WIB. Mereka harus berpacu dengan waktu untuk tiba di Pelabuhan Talang Duku sebelum pukul 06.00 WIB. Selepas itu, angkutan dilarang melintas.
”Sebelumnya sudah berlaku angkutan dari Sarolangun boleh keluar pukul 18.00 WIB dari mulut tambang. Rupanya banyak pengemudi angkutan nakal, sudah keluar mendahului jam operasional,” katanya. Oleh karena itu, pola operasional angkutan batubara diubah lagi.
Jika kebijakan baru itu masih belum mampu mengatasi kemacetan, pengangkutan batubara akan kembali direvisi. Bisa jadi, jam operasional akan semakin dipersempit.
”Kalau masih tidak berhasil, kami akan mundurkan sekalian (jam operasional angkutan batubara). Kalau ini tidak dilaksanakan sesuai dengan pola manajemen yang diatur, mobilisasi (angkutan batubara) terpaksa akan kita hentikan,” ujarnya.
Ribuan truk
Kementerian Perhubungan mendata 9.296 angkutan batubara yang memadati jalan umum di Jambi. Kondisi itu menimbulkan kemacetan dan jalan rusak parah. Soalnya sebagian angkutan beroperasi dengan muatan berlebih. Selain itu, kemacetan juga mengganggu aktivitas warga.
Untuk menertibkan aktivitas angkutan batubara, sejak awal tahun para pemilik angkutan dari luar daerah diultimatum mengurus penggantian nomor kendaraan luar daerah ke Jambi. Batas waktunya hingga 30 April 2023. Untuk angkutan batubara yang tidak memiliki surat lapor diri, juga tidak boleh beroperasi. Namun, aturan itu masih diabaikan sebagian pemilik angkutan.
Saat berkunjung ke Jambi, Presiden Joko Widodo menekankan agar pembangun jalan khusus segera dituntaskan. Ia meminta Pemerintah Provinsi Jambi dapat memastikan realisasinya.
Wakil Ketua Bidang Pemberdayaan dan Penguatan Kewilayahan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno mengatakan, ada kecenderungan pusat menggenjot pembangunan infrastruktur, termasuk jalan tol, bertujuan menggerakkan ekonomi. Namun, faktanya kesenjangan infrastruktur masih terbilang besar.
Selain itu, sudah ada pembagian kewenangan membangun jalan. Tanggung jawab jalan nasional, provinsi, dan kabupaten/kota menyesuaikan kewenangan pemerintahnya. Namun, buruknya tata kelola pemerintahan memperparah kondisi jalan di daerah.
Jalan yang sebenarnya menjadi akses beraktivitas justru mengkhawatirkan untuk digunakan. Parahnya, kondisi jalan tidak hanya menghambat perjalanan, tetapi juga sering menimbulkan kecelakaan hingga merenggut korban jiwa.
”Mirisnya, meskipun masyarakat sudah menyampaikan aspirasi kepada pemda, hasilnya sering kali tidak seusai harapan. Truk-truk besar yang lalu lalang dengan muatan puluhan ton (melebihi muatan) turut memperparah kondisi jalan,” katanya.
Ia mendorong agar pemerintah terus berupaya melakukan pembenahan. Mulai dari infrastruktur yang belum memadai hingga pengaturan angkutan dengan muatan berlebih. Tak ketinggalan angkutan batubara secepatnya berjalan di jalur yang benar, yakni jalan khusus. Tanpa itu, kemacetan akan selalu menggerayangi kehidupan masyarakat.