Penangkapan terduga teroris dan penggeledahan rumah tersangka di Surabaya, Jawa Timur, perlu menjadi atensi bagi masyarakat untuk menyalakan lagi kewaspadaan guna mencegah teror bom 13-14 Mei 2018 berulang.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Tim Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri menggeledah rumah seorang terduga teroris di Sidorukun Gang 6, Dupak, Krembangan, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (24/5/2023). Surabaya perlu mewaspadai kembali potensi terorisme setelah terakhir kali diguncang teror bom pada 13-14 Mei 2018.
Rumah yang digeledah dihuni oleh terduga teroris Yudho Ratmiko (48) bersama orangtua dan keluarga. Dari sini, Densus menyita kardus berisi sejumlah buku dan dokumen. Penggeledahan berlangsung pada pukul 09.00-11.00. Razia itu menindaklanjuti penangkapan terhadap terduga di kediamannya yang lain, yakni di Jalan Kyai Pasreh, Bumiayu, Kedungkandang, Kota Malang.
Di Bumiayu, Malang, terduga teroris itu diketahui mendiami suatu rumah. Namun, dari dokumen identitas, Yudho juga berdomisili di Sidorukun, Surabaya, bersama orangtua dan keluarga. Belum diungkap oleh Densus 88 fungsi rumah di Bumiayu, Malang, oleh Yudho.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Jawa Timur Komisaris Besar Dirmanto mengatakan, Densus 88 lebih berwenang menyampaikan informasi penangkapan dan penggeledahan terhadap terduga teroris itu.
Dari informasi yang didapat, Yudho ditangkap saat sedang berada di rumah di Bumiayu, Malang, pada Rabu pagi. Kemudian, Densus 88 mengembangkan penyelidikan, termasuk menggeledah rumah Yudho di Surabaya. Dari rumah di Surabaya, Densus 88 menyita dokumen dan buku dugaan keterlibatan Yudho dalam aktivitas terorisme.
Menurut Ketua RW 001 Sidorukun Joko Aji, terakhir kali dirinya bertemu terduga pada saat Lebaran. Kehidupan Yudho tertutup terhadap lingkungan sehingga masyarakat tidak mengetahui pekerjaan dan aktivitas terduga tersebut. ”Jarang ngumpul dengan tetangga meski kalau disapa, ya, ngomong,” ujarnya.
Joko melanjutkan, orangtua Yudho termasuk dalam kelompok masyarakat penerima bantuan. Orangtua terduga membuka warung kecil untuk menambah penghasilan. Namun, karena sikap Yudho tertutup, warga tidak mengetahui aktivitas ekonomi dan sosial apa yang digelutinya.
Warga Surabaya yang baik sepatutnya tidak merusak kehidupan sosial dan terus memelihara ketenteraman masyarakat.
Pada November 2022, Densus 88 menangkap dua terduga teroris di Surabaya. Keduanya ditangkap di lokasi berbeda, yakni di Tanjungsari, Tandes, dan Kendung, Benowo. Densus 88 juga menggeledah gudang di kawasan Margo Mulyo yang diyakini sebagai tempat bekerja kedua terduga teroris itu.
Penggeledahan dan penangkapan terduga teroris di Surabaya perlu mendapat atensi sekaligus membangunkan kewaspadaan seluruh masyarakat. Ibu kota Jatim ini pernah diguncang teror bom pada 13-14 Mei 2018 yang menewaskan 28 orang dan melukai 57 orang. Pelaku teror bom ialah dua keluarga yang berdomisili di Surabaya dan Sidoarjo.
Teror bom di Surabaya berlangsung dua hari. Pada Minggu (13/5/2018) pagi, teror bom mengguncang Gereja Santa Maria Tak Bercela, Gereja Kristen Indonesia di Jalan Diponegoro, dan Gereja Pantekosta Pusat Surabaya di Jalan Arjuno. Pelakunya ialah satu keluarga, yakni Dita Upriyanto (48), pelaku teror bom di GPPS; Puji Kuswati (43) serta Fadilah Sari (12) dan Pamela Rizkita (9) yang meledakkan diri di GKI; dan Firman Halim (16) dan Yusuf Fadil (18), pelaku teror bom di Gereja SMTB. Menurut Polri, keluarga ini membuat teror bom sepulang dari Suriah sebagai simpatisan Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) dari Jamaah Ansharut Daulah (JAD) dan Jamaah Ansharut Tauhid (JAT).
Pada Minggu malam, terjadi ledakan di Rumah Susun Sederhana Sewa Wonocolo, Sepanjang, Sidoarjo. Ledakan terjadi di lantai 5 Blok B. Ledakan menewaskan perakit bom Anton Febrianto, istri bernama Puspitasari, dan anak tertua bernama Hilta Aulia Rahman. Tiga anak perakit bom selamat, tetapi terluka sehingga sempat mendapat perawatan.
Senin (14/5/2018) pagi, teror bom menyerang gerbang Kepolisian Resor Kota Besar Surabaya. Ledakan berasal dari dua sepeda motor yang merupakan keluarga pelaku teror bom. Ledakan menewaskan empat orang, yakni suami istri Murtono dan Ernawati dan dua anak lelaki mereka. Adapun anak perempuan keluarga ini selamat.
Teror bom itu sempat menekan aktivitas sosial ekonomi warga Surabaya. Setidaknya selama dua pekan, aktivitas ekonomi merosot. Saat aktivitas sosial ekonomi sudah pulih, dua tahun berselang terjadi serangan pandemi Covid-19. Pandemi lebih melumpuhkan mobilitas warga karena pembatasan yang berlangsung sampai sekitar dua tahun.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi pernah mengatakan berupaya agar kinerja pemerintahannya tetap mengedepankan kesetaraan bagi warga. Surabaya disebutnya berulang kali sebagai Indonesia mini dan terbuka bagi semua warga tanpa membedakan suku, agama, ras, antar-golongan (SARA). ”Kerukunan dan kehidupan harmoni tetap menjadi modal berharga untuk pemajuan kehidupan,” ujarnya.
Eri mengingatkan, warga tidak boleh lupa dengan peristiwa Pertempuran Surabaya pada November 1945. Saat itulah, rakyat termasuk dari luar Surabaya, bahkan luar Jawa, datang untuk berperang mempertahankan kemerdekaan dari serangan Sekutu. Pertempuran itu melahirkan peringatan Hari Pahlawan setiap 10 November.
”Warga Surabaya yang baik sepatutnya tidak merusak kehidupan sosial dan terus memelihara ketenteraman masyarakat,” kata Eri.