Potensi habitat mangrove di Kaltara didominasi tambak seluas 117.912 hektar. Berbagai program dilakukan untuk merehabilitasi mangrove di sana dengan menggandeng para petambak.
Oleh
SUCIPTO
·5 menit baca
Menumpang pesawat, berkunjung ke Kota Tarakan, Kalimantan Utara, pada 21-22 Mei 2023, kami disuguhkan pemandangan indah sekaligus miris. Beberapa saat sebelum mendarat, pesisir dan delta sungai terlihat begitu jelas. Selain tutupan mangrove, tampak jelas petak-petak tambak terlihat mendominasi.
Dari udara, di satu sisi pemandangan tersebut begitu menarik. Di sisi lain, hal itu mencerminkan besarnya alih fungsi hutan mangrove untuk berbagai kepentingan pertambakan. Tutupan mangrove hanya berada di beberapa sisi tambak. Bagian tengah tambak dikosongkan sebagai lokasi pembesaran udang dan berbagai ikan.
Potensi mangrove Kaltara memang besar. Dalam Peta Mangrove Nasional 2021, total mangrove di Kaltara yang masih tersedia seluas 178.161 hektar. Adapun potensi habitat mangrove di Kaltara seluas 122.049 hektar. Potensi tersebut didominasi tambak seluas 117.912 hektar dengan 55.049 hektar di antaranya merupakan kawasan hutan produksi.
Sekretaris Daerah Kota Tarakan Hamid Amren mengatakan, wilayah Kota Tarakan sekitar 25.000 hektar amat bergantung pada hutan mangrove. Sebab, kota ini berada di sebuah pulau kecil yang tak tersambung dengan Pulau Kalimantan. Tutupan mangrove amat penting untuk menghindari abrasi hingga tsunami.
Kendati demikian, ia mengakui bahwa di Tarakan bagian timur memang banyak mangrove yang terdegradasi. Itu sudah terjadi sejak lama. Ia mengatakan, saat ini Pemkot Tarakan terus berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara untuk menyelesaikan problem ini.
Sebab, dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 pemerintah provinsi punya kewenangan mengelola sumber daya alam di laut yang ada di wilayahnya, yakni 0-12 mil dari garis pantai. Dengan peraturan tersebut, Pemkot Tarakan punya kewenangan terbatas mengelola hutan mangrove.
”Selain itu, Pemkot Tarakan juga sudah mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2021 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tarakan Tahun 2021-2041. Di dalamnya sudah diatur bahwa kawasan mangrove tak boleh digunakan untuk hunian atau pendirian bangunan,” kata Hamid di Tarakan, Senin (22/5/2023).
Hal ini, kata Hamid, akan dikuatkan dengan kolaborasi lintas sektor. Selain dengan Pemprov Kaltim, koordinasi juga dilakukan dengan pemerintah pusat untuk program penguatan kawasan mangrove. Sebab, Kota Tarakan adalah wilayah yang termasuk rawan gempa. Berdasarkan catatan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), gempa pernah mengguncang Tarakan pada 19 April 1923 dengan kekuatan sekitar 7,0 magnitudo.
Dampaknya, guncangan terasa dengan skala intensitas VII-VIII MMI. Sejumlah bangunan dikabarkan mengalami kerusakan sedang hingga berat. Terdapat juga retakan-retakan di tanah. BMKG mencatat, Kota Tarakan punya dua sesar lokal, yakni sesar Tarakan dan sesar Mangkalihat yang berada di sebelah tenggara Kalimantan Utara.
”Gempa dan tsunami tidak bisa diprediksi. Namun, jika itu terjadi, mangrove bisa menghalau hempasan air dari laut,” ujar Hamid.
Kepala Dinas Komunikasi, Informatika, Statistik, dan Persandian Kaltara Ilham Zain mengatakan, saat ini pemerintah pusat dan pemerintah daerah sudah punya sejumlah program untuk merehabilitasi mangrove di Kalimantan Utara. Salah satunya merehabilitasi mangrove di lahan tambak.
Program tersebut dilaksanakan bersama Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM). BRGM, kata Ilham, mendorong penanaman mangrove dengan pola silvofishery, sistem pertambakan teknologi tradisional yang menggabungkan usaha perikanan dengan penanaman mangrove.
Gempa dan tsunami tidak bisa diprediksi. Namun, jika itu terjadi, mangrove bisa menghalau hempasan air dari laut
Melalui program itu, para petambak diajak menanam mangrove di area tambak warga. Secara ilmiah, mangrove dapat membantu produktivitas tambak sekaligus menjaga lingkungan. Akar-akar pohon bakau di sekitar tambak akan menahan tanah tanggul tambak supaya tak longsor terkena ombak.
Selain itu, akar mangrove secara alami juga mengeluarkan zat yang baik untuk pemijahan ikan dan udang sehingga bisa mendongkrak produktivitas tambak. Dengan demikian, kata Ilham, sistem pengelolaan tambak ramah lingkungan sangat menguntungkan jika diterapkan warga.
Penggunaan teknologi
Ilham menuturkan, Pemprov Kaltara juga mendorong dunia usaha untuk turut serta dalam rehabilitasi mangrove di Kaltara. Terbaru, Indosat Ooredo Hutchison (Indosat) berkolaborasi dengan Global System for Mobile Communication Association (GSMA) membuat program bertajuk ”Digitalisasi Konservasi Mangrove di Kalimantan Utara”.
Program tersebut fokus pada dua hal. Pertama, pemetaan wilayah laut dan pesisir. Warga akan dilibatkan menggunakan aplikasi open-source dan pemetaan geospasial di Desa Setabu, Kecamatan Sebatik Barat, Kabupaten Nunukan. Warga akan dibimbing menggunakan aplikasi Qfiled yang dapat diperbarui secara berkala.
Dengan aplikasi tersebut, warga dilatih agar bisa melakukan pemetaan kawasan mangrove. Selain itu, warga juga dilatih membuat peta digital yang bisa digunakan untuk kegiatan selanjutnya. Peta tersebut bisa digunakan petambak atau pelaku usaha lain untuk melindungi tutupan mangrove yang eksis.
Kedua, petambak diperkenalkan dengan internet of things untuk memantau kualitas air di tambak mereka. Dengan demikian, para petambak bisa mengelola mangrove supaya produktivitasnya tetap baik. Sebab, produktivitas udang, kepiting, atau ikan di dalam tambak amat bergantung pada kualitas air.
”Ini juga sesuai dengan pertemuan G20 yang mendukung pemulihan lingkungan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim dengan intervensi teknologi,” kata Ilham.
Wakil Rektor 3 Universitas Borneo Tarakan Muhammad Djaya Bakri mengatakan, kualitas air yang menurun di tambak biasanya disebabkan banyaknya pupuk dan bahan-bahan kimia yang digunakan. Lambat laun hal itu bisa mengurangi salinitas dan kualitas air di tambak. Akibatnya, dari tahun ke tahun hasil tambak menurun.
Padahal, kata Djaya, warga hanya perlu menjaga tutupan mangrove di sekitar tambak untuk menjaga kadar dan kualitas air. Para akademisi dari Universitas Borneo Tarakan, kata Djaya, punya program penelitian dan pemberdayaan masyarakat untuk membantu dan mengedukasi warga petambak.
Dengan berbagai program yang dilakukan pemerintah, termasuk bantuan teknologi yang ada, para akademisi akan dilibatkan mengedukasi masyarakat petambak dan membuat program dengan mengandalkan teknologi tersebut.
”Teknologi membantu monitoring data lebih cepat. Saat ada perubahan kadar air, akhirnya bisa dicari cara bagaimana mempertahankan ekosistem supaya mangrove (di sekitar tambak) tumbuh dengan baik. Ini sekaligus menjadi tantangan bagi akademisi kami,” kata Djaya.
Berbagai program tersebut adalah angin segar di tengah perubahan iklim yang terjadi. Tak kalah penting, tutupan mangrove yang masih baik perlu dilakukan. Seperti kata Sekda Kota Tarakan Hamid Amren dalam baris pantunnya beberapa waktu lalu, ”Jika mangrove dibabat gundul, siap-siap bencana muncul.”