Gempar Brankas Narkoba di Universitas Negeri Makassar
Walau polisi meralat kata bungker menjadi brankas, terkuaknya peredaran narkoba di kampus menjadi tamparan sekaligus peringatan. Saatnya kampus melakukan evaluasi dan berbenah.
Pekan lalu Kota Makassar, bahkan Indonesia, dikejutkan dengan klaim polisi yang menyebut ada bungker narkoba di salah satu kampus ternama di Makassar. Setelah menyebut soal ini, beberapa hari berselang polisi menambah keterangan bahwa kampus tersebut adalah Universitas Negeri Makassar, salah satu perguruan tinggi tempat mengembleng calon-calon pendidik anak bangsa.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), bunker atau bungker adalah bangunan serupa terowongan atau ruangan di bawah tanah. Dahulu dipakai saat perang sebagai tempat perlindungan atau penyimpanan logistik.
Kata bungker dalam artian seperti ini tentu saja membuat orang seketika membayangkan begitu banyak narkoba yang disimpan. ”Saya berpikir, jika itu bungker, bukan sekadar tempat penyimpanan, melainkan juga sebagai tempat produksi. Pikiran saya sudah kemana-mana. Rasanya ingin menyuruh anak saya yang kuliah di UNM untuk berhenti saja,” kata Rosnaena (52).
Namun, Minggu (12/6/2023) malam, Kepala Kepolisian Daerah (Polda) Sulsel Inspektur Jenderal Setyo Boedi Moempoeni mengklarifikasi soal ini. Kapolda didampingi Direktur Reserse Narkoba Polda Sulsel Komisaris Besar Dodi Rahmawan, Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Sulsel Brigadir Jenderal (Pol) Ghiri Prawijaya, dan Wakil Rektor UNM Bidang Umum dan Keuangan M Ichsan Ali.
”Yang jadi pertanyaan bahwa ada bungker, tetapi itu adalah brankas yang ditanam dan diberi teralis serta di atasnya ditutup tegel. Ukuran brankas, panjangnya 35, lebar 25, dan tinggi 25 sentimeter. Ditanam dalam tanah berukuran 40x40x40 sentimeter (cm). Barang ini sudah kami ambil untuk menjadi barang bukti,” tutur Kapolda.
Berdasarkan keterangan, brankas ini berisi 4,7 gram sabu, 4 linting ganja, 6,5 butir ekstasi, telepon genggam, serta catatan yang diduga berisi alur transaksi penjualan narkoba. Dari keterangan salah satu tersangka, narkotika jenis sabu dan ekstasi adalah milik SN, yang berada di Rumah Tahanan Jeneponto. Jaringan ini juga melibatkan penghuni Lembaga Pemasyarakatan (LP) Watampone Kabupaten Bone.
Memang terkait temuan narkoba di kampus UNM ini, polisi menetapkan enam tersangka. Empat di antaranya tercatat pernah kuliah di Fakultas Bahasa dan Sastra UNM sebelum diberhentikan. Keenam tersangka adalah S (25), Sah (32), MA (33), AG (34), M (36), dan RR (37). Dari keenam tersangka inilah ditemukan kaitan dengan penghuni Rutan Jeneponto dan Lapas Watampone.
Terkuaknya keberadaan narkoba di kampus ini bermula saat aparat kepolisian menangkap S di Jalan Sultan Hasanuddin, Gowa, Sabtu (3/6/2023) dini hari. Saat diinterogasi, S mengaku sering mengonsumsi narkoba di Kampus UNM Parang Tambung. Polisi juga menemukan fakta bahwa S adalah salah satu kurir dari jaringan kampus.
Polisi kemudian mengembangkan penyelidikan ke Kampus UNM Parang Tambung. Petugas kemudian menangkap basah empat orang sedang mengonsumsi narkoba jenis sabu dan ganja. Polisi juga menemukan brankas yang ditanam, tepatnya di sebuah ruangan tidak terpakai di Fakultas Bahasa dan Sastra. Empat orang yang sedang berpesta sabu kemudian diinterogasi dan mereka menyebut barang bukti adalah milik SN, yang berada di Rutan Jeneponto. Adapun ganja diakui milik seorang mahasiswa yang hingga kini masih diburu.
Hasil pengembangan penyelidikan di kampus juga membawa polisi ke Terminal Kargo SAPX di Bandara Sultan Hasanuddin, Makassar. Polisi menggagalkan pengiriman narkoba menuju Ternate sebesar 50 gram yang dikemas dalam pengeras suara portabel. Walau lokasi pengiriman adalah Ternate, tetapi barang ini dipesan atas nama TR, penghuni Lapas Watampone.
Salah satu tersangka yang ditangkap di kampus menyebutkan bahwa, sebelum penangkapan, dia pernah menyimpan sabu di dalam brankas sebanyak 700 gram dan 400 butir ekstasi. Dalam catatan alur penjualan yang ditemukan polisi dalam brankas yang ditanam, diduga total sudah 4 kilogram narkotika pernah diedarkan. Namun, polisi masih mendalami apakah seluruh narkotika ini diedarkan di kampus atau seluruhnya pernah disimpan dalam brankas.
”Barang-barang ini sebagian diperoleh dari Malaysia. Namun, apakah terkait jaringan internasional atau tidak, kami masih terus melakukan pengembangan dan mendalami kasus ini,” kata Setyo.
Pukulan dan peringatan
Terlepas dari kekeliruan menyebut brankas sebagai bungker, kasus ini menjadi pukulan telak bagi kampus. Kesan eksklusif kampus yang acap kali sulit disentuh, termasuk keberadaan sekretariat organisasi mahasiswa, seolah menjadi alasan pembenar mengapa keberadaan narkoba ini menjadi masuk akal. Terlebih dalam sistem senioritas di kampus, dengan adanya ruang-ruang tertentu yang disebut milik ”supersenior”, yang tak sembarang orang bisa masuk.
Ichsan mengakui, ruang penyimpanan brankas memang sudah lama tak terpakai. Era pandemi Covid-19 yang membuat perkuliahan dilakukan secara daring kemudian memungkinkan ruangan ini dimanfaatkan. ”Karena mereka pernah kuliah di sana dan masih kenal banyak orang, termasuk sekuriti, tentu mereka dengan mudah keluar masuk,” ujarnya.
Sementara itu, walau tak menerima penyebutan bungker narkoba, Rektor UNM Husain Syam mengecam para pelaku yang menggunakan kampus sebagai lokasi penyimpanan ataupun penjualan narkoba.
”Saya luruskan bahwa hal itu bukanlah bungker, tetapi yang ditemukan adalah kotak kecil di dalam ruang gedung di Fakultas Bahasa dan Sastra. Namun, bagi saya, kalau ternyata terbukti itu ada narkoba, maka saya mengutuk keras oknum yang melakukan hal itu,” katanya.
Menurut dia, jika soal narkotika ini melibatkan sivitas akademika UNM, entah mahasiswa, dosen atau tenaga pendidik, mereka akan dipecat. ”Selain pemecatan, saya juga akan meminta pihak aparat penegak hukum memberi hukuman yang seberat-beratnya sesuai aturan yang berlaku. Saya menghormati langkah Polda Sulsel untuk mengusut tuntas hal tersebut,” katanya.
Kriminolog UNM, Heri Tahir, mengatakan, walau peristiwa ini begitu menyakitkan, sejatinya menjadi peringatan sekaligus momen semua pihak untuk berbenah. Dia mengingatkan bahwa narkoba sudah ada di segala lini dan melibatkan semua kalangan tanpa pandang bulu.
”Saya pernah menjadi wakil rektor bidang kemahasiswaan dan pernah ada kasus temuan serupa. Lalu saya melarang sekretariat organisasi mahasiswa dibuka pada malam hari. Saya memberi batas waktu beraktivitas paling lambat hingga pukul 18.00. Saat mahasiswa dibiarkan beraktivitas malam, banyak hal yang bisa terjadi dan bisa menimbulkan kerawanan. Berharap hanya pada sekuriti kampus tidak akan optimal,” tuturnya.
Dia mengatakan, peristiwa ini harus menjadi peringatan sekaligus evaluasi bagi semua fakultas, bahkan kampus di mana pun. ”Persoalan ini tak bisa diselesaikan dengan sekadar sosialisasi, tetapi butuh ketegasan menegakkan aturan. Semua fakultas harus bahu-membahu dan bekerja sama untuk konsisten melarang mahasiswa berkegiatan pada malam hari. Aturan seperti ini memang akan membuat mahasiswa berunjuk rasa atau tidak terima, tetapi kita harus tegas,” katanya.
Dia mengingatkan bahwa kecenderungan kampus yang terkesan eksklusif, terutama organisasi mahasiswa dan sekretariatnya, menjadi rawan untuk disalahgunakan.
Sementara itu, Ghiri mengakui peredaran narkoba di Sulsel kian marak. Setiap pekan ada saja ratusan gram yang didapat dan itu hanya dari 1-2 lokasi. Temuan sampai besaran kilogram juga bukan sekali dua.
”Kami akan meminta kerja sama dengan pihak kampus untuk melakukan sosialisasi, bahkan tes urine secara berkala untuk menjadi pencegahan. Mungkin ini tidak akan maksimal, tetapi tidak ada salahnya mencoba berbagai cara pencegahan,” katanya.
Dodi juga mengamini soal ini. Dalam waktu dekat, Polda Sulsel akan mengundang seluruh pengelola kampus untuk duduk bersama mencari solusi dan pencegahan peredaran narkoba di kampus.
”Paling tidak bisa mengidentifikasi siapa yang berpotensi terpapar narkoba karena kita sepakat untuk sama-sama selamatkan generasi bangsa ini, khususnya di lingkungan pendidikan. Kalau mahasiswanya saja terpapar, bagaimana dia menyiapkan diri untuk kepentingan bangsa dan negara. Karena itu, kami akan duduk bersama dan membuat konsep pencehagan,” katanya.