Perkara Suap Hakim Agung, Terdakwa Gunakan Uang untuk Mudik hingga ”Happy-happy”
Dalam sidang pemeriksaan saksi, Senin (12/6/2023), Prasetio Nugroho dan Redhy Novarisza menyatakan, uang suap dari perkara kasasi pidana KSP Intidana untuk membayar utang hingga mudik.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Puluhan ribu dollar Singapura dari suap perkara kasasi pidana Koperasi Simpan Pinjam atau KSP Intidana digunakan terdakwa Prasetio Nugroho dan Redhy Novarisza untuk kepentingan pribadi. Prasetio bahkan tidak mengakui uang suap yang diterima itu untuk hakim agung nonaktif Gazalba Saleh.
Dalam sidang pemeriksaan saksi terkait terdakwa Gazalba Saleh di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung pada Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat, Senin (12/6/2023), Prasetio dan Redhy mengaku telah menerima uang puluhan ribu dollar Singapura.
Redhy mendapatkan 35.000 dollar Singapura. Sedangkan Prasetio menerima 20.000 dollar Singapura.
Kepada majelis hakim yang dipimpin Ketua Pengadilan Negeri Bandung Yoserizal, Redhy menyatakan, uang tersebut untuk pengurusan perkara pidana dengan Nomor 326 K/Pid/2022. Kasasi ini diharapkan dapat dikabulkan sehingga Budiman Gandi Suparman sebagai Ketua KSP Intidana bisa dipenjara.
”Saya gunakan uang itu untuk bayar utang dan mudik ke Pontianak. Sedangkan 20.000 dollar Singapura itu dikasih langsung kepada Prasetio dalam amplop. Semuanya didapatkan setelah perkara kasasi itu dikabulkan,” ujarnya.
Permintaan tersebut Redhy dapatkan dari Nurmanto Akmal, juga terdakwa dalam pusaran kasus suap di lingkungan Mahkamah Agung ini. Dia berujar, Nurmanto menghubunginya karena salah satu hakim dalam perkara tersebut adalah Gazalba.
”Dia (Nurmanto) menghubungi saya karena saat itu yang jadi hakimnya bapak (Gazalba). Saat itu, dia bertanya kepada saya, apakah bisa dibantu karena waktu itu saya anggota stafnya bapak. Saya jawab pelajari dulu,” papar Redhy dalam persidangan sebagai saksi.
Permintaan ini terjadi pada awal Maret 2022. Redhy pun menginformasikan permintaan itu kepada Prasetio yang saat itu bertugas sebagai asisten Gazalba. Redhy menyatakan, Prasetio dipilih karena lebih senior dibandingkan dengan dua asisten lainnya.
Apalagi, sebagai asisten, Prasetio kerap membantu Gazalba dalam membuat resume atau pendapat hukum dari perkara yang masuk. Setelah Prasetio memutuskan mempelajari kasus ini, Redhy lalu menginformasikannya kepada Nurmanto.
”Saya waktu itu sudah ngomong ke Pak Pras (Prasetio) dan sedang dipelajari, dan kebetulan dia yang pegang. Lalu, saya tanya ke Akmal (Nurmanto), dan dia bilang ada dana Rp 500 juta,” ujarnya.
Dalam bukti rangkaian pesan WA yang dibeberkan di persidangan, Prasetio setuju mengurus kasus ini. Bahkan, dia meminta kejelasan kepada Redhy terkait keuntungannya.
Pesan yang dikirim 9 Maret 2022 pukul 08.15 itu berbunyi:
”Gampang kalo masuk”
”Berapa mas”
”Biar jelas ke dalam.”
Setiap kalimat dikirimkan melalui gelembung pesan yang berbeda. Namun, di waktu yang berdekatan. Menurut Redhy, pesan dari Prasetio ini untuk memastikan ada aliran uang yang masuk ke pihak Gazalba.
Bahkan, dalam beberapa pesan ditunjukkan sebagai bukti, Prasetio menyebut ”ke dalam”, ”gzs”, dan ”bos dalam” yang Redhy anggap mengacu kepada Gazalba.
”Terkait pembagian 20.000 dollar Singapura, saya tidak tahu. Pak Pras hanya menyamakan ’bos dalam’, yaitu ke Gazalba,” ujarnya.
Namun, Prasetio berkilah. Dia berujar, istilah itu digunakan untuk meyakinkan Redhy bahwa perkara ini bisa diatur.
Prasetio bersikukuh, uang 20.000 dollar Singapura ini tidak diberikan kepada Gazalba. Dia juga menyebut perkara ini bisa sesuai dengan keinginan karena merasa yakin, bukan karena ada persetujuan dari Gazalba.
”Uang itu hanya sampai di saya. Saya gunakan untuk membayar utang dan yang lainnya, seperti membeli motor,” ujarnya.
Dalam rangkaian pesan WA pada 30 Maret 2022 yang menjadi bukti, juga Prasetio menyatakan akan menggunakannya untuk happy-happy.
Pernyataan Prasetio ini tidak sesuai dengan dakwaan Gazalba yang menerima uang 20.000 dollar Singapura untuk mengurus kasasi pidana KSP Intidana. Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Bandung, Rabu (3/5/2023), Gazalba disebut menerima uang tersebut berawal dari 110.000 dollar Singapura yang diberikan pengacara Yosef Parera.
Uang suap ini mengalir melalui perantara para pegawai negeri sipil di lingkungan MA, mulai dari Desy Yustria, Nurmanto Akmal, Prasetio Nugroho, hingga Redhy Novarisza.