Potensi Wisata dan Hasil Hutan Lampung Dipromosikan
Potensi hutan Lampung berupa hasil hutan nonkayu dan wisata minat khusus terus dipromosikan untuk meningkatkan kesejahteraan petani hutan.
Oleh
VINA OKTAVIA
·4 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Potensi hutan Lampung berupa hasil hutan nonkayu dan wisata minat khusus terus dipromosikan untuk meningkatkan kesejahteraan petani hutan. Pengelolaan dan pemanfaatan kawasan hutan secara tepat terbukti mampu menopang perekonomian petani hutan.
Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Lampung Yanyan Ruchyansyah mengatakan, potensi hutan Lampung terus dipromosikan sejak beberapa tahun terakhir melalui kegiatan festival. Sebelumnya, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung pernah menggelar acara Festival Durian dan Festival Hasil Hutan Bukan Kayu.
Namun, dua tahun terakhir, pemerintah mengubah nama acara menjadi Festival Wisata Hutan Lampung. Perubahan itu agar untuk mendekatkan konsep wisata hutan dan mengenalkan hasil hutan nonkayu, seperti madu dan gula aren.
”Selain untuk promosi, acara ini juga sarana edukasi untuk pengelola dan wisatawan. Karena wisata dalam kawasan hutan adalah wisata yang menjual keindahan alam dan tidak boleh rusak gara-gara dimanfaatkan. Kami ingin mendorong pengelolaan hutan secara bijak,” kata Yanyan saat acara pembukaan Festival Wisata Hutan Lampung, di Bandar Lampung, Senin (3/7/2023).
Festival digelar di kawasan Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman di Kecamatan Kemiling, Bandar Lampung. Acara diikuti 17 kesatuan pengelolaan hutan (KPH) di Lampung. Selain mengunjungi pameran produk kehutanan nonkayu, masyarakat dapat menikmati agrowisata di Tahura Wan Abdul Rachman.
Menurut Yanyan, ada sekitar 91.000 keluarga petani di Lampung yang bergantung pada hutan dan telah mendapat izin pengelolaan kawasan hutan. Maka, petani tak perlu takut mengelola hutan dan mengambil hasil hutan bukan kayu.
Saat ini, sudah ada beberapa KHP yang menawarkan paket ekowisata atau wisata minat khusus. Salah satunya adalah KPH Kota Agung Utara yang mempunyai pontensi air terjun, gunung tanggamus, dan bunga raflesia.
Kepala KPH Kota Agung Utara Ariyadi Agustiono menuturkan, masyarakat diajak untuk mengelola kawasan hutan menjadi destinasi wisata minat khusus. Tahun lalu, ada sekitar 30 wisatawan yang mencoba paket wisata Rafflesia Adventure Camp. Selain mengamati bunga raflesia mekar, wisatawan juga diajak menikmati suasana hutan hingga mengamati satwa liar, seperti burung.
Tahun ini, saya mendapat uang Rp 100 juta dari hasil panen avokad. Ada sekitar 70 pohon avokad yang berbuah.
Selain itu, Gunung Tanggamus dan air terjun Lembah Pelangi yang ada di Kecamatan Ulu Belu, Tanggamus, juga dimanfaatkan sebagai destinasi wisata. Setiap akhir pekan, ada puluhan wisatawan yang mendatangi air terjun atau mendaki gunung. Masyarakat dilibatkan sebagai pemandu wisata.
Sementara itu, Gubernur Lampung Arinal Djunaidi meminta pengelola bijak dalam mengelola kawasan hutan. Pembangunan sarana dan prasarana di kawasan hutan harus memperhatikan fungsi hutan.
Ia menegaskan, pemerintah tak akan melepas status kawasan hutan menjadi hak milik pribadi. Pasalnya, kini luas hutan di Lampung tersisa 1.004.735 hektar atau hanya 28,45 persen dari luas total daratan Lampung. Dengan kondisi itu, perhutanan sosial menjadi skema pengelolaan hutan paling tepat bagi warga di kawasan hutan.
Di Lampung, pengelolaan dan pemanfaatan kawasan hutan secara tepat terbukti mampu meningkatkan kesejahteraan petani. Dengan budidaya beragam tanaman, termasuk tanaman hutan, penghasilan petani membaik.
Sekretaris Kelompok Tani Tunas Jaya Mulya Lamrin menuturkan, ia bisa menggaet penghasilan sampai ratusan juta rupiah dari hasil panen avokad. ”Tahun ini, saya mendapat uang Rp 100 juta dari hasil panen avokad. Ada sekitar 70 pohon avokad yang berbuah,” kata Lamrin.
Ia mengatakan, kelompok Tani Tunas Jaya Mulya mengelola kawasan hutan dalam Kesatuan Pengelolaan Hutan Gunung Balak, Lampung Timur, dengan konsep budidaya tanaman hutan bersama tanaman pertanian (agroforestry). Setelah merawat tanaman hutan lima tahun terakhir, kini para petani sudah mendapatkan penghasilan tetap dari hasil panen.
Sedikitnya, petani mendapatkan Rp 5 juta per bulan dari hasil panen berbagai tanaman, antara lain avokad, aren, jahe, dan cabai. Tak hanya itu, petani juga dapat memanen buah musiman, misalnya cengkeh, durian, atau kopi.
Selain peningkatan penghasilan, petani juga mendapatkan manfaat lain dari pengelolaan hutan secara tepat. Setelah petani menanam banyak pohon, sumber mata air di pegunungan mengeluarkan air yang jernih.
Air tersebut dimanfaatkan oleh warga untuk minum, mandi, dan mengairi kebun. Dengan begitu, petani hutan juga berkontribusi langsung menjaga kelestarian alam.