Tertarik Rayuan Pantai Selatan Jabar
Alam Ciletuh menawarkan paket wisata lengkap. Wisatawan bisa menikmati pesonanya, mulai dari udara hingga ombak lautnya. Pemanfaatnya ikut melestarikan alam di sekitarnya.
GEOPARK CILETUH - Palabuhanratu di Jawa Barat selatan memiliki paket wisata alam lengkap yang lama dikenal dunia. Ada arung jeram di Sungai Citarik, selancar di Pantai Cimaja, hingga penangkaran dan pengamatan penyu di Pangumbahan. Keindahannya tidak hanya menghidupi warga dan mengundang turis. Masyarakat di sekitarnya ikut terpanggil menjaga kelestarian alamnya.
Debur ombak dan deru angin menyambut pengunjung di Pantai Cimaja, Kabupaten Sukabumi, Rabu (24/5/2023). Belasan peselancar, dari warga lokal hingga wisatawan mancanegara, menikmati laut biru dengan ombak putih bergelombang.
Mereka menelungkup di papan selancar. Kedua tangan mendayung, mengejar ombak. Ketika ombak menghampiri, mereka berdiri di papan, berusaha menunggangi ombak
”Apa yang menarik di Pantai Cimaja? Hanya batu aja di pinggirnya. Tetapi, dengan ombak, wisatawan mancanegara datang ke sini,” ucap Dede Suryana, atlet selancar internasional asli Cimaja.
Baca juga: Menyusuri Destinasi Wisata di Jalur Selatan Jabar
Pagi itu, ia berselancar bersama warga, turis asal Singapura, Jepang, dan Australia. Berbatasan dengan Samudra Hindia, lanjutnya, pantai selatan Jabar punya ombak hampir setiap hari.
Mulai dari Cimaja yang tinggi ombaknya lima kaki hingga ombak di Ujung Genteng yang bisa mencapai 30 kaki. Di sejumlah pantai di luar negeri, ombak selancar tidak selalu muncul.
Itu sebabnya, peselancar dari dalam dan luar negeri rela menempuh perjalanan penuh kelokan dan tanjakan ke Cimaja, yang berjarak lebih kurang enam jam dari Bandung atau Jakarta.
”Length of stay (lama tinggal) turis yang mau selancar itu berminggu-minggu. Bahkan, ada yang sampai sebulan,” ungkap Dede, pemilik penginapan, Dede Suryana Place’s.
Menurut dia, saat libur, seperti Juli dan Agustus, 20-30 turis berselancar di Cimaja setiap hari. Jika setiap turis menghabiskan minimal Rp 500.000 per hari, per orang bisa menghabiskan Rp 7 juta dalam dua pekan. Dengan 30 turis, pengeluarannya bisa Rp 210 juta.
Salah seorang yang sukses dirayu ombak pantai selatan adalah Emillie (28), warga Korea Selatan. Sudah lebih dari seminggu, ia menginap di penginapan milik Dede.
”Biasanya saya berselancar di Bali. Baru kali ini saya mengunjungi Sukabumi. Ternyata ombaknya bagus untuk berselancar,” ujarnya.
Bagi Emilie, selatan Jabar memberikan pengalaman yang menyenangkan di tengah kejenuhannya bekerja. Tidak hanya berselancar di pantai, dia juga menikmati keindahan alam di sana bersama rekan-rekannya. “Selain makanan yang enak, wisatawan asing belum sebanyak Bali. Jadi terasa kalau saya sedang di Indonesia,” ujarnya.
Uniknya, kedatangan wisatawan dalam dan luar negeri ikut memicu rasa memiliki sebagian warga. Dia bersama rekan-rekannya kerap melakukan bersih sungai.
Sampah plastik dan rumah tangga dipungut menjaga pantai tetap bersih. Bila dibiarkan kotor, cimaja pasti ditinggalkan wisatawan. “Ombak itu sama dengan emas putih. Kalau emas putih beneran, digali terus pasti habis dan alam rusak. Kalau ombak tidak akan habis,” ujar Dede.
Arus Sungai Citarik
Sekitar 23 kilometer dari Cimaja, warga di sekitar Sungai Citarik, Kecamatan Cikidang, juga berupaya merawat alam. “Kami ada program Go Green, seperti bersih-bersih sungai dan menanam di pinggir sungai,” ucap Iwan Sugandi, Manajer Operasional Bravo Adventure.
Bravo adalah salah satu dari lima operator pariwisata di Sungai Citarik. Selain menyuguhkan paket arung jeram, setiap operator juga menyediakan fasilitas penginapan. Bravo, misalnya, mengusung konsep glamping atau glamour camping di alam dengan suara aliran sungai.
“Kami tawarkan konsep camping, tetapi fasilitas seperti hotel,” ucapnya.
Setiap tenda dilengkapi tiga springbed, penyejuk ruangan, lampu tidur, hingga minuman hangat. Bahkan, sepreinya ditata seperti di hotel dengan wewangian. Tarif per orang, dengan arung jeram, mulai dari Rp 450.000
Obyek wisata itu ramai ketika akhir tahun seiring musim hujan. Saat itu, tinggi muka air sungai bisa 80 – 100 sentimeter, tepat untuk arung jeram. Sebelum pandemi Covid-19, pengunjung Bravo mencapai 200 orang per pekan. Kini, pelanggan mulai ramai seiring pandemi melandai.
Endah Sudiana (33), karyawan Bravo Adventure, mengatakan, alam di Citarik yang masih lestari jadi daya tarik bagi orang kota. “Kalau di kota, misalnya, satu ruangan ada 20 orang menghirup udara dari satu AC. Kalau di sini mah, berapa pun banyaknya orang, udara dari alam,” ujarnya.
Itu sebabnya, katanya, tidak banyak kasus Covid-19 di daerahnya saat pandemi. Untuk menjaga alam, Endah bersama karyawan operator tergabung dalam pokja atau kelompok kerja, yang tugasnya bersih-bersih sungai setiap pekan atau bulan. Warga setempat juga kerap terlibat.
Aceng Supendi, Pelatih Junior Rafting Team, mengatakan, potensi Sungai Citarik sebagai wisata olahraga air sudah terlihat sejak 1990an. Warga lalu jadi pemandu arung jeram. “Lebih dari 500 orang hidup dari arung jeram,” ujarnya.
Menurut dia, untuk mengembangkan potensi wisata Sungai Citarik, warga, termasuk di hulu Gunung Halimun, harus menjaga alam. “Kalau di sini, airnya surut saat kemarau karena hutannya mulai gundul. Daya serap airnya kurang. Ini bisa berdampak pada wisata arung jeram,” ujarnya.
Baca juga : Mewujudkan Perekonomian Jawa Barat yang Kian Merata
Penyu Pangumbahan
Sekitar 100 km dari Pantai Cimaja, warga di Pangumbahan juga mencoba menjaga pesisir pantai lewat area konservasi penyu. Kawasan di bawah Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Jabar ini disebut Satuan Pelayanan Taman Pesisir Penyu Pantai Pangumbahan.
Analis Rehabilitasi dan Konservasi Cabang Dinas Kelautan dan Perikanan Wilayah Selatan DKP Jabar Ade Hendri Yunanto menyebut, area itu memiliki bentang pantai 2,7 kilometer. Di sana, penyu hijau (Chelonia mydas) biasanya singgah.
Kawasan ini didatangi ribuan penyu. Namun, tidak semuanya bertelur. Ade berujar, rata-rata penyu yang bertelur di kawasan pantai ini mencapai 785 ekor. Mereka menghasilkan telur hingga 63.000 butir dengan persentase penetasan lebih dari 70 persen.
Ade berujar, para pengunjung juga bisa mengikuti prosesi pelepasan tukik selain bermain di area pantai. Biasanya, pelepasan dilakukan menjelang petang, sementara waktu pengamatan penyu mendarat tidak bisa ditentukan.
Kunjungan penyu juga menjadi magnet bagi wisatawan. Setiap bulan, kawasan konservasi ini dikunjungi sedikitnya 1.100 orang. Ketika momen Idul Fitri 2022, kunjungan wisatawan melonjak hingga 4.000 orang.
Selain menjadi kawasan wisata, sejumlah mahasiswa juga menimba ilmu sembari menjaga kawasan itu tetap asri. Risandi Maulana Arif (22) dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran, misalnya, menyiapkan bibit pandan laut. Selain jadi tempat bertelur penyu, tanaman itu juga dapat menahan abrasi.
“Saya kumpulkan 100 bibit. Tunggu dua minggu sebelum ditanam di pantai. Rencananya, mau melibatkan masyarakat,” ucap Risandi yang tidak keberatan merogoh kantongnya untuk menyiapkan penanaman pandan laut.
Destinasi wisata di Pantai Cimaja, Sungai Citarik, hingga tempat konservasi penyu di Pangumbahan menunjukkan, keindahan alam yang menghidupi warga. Saat itu terjadi, mereka membalasnya dengan menjaga alam tetap lestari.
Baca juga: Konektivitas Kawasan Selatan-Utara Jabar Masih Harus Terus Diperbaiki