Meleburkan Festival Kopi Nusantara dan Pasar Rakyat Peneleh di Surabaya
Java Coffee Culture dan Festival Peneleh, 7-9 Juli 2023, bertujuan mendorong diplomasi kopi Nusantara dan memperkuat narasi Surabaya pendulum perjuangan menuju dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Bank Indonesia Perwakilan Jawa Timur dan Pemerintah Kota Surabaya menginisiasi Java Coffee Culture dan Festival Peneleh kurun 7-9 Juli 2023. Acara bertujuan memperkuat sosialisasi kekuatan diplomasi dan kekayaan kopi Nusantara serta menghidupkan lagi tradisi pasar rakyat saat muludan di Peneleh yang diyakini sebagai kampung cikal bakal Surabaya.
Puncak acara Semarak JCC dan Festival Peneleh pada Minggu (9/7/2023) petang dimeriahkan atraksi teatrikal Pertahanan Tunjungan (Covering Fire of Madun) depan Gedung SIOLA atau Mal Pelayanan Publik Pemerintah Kota Surabaya di Jalan Tunjungan. Aksi teatrikal dipersembahkan oleh komunitas pelestari sejarah di Surabaya, Sidoarjo, dan Mojokerto.
Dalam teatrikal diceritakan insiden Pertahanan Tunjungan dalam Pertempuran Surabaya November 1945. Gedung SIOLA dan persimpangan di depannya merupakan salah satu basis pertahanan pejuang Indonesia menghadapi tentara sekutu pimpinan Inggris. Dalam insiden 78 tahun lalu itu dikisahkan seorang pemuda bernama Madun dari Genteng Kali, kampung berjarak 50-100 meter di timur SIOLA, mempertahankan ”benteng” dari tumpukan karung pasir dengan senapan mesin.
Madun menembaki tentara sekutu sekaligus memberi perlindungan kepada para pejuang sehingga dapat mundur dengan selamat ke selatan (Darmo, Wonokromo). Aksi Madun menghambat gerak sekutu sehingga kavaleri tank membinasakan pemuda itu. Sebagai penghormatan atas keberanian Madun dan mengenang Pertahanan Tunjungan, didirikan monumen perjuangan berbentuk patung seorang pemuda memegang bambu runcing di depan SIOLA, tengaran insiden.
Selain itu, di Jalan Tunjungan, pada Minggu pagi ada senam bersama. Sejak pagi juga telah berdiri lebih dari 25 stan usaha mikro, kecil, menengah (UMKM) kopi Nusantara. Juga didirikan gerai pameran kopi sebagai bagian dari kuliner berdiplomasi tokoh-tokoh pejuang politik Indonesia di masa mempertahankan kemerdekaan. Selain itu, kompetisi ”seni” kopi.
Masih terkait JCC, sehari sebelumnya atau Sabtu di Hotel Platinum, Jalan Tunjungan, diadakan temu bisnis, diskusi, dan lokakarya kopi Nusantara. Ada hiburan berupa kompetisi memanfaatkan akun media sosial Tiktok dan Reels. BI Jatim menargetkan transaksi bisnis selama JCC dapat menembus Rp 18 miliar atau naik dari tahun lalu yang Rp 15 miliar.
Adapun di Peneleh kurun 26 Juni-6 Juli 2023 diadakan lomba fotografi Peneleh dalam Lensa sekaligus parade mural. Kurun 7-9 Juli 2023, diadakan Peneleh Heritage Track Indonesia Dimulai dari Sini. Selain itu, Pasar Rakjat & Layar Tanjap. Pasar rakyat diwujudkan dengan mendirikan gerai kuliner dan cendera mata di sepanjang Jalan Makam Peneleh. Film dipertontonkan setiap malam dengan tema tokoh-tokoh besar bangsa Indonesia dari Peneleh, terutama Soekarno dan HOS Tjokroaminoto.
Menurut Kepala Kantor BI Perwakilan Jatim Doddy Zulverdi, BI berkomitmen menjaga stabilitas ekonomi makro dan mikro. Tahun ini, situasi ekonomi dunia dirasa masih dalam ketidakpastian karena Perang Ukraina dan konflik berdarah di Timur Tengah dan Afrika. Selain itu, dunia mencoba bangkit setelah terkena pukulan pandemi Covid-19 (Coronavirus disease 2019) yang menyerang Indonesia sejak Maret 2020.
Doddy melanjutkan, potensi ekonomi lokal, misalnya di Jatim dan Surabaya, tetap perlu perhatian untuk terus berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi. Dalam konteks itulah, JCC 2023 yang bertema Diplomasi Lintas Generasi menjadi penting untuk dilaksanakan. JCC juga menjadi ujian bagi UMKM kopi Nusantara meningkatkan diplomasi ke pasar dunia sehingga produk menjadi yang terunggul.
Jadi, kami merasa acara ini merupakan rangkaian yang besar dan bermakna.
Doddy mengatakan, JCC digabungkan dengan Festival Peneleh karena potensi narasi yang kompleks dan komplet. Peneleh telah mengikuti perjalanan peradaban Surabaya sejak masa klasik kuno abad ke-14 sebagai naditira pradeca bernama Curabhaya. Di kampung ini pula lahir tokoh besar Indonesia, yakni Koesno atau Soekarno, dan keberadaan kediaman HOS Tjokroaminoto yang dikenal sebagai ”rumah politik” perjuangan pemuda-pemuda, termasuk Soekarno.
JCC diadakan di Jalan Tunjungan yang notabene berada di seberang Peneleh dan dibatasi Kalimas atau di masa kuno disebut sungai Curabhaya. Selain itu, kawasan Tunjungan secara historis merupakan bagian dari segitiga emas ekonomi jantung Surabaya. Di Jalan Tunjungan juga tetap hidup kenangan insiden Perobekan Bendera Belanda di Hotel Oranje (Hotel Yamato) atau kini Hotel Majapahit yang memicu Pertempuran Surabaya termasuk tembak senjata di Pertahanan Tunjungan.
”Jadi, kami merasa acara ini merupakan rangkaian yang besar dan bermakna,” kata Doddy.
Secara terpisah, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengatakan, Festival Peneleh sebenarnya coba diinisiasi sejak 2018 ketika dirinya masih menjabat Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota Surabaya di bawah kepemimpinan Tri Rismaharini (kini Menteri Sosial). Festival diwujudkan dengan keterlibatan komunitas Begandring Soerabaia yang berbasis di Lodji Besar, Jalan Makam Peneleh.
”Karena kawasan Peneleh, Pandean, Plampitan, dan Lawang Seketeng menjadi saksi sejarah besar,” ujar Eri. Untuk itu, dalam konteks saat ini, narasi dapat dioptimalkan sebagai ”komoditas” pariwisata dengan harapan pemberdayaan masyarakat. Di Peneleh dikembangkan wisata sejarah ke sejumlah tengaran, misalnya makam Hindia-Belanda, rumah kelahiran Soekarno di Gang Pandean 4, rumah peninggalan HOS Tjokroaminoto, dan Langgar Dhuwur.
Inisiator Begandring Soerabaia Kuncarsono Prasetyo menambahkan, dalam festival coba dihidupkan kembali tradisi muludan (Maulid Nabi Besar Muhammad SAW) berupa pasar rakyat dan hiburan tradisional. Di zaman perkembangan teknologi informasi, tradisi tetap bisa dihidupkan dengan modifikasi, misalnya pemutaran film di layar tancap, lomba foto, Tiktok, Reels, dan menghias kampung dengan mural.
”Kami menawarkan narasi besar bahwa Indonesia dimulai dari sini, Peneleh, sehingga menambah kekayaan informasi tentang Surabaya,” kata Kuncarsono.