Festival Rimba di Kalbar Kampanyekan Pentingnya Pengakuan Hutan Adat
Masyarakat adat Dayak Iban Sungai Utik di Kapuas Hulu, Kalbar, bersama sejumlah pihak akan menggelar Festival Rimba Sungai Utik. Festival itu, antara lain, bertujuan mengampanyekan pentingnya pengakuan hutan adat.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·4 menit baca
PONTIANAK, KOMPAS — Masyarakat adat Dayak Iban Sungai Utik di Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, bersama sejumlah pihak akan menggelar Festival Rimba Sungai Utik pada 28-30 Juli 2023. Festival tersebut bertujuan untuk meningkatkan kepedulian terhadap pelestarian hutan di Kalimantan sekaligus mengampanyekan pentingnya pengakuan hutan adat oleh pemerintah.
Festival Rimba Sungai Utik akan digelar di Rumah Panjang Dayak Iban Sungai Utik yang berlokasi di Dusun Sungai Utik, Desa Batu Lintang, Kecamatan Embaloh Hulu, Kapuas Hulu.
”Festival ini tidak hanya menyajikan serangkaian pertunjukan, tetapi juga mengangkat kepedulian terhadap pelestarian hutan Kalimantan,” kata Ketua Serakop Iban Perbatasan Herkulanus Sutomo Manna, Jumat (21/7/2023). Serakop Iban Perbatasan merupakan lembaga yang melakukan pemberdayaan masyarakat adat, terutama Dayak Iban.
Sutomo menuturkan, Festival Rimba Sungai Utik juga bertujuan untuk mengampanyekan pentingnya pengakuan terhadap hutan adat. Dia menyebut, hingga sekarang, Dusun Sungai Utik merupakan satu-satunya wilayah di Kapuas Hulu yang sudah mendapat Surat Keputusan Pengakuan Hutan Adat dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Oleh karena itu, melalui penyelenggaraan Festival Rimba Sungai Utik, sejumlah wilayah lain juga diharapkan bisa memperoleh pengakuan sebagai hutan adat. Dengan adanya pengakuan itu, hutan di wilayah tersebut bakal sepenuhnya dikelola oleh masyarakat adat sehingga meminimalkan terjadinya konflik lahan.
Itulah kenapa, Sutomo memaparkan, festival tersebut tidak hanya dihadiri masyarakat adat di sekitar Sungai Utik, tetapi juga dari sejumlah wilayah lain. Hal ini agar masyarakat adat dari wilayah lain bisa belajar mengenai pentingnya pengakuan hutan adat. Selain itu, mereka juga bisa belajar tentang pengembangan pariwisata dan sekolah adat, seperti yang dilakukan di Sungai Utik.
”Festival tersebut dilaksanakan di jantung hutan dan dekat dengan budaya asli masyarakat Kapuas Hulu. Rumah Panjang Dayak Iban Sungai Utik merupakan lokasi yang memenuhi syarat untuk mewadahi konsep festival ini,” kata Sutomo.
Menurut Sutomo, Rumah Panjang Dayak Iban Sungai Utik memiliki arsitektur yang bagus serta lingkungan yang bersih dan terpelihara. Sejak tahun 2009, masyarakat adat yang tinggal di rumah panjang itu juga telah menjadi anggota Aliansi Masyarakat Adat Nusantara.
Sutomo menambahkan, Festival Rimba Sungai Utik digelar oleh masyarakat adat dengan dukungan sejumlah lembaga, misalnya Serakop Iban Perbatasan, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, dan Tropical Forest Conservation Act (TFCA) Kalimantan.
”Sesungguhnya kegiatan ini merupakan kegiatan masyarakat yang kami dukung bersama sejumlah pihak,” ujar Sutomo.
Sekretaris Festival Rimba Sungai Utik Anjela Piskila Jega Foktuik menuturkan, ada beragam kegiatan dalam festival itu. Salah satunya adalah penanaman berbagai jenis tanaman, misalnya pohon buah-buahan lokal dan tanaman langka.
Penanaman dilakukan agar buah-buahan yang tumbuh di wilayah tersebut semakin banyak dan beragam. Lokasi penanaman dipilih di area yang dekat dengan masyarakat adat sehingga lebih mudah untuk dipanen saat sudah berbuah.
Anjela menambahkan, Festival Rimba Sungai Utik juga bakal dimeriahkan dengan pertunjukan musik, tari, sastra, dan permainan tradisional. Acara itu akan menghadirkan seniman masyarakat adat Dayak Iban serta seniman kontemporer dari Kalimantan, Jawa, dan Sarawak, Malaysia.
”Kami juga menghadirkan musisi nasional yang menjadi simbol pelestarian alam. Kemudian, ada pemutaran film mengenai masyarakat adat dan pelestarian lingkungan. Ada juga pameran produk kerajinan dan foto karya fotografer yang pernah ke Sungai Utik,” ujar Anjela.
Ketua Panitia Festival Rimba Sungai Utik Joni Vercelli Manehat menuturkan, festival itu juga akan diisi dengan sejumlah seminar. Salah satu topik yang dibahas adalah urgensi pengakuan dan perlindungan masyarakat adat dan hutan adat di Indonesia.
Topik lainnya adalah pemberdayaan ekonomi dan budaya sebagai benteng pertahanan masyarakat adat. Selain itu, dibahas pula pemanfaatan dan pengelolaan potensi hasil hutan sebagai sumber ekonomi serta pengembangan ekowisata berbasis komunitas.
Kegiatan lain dalam festival itu adalah menjelajah hutan. Program ini ditawarkan kepada pengunjung yang ingin mengetahui secara langsung bagaimana kehidupan masyarakat adat dalam memelihara hutannya. Pengunjung bisa melakukan perjalanan ke pondok hutan melalui susur sungai serta menyusuri hutan dengan berjalan kaki.
Festival tersebut dilaksanakan di jantung hutan dan dekat dengan budaya asli masyarakat Kapuas Hulu.
Kepala Desa Batu Lintang Raymundus Remang menuturkan, masyarakat adat Dayak Iban Sungai Utik merupakan masyarakat adat yang pertama mendapatkan sertifikat eco label atau label ramah lingkungan. Masyarakat adat itu juga mendapat penghargaan Kalpataru tahun 2019 serta Equator Prize tahun 2019 dari Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP).
Masyarakat Adat Dayak Iban Sungai Utik juga masih memiliki hutan adat yang cukup luas serta menghasilkan kerajinan tangan, seperti gelang resam, tenun, dan tikar rotan.
”Hal terpenting lainnya, warga Rumah Panjang Dayak Iban Sungai Utik memiliki keramahan dalam menerima tamu sesuai dengan budaya masyarakat adat Dayak di Kalbar,” ujar Raymundus.