Menggali Cuan di Tengah Impitan Dampak Perubahan Iklim di Kota Pekalongan
Warga yang terdampak rob di Kota Pekalongan, Jateng, berupaya bangkit dengan memulai usaha pertanian, pengolahan produk pertanian, hingga budidaya perikanan. Kondisi itu diharapkan bisa mendongkrak perekonomian mereka.
Belasan tahun dilanda banjir rob membuat sebagian warga di Kota Pekalongan, Jawa Tengah, merana. Perekonomian mereka morat-marit karena air rob merusak tempat tinggal dan tempat mereka bekerja. Di tengah impitan bencana yang muncul akibat perubahan iklim itu, kreativitas muncul. Perekonomian mereka pun pelan-pelan menggeliat.
Aroma manis gula bercampur gurihnya santan menguar dari sebuah rumah di Kelurahan Padukuhan Kraton, Kecamatan Pekalongan Utara, Kota Pekalongan, Rabu (19/7/2023) siang. Wangi aroma tersebut membuat sebagian orang yang mengendusnya menarik napas panjang lalu mengangguk-anggukkan kepala, tanda menikmati.
Setelah ditelusuri, aroma itu berasal dari teras salah satu rumah warga. Di teras itu, ada empat perempuan paruh baya yang sedang sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Dua orang sedang fokus mengaduk adonan dodol terung di atas wajan. Sementara itu, dua orang lainnya asyik menata aneka camilan seperti stik seledri, stik kucai, dan stik kemangi di sebuah lemari kaca.
Makanan-makanan yang mereka olah dan mereka tata siang itu bakal dipamerkan dalam Pameran Inovasi dan Adaptasi Perubahan Iklim, Kamis (20/7/2023), di Lapangan Mataram, Kota Pekalongan. Produk-produk itu memang hasil inovasi yang muncul sebagai bentuk adaptasi para korban banjir rob yang terjadi akibat adanya perubahan iklim.
Baca juga: Atasi Dampak Perubahan Iklim, Strategi Adaptasi Disiapkan
Sekitar tahun 2021, Dinas Pertanian dan Pangan (Dinperpa) Kota Pekalongan membentuk sebuah kelompok tani (KT) di wilayahnya melalui program Pekarangan Pangan Lestari (P2L). Tujuannya adalah untuk menggalakkan penanaman tanaman pangan di sekitar permukiman warga sekaligus membantu meningkatkan perekonomian warga yang bertahun-tahun terdampak rob. Kala itu, sebanyak 30 orang memutuskan untuk bergabung dalam kelompok yang kemudian diberi nama Usaha Tani Lestari (Utari) tersebut.
KT Utari lalu mendapatkan bantuan berupa bibit dan pupuk dari Dinperpa Kota Pekalongan. Seiring berjalannya waktu, hasil panen KT Utari makin berlimpah. Tidak hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsi harian para anggotanya, hasil kebun itu juga beberapa kali disalurkan ke dapur umum pengungsian korban banjir rob Pekalongan.
”Karena panennya melimpah, kami disarankan untuk mengolah hasil panen itu. Waktu itu kami dikasih modal sebesar Rp 1 juta oleh dinperpa. Uangnya kami pakai untuk membeli peralatan, seperti timbangan, blender, kompor, wajan, dan cetakan. Setelah itu kami berkreasi,” kata Ratna Rosanah (48), salah satu anggota KT Utari.
Makanan olahan yang mereka produksi pertama kali adalah dodol terung. Berbekal panduan sebuah video di Youtube, dodol terung berhasil diproduksi. Kendati demikian, rasanya kala itu disebut Ratna belum pas.
Setelah berulang kali mencoba, mereka menemukan takaran yang pas dan bisa memproduksi dodol terung yang enak. Dodol-dodol itu lalu dijual. Mulanya, penjualan dilakukan kepada tetangga mereka. Lambat laun, pesanan datang dari warga lain di luar Padukuhan Kraton.
Usai berhasil memasarkan dodol terung, mereka mencoba membuat olahan lain, yakni bolu terung. Bolu terung itu juga laris manis, seperti halnya dodol terung. Terung bukan satu-satunya hasil panen dari KT Utari yang diolah. Mereka juga mengolah seledri, kucai, dan kemangi menjadi stik renyah yang bercita rasa gurih. Produk-produk itu juga disukai orang-orang.
”Kemarin saat Lebaran omzet penjualan meningkat dua kali lipat. Kalau biasanya sebulan dapat Rp 1 juta, saat Lebaran bisa dapat Rp 2 juta. Uang itu kami bagi sesuai jam kerja setiap anggota. Hasilnya tidak menentu, tetapi dalam sebulan rata-rata dapat Rp 250.000 per orang,” tutur Ratna.
Baca juga: Perubahan Iklim Timbulkan Kerugian Belasan Triliun di Jateng
Bagi ibu rumah tangga seperti Ratna, Sri Handayani, Zuriyah, Cici, dan Rondiyah, uang dengan jumlah tersebut sangat berarti. Menurut Ratna, lima perempuan yang mengolah hasil panen KT Utari adalah ibu rumah tangga yang tidak bekerja. Suami mereka rata-rata bekerja sebagai petani dan pembatik. Sejak rob kerap melanda, penghasilan suami mereka turun bahkan hilang. Padahal, mereka memerlukan lebih banyak uang untuk memperbaiki bangunan rumah rusak digerus rob. Beruntung, mereka kini mendapat tambahan pemasukan yang bisa dipakai untuk membantu memenuhi kebutuhan keluarga, seperti membeli kebutuhan dapur dan biaya keperluan sekolah.
Tidak mulus
Perjalanan KT Utari menggali cuan di tengah dampak perubahan iklim tidaklah mulus. Pada awal Januari 2023, kebun KT Utari rusak karena dihantam banjir rob. Semua tanaman mati, padahal masa panen sudah dekat. Ketika banjir rob surut, kebun itu tetap saja tidak bisa langsung ditanami. Hal itu karena tanah di kebun itu asin setelah berhari-hari terendam air laut.
Berdasarkan hasil musyawarah bersama warga, KT Utari akhirnya mendapatkan pinjaman lahan. Lahan itu merupakan lahan tak terpakai milik salah satu warga. Kegiatan tanam-menanam dan panen-memanen pun bisa kembali berjalan.
Mereka berharap, persoalan rob bisa segera diatasi sehingga mereka tidak lagi waswas kebun KT Utari rusak. Ke depan, para anggota KT Utari juga berharap bisa mendapatkan akses pasar yang lebih luas. Dengan begitu, mereka bisa lebih banyak lagi memberdayakan orang-orang di sekitarnya, terutama yang kehilangan mata pencarian akibat rob.
Lurah Padukuhan Kraton Widya Putri Nugroho menuturkan, pihaknya selalu berupaya membantu mempromosikan produk-produk dari pelaku usaha di wilayahnya, termasuk KT Utari. Saat menggelar acara pertemuan, pihak kelurahan selalu membeli makanan di KT Utari untuk disuguhkan kepada para tamu.
”Ke depan, kami akan meminta petunjuk tentang bagaimana supaya produk-produk usaha dari Padukuhan Kraton itu bisa masuk dalam e-katalog Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Kalau pemerintah mau mengadakan kegiatan-kegiatan, mereka bisa beli makanan atau minumannya di tempat pelaku usaha lokal,” ujar Widya.
Widya juga bertekad akan mengajari para pelaku usaha di wilayahnya untuk menuliskan laporan keuangan dengan rapi. Laporan keuangan yang rapi bermanfaat jika suatu saat pelaku usaha berkeinginan untuk kredit usaha.
Pekarangan kantor
Di Kelurahan Panjang Wetan, Kecamatan Pekalongan Utara, warga terdampak rob juga mengolah hasil panen tanaman pangan. Jika di Padukuhan Kraton memanfaatkan lahan milik warga yang tidak terpakai untuk menanam, di Panjang Wetan, tanaman pangan ditanam di kompleks kantor kelurahan. Tanaman itu ditanam oleh Lurah Panjang Wetan, Kartoyo.
Ada berbagai macam tanaman pangan yang ditanam Kartoyo, antara lain terung, cabai, tomat, jahe, dan pisang. Kartoyo merogoh koceknya sendiri untuk membeli bibit maupun pupuk untuk tanaman-tanaman di kantornya tersebut.
”Hasil panennya saya kasih ke warga. Siapa pun yang butuh saya persilakan untuk mengambil secukupnya. Sisanya saya kasih ke ibu-ibu di Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga (UP2K) Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) untuk diolah,” ujar Kartoyo.
Di tangan anggota UP2K PPKK Panjang Wetan, hasil panen tanaman yang ditanam Kartoyo diolah menjadi kerpik terung dan kerupuk kulit pisang. Kerpik dan kerupuk itu sering kali dipesan oleh warga saat ada hajatan. Selain itu, hasil olahan UP2K PPKK Panjang Wetan juga dijual ke luar daerah, seperti Tegal, Semarang, Surabaya di Jawa Timur, dan Bandung di Jawa Barat.
”Usaha yang dijalankan ibu-ibu PKK itu cukup membantu perekonomian keluarga. Suami mereka rata-rata kesulitan bekerja, bahkan kehilangan mata pencariannya karena banjir rob yang bertahun-tahun melanda Pekalongan,” imbuh Kartoyo.
Menurut Kartoyo, warga yang kesulitan dan kehilangan pekerjaannya dulu bekerja sebagai petani dan pembatik. Kondisi itu terjadi karena banjir rob menggenang sawah dan ladang maupun pabrik-pabrik dan industri rumahan khusus batik.
Selain dilakukan oleh kelompok masyarakat, upaya menggali potensi perekonomian juga dilakukan oleh individu-individu. Di Kelurahan Pasirkratonkramat, Kecamatan Pekalongan Barat misalnya, Maman Indadun (35) melakukan budidaya ikan di tanah bengkok kelurahan yang kini tergenang rob. Usaha itu sudah dilakoninya selama dua tahun terakhir.
”Saya panen ikan setiap tiga bulan sekali. Dalam sekali panen bisa dapat Rp 1,8 juta. Lumayan buat tambah-tambah pendapatan,” kata Maman yang sehari-hari bekerja sebagai petugas kebersihan.
Ada dua jenis ikan yang dibudidayakan Maman, yakni nilai salin dan lele. Kedua ikan itu disebut Maman tahan terhadap tingkat keasinan air rob.
”Tantangannya itu kalau hujan atau banjir besar, ikannya banyak yang terbawa air. Untuk antisipasi, saya memasang jaring setinggi 3 meter, mengelilingi kolam supaya lebih aman,” ujarnya.
Pendampingan
Pemberian bantuan berupa pendampingan adaptasi di tengah dampak perubahan iklim juga dilakukan oleh pihak-pihak lain di luar pemerintah. Lembaga Kemitraan yang mendapatkan pendanaan dari Adaptation Fund (AF), misalnya, membantu membangun kapasitas masyarakat Kota Pekalongan dalam adaptasi perubahan iklim dengan pendekatan 3M, yakni mempertahankan, melindungi, dan melestarikan.
Andi Kiki, Team Leader Proyek AF Pekalongan, mengatakan, dari pendekatan mempertahankan, pihaknya telah menanam sebanyak 18.600 bibit mangrove di lahan seluas 1,4 hektar yang terbentang di tiga kelurahan, yakni Bandengan, Kandang Panjang, dan Degayu. Sementara itu, untuk pendekatan melindungi, mereka membantu menyusun Dokumen Rencana Aksi Daerah Adaptasi Perubahan Iklim (RAD API), menginisiasi pembentukan Kelompok Kerja Perubahan Iklim, serta membentuk komunitas anak muda yang peduli terhadap dampak perubahan iklim.
Baca juga: Tanpa Upaya Khusus, Pekalongan Bisa Tenggelam Tahun 2035
"Adapun untuk pendekatan melestarikan, kami telah membantu mengembangkan perekonomian warga terdampak perubahan iklim melalui proyek penanaman di wilayah perkotaan atau urban farming. Selain itu, kami juga membentuk proyek percontohan untuk pertambakan teknologi tradisional yang menggabungkan antara usaha perikanan dengan penanaman bakau atau wanamina," tutur Kiki.
Proyek percontohan urban farming dan wanamina itu dilakukan di Kelurahan Krapyak, Kecamatan Pekalongan Utara. Pada program pemberdayaan melalui urban farming, ada sepuluh warga yang diberdayakan. Mereka diberi bantuan berupa bantuan berupa bibit tanaman dan peralatan penunjang aktivitas pertanian.
”Kami juga diajari cara memproduksi pupuk dengan bahan baku eceng gondok dan bulu ayam. Di sini eceng gondok tumbuh subur di genangan-genangan rob bahkan di sungai, jadi dipakai untuk bikin pupuk saja,” ujar Nur Rohmah, Koordinator Kelompok Urban Farming Nusa Indah Krapyak.
Dengan pupuk eceng gondok, produktivitas tanaman pangan yang ditanam, seperti cabai, terung, tomat, jambu kristal, dan alpukat bisa meningkat hingga dua kali lipat. Hasil panen dari usaha pertanian tersebut biasanya dimanfaatkan oleh anggota kelompok untuk memenuhi kebutuhan konsumsi keluarganya. Sebagian disisihkan untuk dibagikan kepada masyarakat yang membutuhkan.
Sementara itu, pada program wanamina, ada 24 orang yang diberdayakan. Mereka adalah warga sekitar dan mahasiswa. Selain membudidayakan hewan laut, seperti ikan dan kepiting, mereka juga akan dibekali dengan ilmu-ilmu budidaya di air yang salinitasnya tinggi. Mengingat, wilayah tersebut kerap kali disapu banjir rob.
Jika sudah bisa melakukan budidaya dan mendapatkan pengetahuan, mereka diharapkan bisa melakukan usaha pertambakan secara mandiri. Dengan begitu, perekonomian mereka bisa meningkat dan mereka bisa membuka lapangan kerja baru.
Wali Kota Pekalongan Afzan Arslan Djunaid mengatakan, pihaknya telah bekerja sama dengan berbagai pihak untuk mengatasi dampak perubahan iklim di wilayahnya. Selain dibantu oleh Pemerintah Provinsi Jateng dan pemerintah pusat, Kota Pekalongan juga banyak dibantu oleh pihak swasta.
Selama ini, berbagai macam program pembangunan infrastruktur telah dilakukan pemerintah untuk menghalau rob. Pemerintah juga membantu warga dalam proses adaptasi di tengah perubahan iklim yang terjadi, salah satunya melalui penyelenggaraan Pameran Inovasi dan Adaptasi Perubahan Iklim, Kamis.
”Tujuan diadakannya pameran ini adalah untuk mengedukasi masyarakat akan pentingnya aksi adaptasi perubahan iklim. Pameran ini juga diharapkan bisa menjadi wadah jejaring sekaligus memberikan ruang dan apresiasi bagi peneliti atau inisiator,” tutur Afzan.