Solidaritas yang Tumbuh Subur di Tengah Genangan Rob Pekalongan
Perasaan senasib sepenanggungan membuat warga terdampak rob di Kota Pekalongan, Jawa Tengah, bergotong royong meraih hidup yang lebih nyaman. Pemerintah juga menyiapkan sejumlah strategi untuk mengatasi persoalan rob.
Banjir rob yang terjadi sebagai dampak perubahan iklim menimbulkan kerusakan di hampir berbagai aspek kehidupan masyarakat di Kota Pekalongan, Jawa Tengah. Di tengah persoalan tersebut, solidaritas antarwarga di kawasan itu tumbuh subur. Mereka bahu-membahu membebaskan diri dan lingkungannya dari belenggu banjir rob ataupun genangan.
Solidaritas itu salah satunya tumbuh di Kampung Gandengsari, Kelurahan Panjang Wetan, Kecamatan Pekalongan Utara, Kota Pekalongan. Bertahun-tahun dilanda rob membuat wilayah mereka kotor. Lingkungan itu disebut penuh sampah, baik sampah dari laut maupun sampah rumah tangga yang dibuang sembarangan oleh warga.
”Kalau hujan tiba, sampah-sampah itu masuk ke selokan air dan menutup jalan air. Akibatnya, air meluap dan jadilah banjir. Jadi, wilayah ini selain kena banjir rob, juga kena banjir saat hujan deras,” kata Casdianto (44), warga Kampung Gandengsari saat ditemui, Selasa (18/7/2023).
Baca juga: Atasi Dampak Perubahan Iklim, Strategi Adaptasi Disiapkan
Lelah karena terus dilanda banjir membuat masyarakat sepakat untuk mengubah kondisi kampungnya. Setidaknya sekali dalam sepekan, mereka mengadakan kerja bakti membersihkan lingkungan. Kebiasaan membuang sampah sembarangan pun diakhiri.
Pelan-pelan, daerah yang dulunya disebut kumuh itu bertransformasi menjadi daerah yang bersih dan rapi. Pada Selasa, misalnya, hampir tidak ada sampah di kampung itu selain di tempat sampah.
Menurut Sri Asih (35), warga Kampung Gandengsari, masyarakat di kampungnya punya kebiasaan memilah sampah, setidaknya setahun terakhir. Sampah organik biasanya dikumpulkan di satu tempat untuk diolah menjadi pupuk. Sementara itu, sampah-sampah anorganik yang bisa didaur ulang dikumpulkan di bank sampah.
”Sampah anorganik dari setiap rumah dikumpulkan di bank sampah kampung seminggu sekali. Nanti, sampahnya kami timbang lalu kami catat jumlahnya. Sampah-sampah itu nanti akan ditukar dengan uang,” ujar Asih, yang merupakan pengurus Bank Sampah Mutiara Kampung Gandengsari.
Asih menyebut, pengurus bank sampah menyetorkan sampah-sampah warga ke bank sampah tingkat Kota Pekalongan. Uang dari bank sampah kota itu akan dibagikan kepada warga sesuai dengan jumlah sampah yang mereka setorkan.
Baca juga: Perubahan Iklim Timbulkan Kerugian Belasan Triliun di Jateng
”Uang yang didapat warga dari aktivitas ini tidak banyak, paling cuma Rp 15.000 per bulan. Tapi mereka senang. Bagi kami, yang terpenting adalah bisa sama-sama menjaga lingkungan tetap bersih. Biar sama-sama nyaman,” imbuh Asih.
Karena konsisten menjaga kebersihan dan kerapian, kampung itu sering dijadikan perwakilan kelurahan dan kecamatan dalam berbagai lomba di tingkat Kota Pekalongan. Hasilnya, kampung itu selalu menyabet gelar juara dalam kategori kampung paling bersih.
Uruk jalan
Gotong royong untuk membuat lingkungan menjadi lebih baik juga dilakukan oleh warga Kelurahan Padukuhan Kraton, Kecamatan Pekalongan utara. Di kawasan itu, warga iuran untuk membeli bahan material, seperti pasir dan batu untuk menguruk jalanan yang terendam rob supaya bisa tetap dilalui.
”Keswadayaan masyarakat di sini sangat tinggi. Jalanan di hampir setiap gang itu semua diuruk secara swadaya oleh mereka. Pemerintah kota baru bisa membantu menguruk jalan pada 2022 karena anggaran yang terbatas. Sebelum itu, semuanya swadaya masyarakat,” ujar Lurah Padukuhan Kraton, Widya Putri Nugroho.
Solidaritas yang tinggi juga beberapa kali ditunjukkan oleh warga Padukuhan Kraton, salah satunya saat banjir rob yang besar menerjang permukiman warga, awal Januari 2023. Kala itu, puluhan warga yang tergabung Kelompok Tani Usaha Tani Mandiri (KT Utari) Padukuhan Kraton menyalurkan sayur-mayur hasil panen mereka ke dapur umum korban banjir rob.
Keswadayaan masyarakat di sini sangat tinggi. Jalanan di hampir setiap gang itu semua diuruk secara swadaya oleh mereka.
Tak lama setelah itu, banjir rob kembali menyapu permukiman. Giliran kebun milik KT Utari yang terendam. Kondisi itu membuat tanaman di kebun itu rusak dan mati. Setelah banjir surut, anggota KT Utari tak bisa bercocok tanam di lahan itu karena tanahnya asin akibat terlalu lama terendam air laut.
Seorang warga kemudian menawarkan lahannya yang tak terpakai untuk dimanfaatkan KT Utari bercocok tanam. Sejak saat itu, usaha pertanian KT Utari kembali bangkit. Berbagai sayuran yang ditanam, seperti cabai, tomat, terung, kucai, kemangi, dan seledri tumbuh subur di lahan itu.
”Warga yang membutuhkan boleh mengambil secukupnya hasil panen di kebun ini. Kalau misalnya ada yang pengin belajar menanam, nanti saya juga bisa mengajari. Jadi, biar semakin banyak kebun tanaman pangan di sini,” tutur Slamet (57), salah satu anggota KT Utari.
Menurut Slamet, semakin banyak kebun akan semakin banyak juga warga yang bisa mandiri pangan. Saat ada gejolak harga di pasar, warga juga tidak terpengaruh karena apa yang mereka konsumsi bisa diambil secara gratis dari kebunnya masing-masing.
Kendaraan bermotor
Air rob yang sampai saat ini masih menggenangi sebagian Kota Pekalongan turut merusak barang-barang berharga milik warga, termasuk kendaraan bermotor. Riyatno (58), salah satu ketua rukun tetangga di Kampung Bugisan, Kelurahan Panjang Wetan, mengatakan, setidaknya dua kali dalam setahun sepeda motor miliknya masuk bengkel untuk servis besar karena sering dipakai menerjang rob. Setiap satu kali servis besar, Riyanto harus merogoh kocek hingga Rp 800.000.
Kondisi itu lantas membuat masyarakat Kampung Bugisan memanfaatkan lahan kosong milik seorang warga yang tak terendam rob untuk menyimpan kendaraan mereka. Adapun sebagian lagi memilih untuk memarkirkan begitu saja kendaraan mereka di pinggir jalan kampung.
”Warga sudah biasa meninggalkan sepeda motor di pinggir jalan. Mereka tidak khawatir kendaraannya hilang atau dicuri karena, ya, memang tidak pernah ada yang maling. Warga itu saling jaga sehingga maling juga takut kalau mau macam-macam di sini,” kata Riyanto.
Sosiolog Universitas Negeri Semarang, Fulia Aji Gustaman, mengatakan, gerakan-gerakan gotong royong yang muncul di tengah masyarakat Kota Pekalongan merupakan bentuk dari solidaritas mekanik. Solidaritas mekanik biasanya muncul karena adanya kesamaan nasib, yakni sama-sama menjadi korban banjir rob dan kesamaan tujuan, yakni bertahan hidup di tengah rob.
”Orang-orang di kawasan itu punya kesamaan alasan tetap bertahan meski hidupnya susah karena rob. Bisa jadi, mereka tidak ada biaya, kemudian mereka ingin mempertahankan asetnya, hingga ingin mempertahankan supaya kampung halamannya tidak hilang,” imbuh Aji.
Aji menambahkan, setelah bertahun-tahun bertahan di kawasan itu, masyarakat akhirnya berdamai dengan rob. Hal itu mulai terlihat dari adanya berbagai upaya yang dilakukan oleh masyarakat untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang dirasa bisa membantu meningkatkan kenyamanan mereka di daerah itu, seperti membersihkan lingkungan, memperbaiki jalan secara swadaya, saling menjaga kendaraan, hingga membagikan hasil panen untuk meringankan beban pengeluaran konsumsi warga.
Strategi
Melihat warganya pontang-panting berjuang menghadapi rob, Pemerintah Kota Pekalongan tak tinggal diam. Pemerintah telah menyusun sejumlah strategi yang bakal dilakukan untuk menangani rob serta meringankan beban warga terdampak.
”Strategi yang kami lakukan, yakni merencanakan penataan ruang dan kawasan untuk antisipasi dampak perubahan iklim, mengelola daerah aliran sungai, dan menyesuaikan mata pencaharian penduduk supaya lebih berkelanjutan,” kata Pelaksana Harian Sekretaris Daerah Kota Pekalongan Anita Heru Kusumorini.
Selain itu, mereka juga akan mengalokasikan anggaran rutin dan nonrutin untuk mengatasi dampak perubahan iklim, mengintegrasikan penanganan dampak perubahan iklim dalam semua dokumen perencanaan pembangunan, dan berkolaborasi dengan berbagai pihak.
Hingga kini, pemerintah setempat sudah melakukan berbagai langkah mitigasi dan adaptasi terhadap banjir rob atau genangan. Langkah mitigasi yang ditempuh salah satunya membangun infrastruktur pengendali rob. Sementara itu, langkah adaptasi yang dilakukan, yakni membentuk kampung iklim, membuat kawasan rumah pangan lestari, dan mendampingi masyarakat untuk menemukan mata pencarian yang sesuai.