700 Hektar Hutan Mangrove di Langkat Dibabat, Polisi Tindak Pelaku
Polda Sumut menangkap dua pembalak hutan mangrove di Langkat. Pembalak sudah menebang 700 hektar sejak tahun 2020. Kayu bakau digunakan untuk membuat arang. Pembalakan terjadi di tengah kerusakan yang kian luas.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Kepolisian Daerah Sumatera Utara menangkap dua pembalak hutan mangrove di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Pembalak sudah menebang 700 hektar hutan mangrove. Pembalakan yang sudah terjadi sejak tahun 2020 itu mengambil kayu bakau untuk dijadikan arang. Pembalakan terjadi di tengah kerusakan mangrove yang cukup besar di Sumut.
”Mangrove ini sangat penting untuk kita selamatkan. Kami temukan dua orang dan kami sudah tangkap. Kami tahu ada beberapa yang melarikan diri dan akan kami kejar,” kata Kepala Polda Sumut Inspektur Jenderal Agung Setya Imam Effendi, Selasa (1/8/2023).
Agung mengatakan, hutan mangrove itu berada di kawasan hutan produksi di Lubuk Kertang, Kecamatan Berandan Barat, Langkat. Dari 1.200 hektar hutan mangrove di kawasan itu, sebanyak 700 hektar sudah rusak akibat pembalakan.
Pantauan Kompas dari helikopter, tanaman bakau yang berada di tengah hutan sudah habis ditebang. Sementara pohon bakau di pinggir hutan dibiarkan tumbuh agar tidak terlihat dari jalan atau permukiman.
Agung juga turun langsung meninjau hutan mangrove dengan menggunakan kapal patroli polisi. Dua orang ditangkap pada Jumat (28/7/2023) saat melakukan aktivitas pembalakan di lapangan, yaitu Safrik alias Abah (59) dan Jamiludin alias Udin (51).
Safrik merupakan pelaku yang menebang dan menjual pohon bakau. Dia menebang bakau berdiameter 3-4 sentimeter dengan panjang sekitar 3 meter. Safrik lalu mengangkut sekitar 40 batang bakau dengan menggunakan kapal kayu nelayan.
Kayu itu kemudian dijual kepada Udin seharga Rp 300.000-Rp 400.000. Udin lalu mengolahnya menjadi arang dengan membakar di tungku-tungku besar yang dibuat di dekat hutan mengrove.
Arang lalu dijual ke gudang eksportir di Medan dengan harga Rp 4.000 per kilogram. Dari satu ton arang, pembalak di lapangan mendapat sekitar Rp 1 juta. Gudang di Medan merupakan milik Ahmad Sukemi alias Gepeng. Sukemi kini masih dalam pencarian polisi.
Selain dari Langkat, Sukemi diduga membeli arang juga dari beberapa tempat, seperti Kepulauan Riau hingga Sumatera Selatan. Sukemi diduga mengendalikan pembalakan hutan mangrove di beberapa tempat di Sumatera.
Penebangan pohon itu, kata Agung, tidak memiliki izin apa pun, termasuk dokumen surat keterangan sahnya hasil hutan (SKSHH). Pelaku akan dijerat dengan tindak pidana memanen atau memungut hasil hutan tanpa memiliki hak sebagaimana diatur dalam Pasal 36 Paragraf Kehutanan pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
Pengajar di Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara, Profesor Mohammad Basyuni, mengatakan, pembalakan kawasan hutan mangrove Lubuk Kertang itu sudah terjadi paling tidak sejak tahun 2020. ”Kerusakan sudah cukup parah karena lebih dari setengah hutan mangrove Lubuk Kertang sudah ditebang. Penindakan ini sangat penting untuk menghentikan pembalakan,” katanya.
Pelaksana Tugas Bupati Langkat Syah Afandin mengatakan, hutan mangrove sangat penting untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup di daerah pesisir. Hutan mangrove merupakan bagian dari ekosistem pesisir yang berfungsi sebagai tempat pemijahan ikan secara alami. Ekosistem mangrove juga merupakan habitat udang dan kepiting bakau.
”Tangkapan nelayan di pesisir Langkat dalam beberapa tahun ini menurun karena pembalakan hutan mangrove. Semoga penindakan ini bisa memberikan efek jera dan menghentikan pembalakan,” kata Afandin.
Menurut data Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM), luas hutan mangrove yang tersisa di Sumut 57.490 hektar. Sementara mangrove potensial atau yang rusak sebanyak 29.417 hektar. Mangrove potensial ini terdiri dari tanah timbul (16.883 hektar), tambak (9.418 hektar), lahan terbuka (2.891 hektar), mangrove terabrasi (153 hektar), dan area terabrasi (72 hektar).
BRGM menyebut kerusakan hutan mangrove terutama karena pembalakan kayu untuk arang, alih fungsi menjadi tambak, dan juga menjadi perkebunan sawit. BRGM menyusun target indikatif percepatan rehabilitasi mangrove di Sumut dengan total 50.674 hektar pada 2021-2024. Ekosistem mangrove yang ada saat ini pun perlu direhabilitasi karena terdiri dari mangrove jarang dan mangrove sedang (Kompas, 8/11/2023).