Operasi SAR Ditutup, Delapan Petambang di Banyumas Dinyatakan Hilang
Tujuh hari operasi SAR, delapan petambang tidak bisa dievakuasi. Mereka dinyatakan hilang.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·3 menit baca
PURWOKERTO, KOMPAS — Pencarian delapan petambang di Desa Pancurendang, Kecamatan Ajibarang, Banyumas, Jawa Tengah, ditutup pada Selasa (1/8/2023). Terkendala beragam hal, semua korban belum bisa diselamatkan dan dinyatakan hilang.
Selasa adalah hari ketujuh atau hari terakhir operasi SAR bagi petambang yang terjebak di lubang sedalam 60 meter itu. Berbagai metode disebut sudah dilakukan. Sedikitnya 250 anggota tim gabungan dikerahkan di lokasi kejadian.
”Berdasarkan evaluasi, kondisi alam, serta kesulitannya, kami menyampaikan, delapan orang itu dinyatakan hilang,” kata Kepala Badan SAR Cilacap Adah Sudarsa, Selasa sore.
Adah menyampaikan, ada beberapa kendala yang menyulitkan evakuasi. Selain lubang sempit, air di dalamnya terus bertambah, peralatan listrik di dalam lubang juga berbahaya bagi tim penyelamat.
”Apalagi ini sudah hari ketujuh. Kemungkinan ada kejenuhan tanah yang menyebabkan longsor di dalam lubang,” papar Adah.
Selain menutup pencarian, warga, tim SAR, dan keluarga korban menggelar shalat gaib. Mereka menaburkan bunga di sumur Bogor, tempat delapan petambang terjebak sejak Selasa (25/7/2023) malam.
Ujang (46), paman dari Rama Abd Rohman, salah satu petambang yang terjebak, mengatakan, keluarga ikhlas. ”Intinya sudah rida karena kita sudah tidak bisa apa-apa,” kata Ujang.
Ujang menyebut, Rohman sebelumnya bekerja sebagai tukang bangunan di Bogor. Penggalian di Banyumas adalah pengalaman pertama Rohman menambang emas.
”Mungkin dia diajak rekan-rekannya. Di keluarga pun tidak ada yang menambang. Ayahnya pedagang sayur keliling,” katanya.
Marmudin (40), kakak dari Marmumin, korban lainnya, juga sudah lapang dada. Dia menyebut, adiknya hanya bekerja serabutan. Dia bahkan tidak tahu kapan Marmumin mulai menambang emas.
”Terakhir dia pamit mau menambang ke Jawa. Dia tidak belajar menambang. Semua karena tuntutan kebutuhan pekerjaan,” katanya.
Idik (63), perwakilan keluarga korban, menyampaikan, pekerjaan menambang emas dilakoni karena tuntutan kebutuhan hidup. Semua dilakukan spontan.
”Tidak ada keahlian khusus, tidak ada teori, langsung praktik,” ujar Idik.
Ahli Forensik dari RSUD Margono dokter Zaenuri Hidayat mengatakan, penelitian terkait kondisi di dalam tambang masih dilakukan. Bakal dilihat, faktor apa saja yang berpotensi membahayakan petambang, apakah kekurangan oksigen atau kelaparan.
”Kita akan lihat apakah ada aliran oksigen atau tidak. Jika tidak ada oksigen kemungkinan bertahan hidup kecil. Namun, jika kelaparan mereka bisa bertahan sampai satu minggu,” katanya.
Terkait blower yang sudah terendam air sejak hari pertama, Zaenuri menyebutkan, alat itu bukan penyuplai oksigen utama. ”Semua tergantung cadangan oksigen. Luas rongga tempat korban terjebak sangat menentukan. Jika sempit, bisa cepat memicu kematian,” paparnya.
Kepala Polresta Banyumas Komisaris Besar Edy Suranta Sitepu menyampaikan, penyidikan masih berlangsung. Ke depan, aparat akan berjaga di sekitar tambang. Rumah semipermanen hingga lubang tambang bakal ditutup.
”Proses penambangan di sini sangat berbahaya. Saya mengimbau masyarakat tidak menambang lagi di sini,” katanya.
Tambang ilegal ini sudah beroperasi sejak 2014. Total terdapat 35 lapak atau bangunan semipermanen di mana terdapat lubang galian di tempat ini. Empat orang sebagai pemodal, pengelola, dan pemilik tanah sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.
Selain proses yang berbahaya, Kepala Cabang Dinas Energi Sumber Daya Mineral Wilayah Selatan Provinsi Jawa Tengah Mahendra Dwi Atmoko menyampaikan, sumber air di kedalaman lebih dari 40 meter menjadi salah satu pemicu kerawanan. Aktivitas tambang rentan merusak sumber air dan memicu dampak serupa yang berbahaya.
Kepala Desa Pancurendang Narisun menyebutkan, penutupan tambang akan membuat sebagian warga kehilangan mata pencarian. Namun, dia akan menghormati keputusan itu.
”Sebenarnya keberatan, tapi bagaimana lagi. Warga nanti akan kembali bekerja sebagai buruh pembuat genteng, buruh angkut di pasar, dan buruh tani,” katanya.