Kedatangan Prajurit Kodam I ke Polrestabes Medan Dinilai Intervensi Hukum
Kedatangan puluhan prajurit Kodam I Bukit Barisan ke ruang penyidik Polrestabes Medan dinilai merupakan intervensi hukum. Seorang tersangka warga sipil ditangguhkan penahanannya setelah adanya dugaan intimidasi itu.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Kedatangan puluhan prajurit Kodam I Bukit Barisan ke ruang penyidik Kepolisian Resor Kota Besar Medan dinilai merupakan intervensi hukum. Seorang tersangka kasus yang merupakan warga sipil ditangguhkan penahanannya setelah adanya dugaan intimidasi oleh aparat Kodam I Bukit Barisan.
”Kami sangat menyayangkan sikap puluhan anggota TNI dari Kodam I Bukit Barisan yang mendatangi ruang penyidik Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Medan. Kami menilai ini adalah intervensi proses penegakan hukum,” kata Direktur Lembaga Bantuan Hukum Medan Irvan Syahputra, Minggu (6/8/2023).
Puluhan prajurit TNI mendatangi Satreskrim Polrestabes Medan pada Sabtu (5/8/2023) dengan dipimpin oleh Mayor Dedi Hasibuan, penasihat hukum dari Hukum Kodam (Kumdam) I Bukit Barisan. Dalam video yang beredar di media sosial, Dedi tampak berdebat dengan Kepala Satreskrim Polrestabes Medan Komisaris Fathir Mustafa. Dengan nada tinggi, Dedi meminta seorang tersangka yang merupakan keluarganya ditangguhkan penahanannya.
Irvan menyebut, tindakan yang dilakukan oleh anggota Kodam I Bukit Barisan itu jelas-jelas merupakan intervensi penegakan hukum. Mereka mengerahkan puluhan prajurit hingga ke ruang penyidikan untuk mempersoalkan proses penegakan hukum yang sedang berjalan. Penahanan atau penangguhan penahanan adalah proses penegakan hukum yang tidak boleh diintervensi oleh siapa pun.
”Apalagi, yang menjadi tersangka adalah warga sipil. Kenapa yang berkoordinasi justru Kodam I Bukit Barisan,” kata Irvan.
Hal serupa juga disampaikan oleh Ketua Dewan Nasional Setara Institute Hendardi. Menurut Hendardi, kedatangan puluhan anggota Kodam I Bukit Barisan ke ruang penyidik kepolisian jelas-jelas merupakan intervensi penegakan hukum.
”Mayor Dedi mengaku bersilaturahmi ke Polrestabes Medan. Namun, ini lebih menyerupai intervensi kinerja penegakan hukum,” kata Hendardi.
Hendardi juga menyesalkan respons dari Kodam I Bukit Barisan dan dari Polda Sumut yang terlihat permisif dan memaklumi kejadian tersebut. Pola penyelesaian seperti itu sudah berulang dalam beberapa kasus. Menurut Hendardi, Pola ini sama dengan intimidasi penegakan hukum kasus korupsi Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi. Namun, kedua institusi menganggap itu adalah koordinasi.
”Semuanya berakhir dengan pernyataan bersama antara perwakilan institusi TNI dan Polri. Sinergi dan soliditas palsu inilah yang membuat kasus serupa berulang. Kerangka relasi sipil-militer yang sehat dalam negara demokratis dan kepatuhan asas kesamaan di muka hukum tidak terjadi,” kata Hendardi.
Yang menjadi tersangka adalah warga sipil. Kenapa yang berkoordinasi justru Kodam I Bukit Barisan. (Irvan Syahputra)
Kepala Penerangan Kodam I Bukit Barisan Kolonel Rico Julyanto Siagian membenarkan kedatangan anggota dari Hukum Kodam (Kumdam) I Bukit Barisan ke Polrestabes Medan itu. ”Dia (Mayor Dedi) datang ke Satreskrim secara pribadi, tetapi sekaligus menjadi penasihat hukum dari keluarga,” kata Rico.
Rico menyebut, meskipun Mayor Dedi membawa sejumlah anggota Kodam I Bukit Barisan, tetapi mereka datang untuk bersilaturahmi dan tidak ada intervensi penegakan hukum. Rico menyebut, Dedi merupakan penasihat hukum tersangka yang merupakan keluarganya. Karena itu, Dedi membawa surat permohonan penangguhan penahanan yang ditandatangani oleh Kepala Kumdam I Bukit Barisan.
”Si Dedi Hasibuan, selain keluarga juga penasihat hukum tersangka. Sementara, induknya adalah Kumdam. Otomatis dia harus meminta izin kepada Kakumdam. Bentuk izin itu diberikan surat penangguhan,” kata Rico.
Rico menyebut, kedatangan puluhan personel Kodam I Bukit Barisan juga bukan merupakan intervensi, penggerudukan, atau hal lainnya. Kedatangan itu disebut sebagai silaturahmi dan kedua institusi tetap solid.
Kepala Bidang Humas Polda Sumut Komisaris Besar Hadi Wahyudi mengatakan, kejadian itu merupakan kesalahpahaman antara personel, bukan institusi. ”Kami perlu sampaikan bahwa Kodam I Bukit Barisan dan Polda Sumut tetap solid dan berkomitmen terhadap proses penegakan hukum,” kata Hadi.
Hadi mengatakan, Mayor Dedi merupakan penasihat hukum dari tersangka berinisial ARH. ARH ditahan setelah dijadikan tersangka kasus tindak pidana pemalsuan tanda tangan sertifikat tanah. Setelah kejadian itu, penahanan ARH akhirnya ditangguhkan oleh Polrestabes Medan.