Peluang Wisata Medis dan Wisata Kesehatan Terbuka bagi Bali
Bali mengembangkan wisata medis dan wisata kesehatan untuk memperluas sektor pariwisata di Bali. Pengembangan wisata medis dan kesehatan berpeluang meningkatkan kunjungan wisatawan ke Indonesia.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA M PUTRA
·4 menit baca
DENPASAR, KOMPAS — Pemerintah Bali mengambil terobosan dalam mengembangkan industri pariwisata, yang masih menjadi tulang punggung ekonomi Bali, dengan membangun fasilitas dan jejaring kerja sama untuk mengembangkan wisata medis dan wisata kesehatan di ”Pulau Dewata”. Pengembangan wisata medis dan wisata kesehatan di daerah berpenduduk 4,32 juta jiwa ini berpeluang meningkatkan kunjungan wisatawan dan lama tinggal wisatawan di Indonesia, khususnya di Bali.
Gubernur Bali Wayan Koster menyampaikan, pemerintah sudah membuka dua kawasan ekonomi khusus (KEK) di Bali, satu di antaranya adalah KEK Sanur yang dilengkapi pusat layanan kesehatan berkelas dunia.
Dalam pengembangan KEK Sanur sebagai pusat layanan kesehatan itu, menurut Koster dalam pembukaan seminar internasional tentang wisata kesehatan di Gedung Wiswa Sabha kompleks Kantor Gubernur Bali, Kota Denpasar, Kamis (10/8/2023), sudah dijalin kerja sama dengan Mayo Clinic.
”Akhir tahun ini satu unit layanan medis (di Sanur) selesai dibangun,” kata Koster dalam pembukaan seminar internasional itu. ”Saya minta agar itu juga menjadi kesempatan untuk alih pengetahuan,” ujar Koster lebih lanjut.
Dalam sambutannya secara di dalam jaringan (daring), Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, Bali masih terkait dengan pariwisata. Kondisi itu menempatkan Bali rentan terganggu perekonomiannya apabila pariwisata terganggu.
Budi menyatakan, Presiden Joko Widodo memikirkan kondisi Bali yang terpuruk saat pandemi Covid-19 sehingga Presiden Joko Widodo berpesan agar Bali disiapkan untuk kawasan industri yang dapat memastikan keselamatan Bali di masa depan.
Membutuhkan pelayanan
Budi menambahkan, pemerintah menyiapkan industri yang sesuai dengan potensi Bali, yakni pariwisata, dengan salah satu fokusnya adalah wisata medis dan kesehatan.
”Industri wisata medis dan kesehatan ini sangat berkaitan dengan pariwisata karena membutuhkan pelayanan yang ramah dan terintegrasi dengan fasilitas yang sudah ada,” kata Budi.
”Wisatawan ke Bali bukan hanya untuk melihat keindahan alam dan seni budaya, tetapi juga untuk merawat jiwa dan raganya,” ujarnya.
Serangkaian pembukaan seminar internasional yang dirangkai dengan peluncuran produk kesehatan dilangsungkan pula penandatanganan kesepakatan bersama antara Gubernur Bali dan pimpinan rumah sakit pengampu 10 layanan prioritas kesehatan. Seremoni penandatanganan itu dilaksanakan pada awal pembukaan seminar di Gedung Wiswa Sabha kompleks Kantor Gubernur Bali itu.
Delapan rumah sakit besar di Indonesia bermitra dengan Pemprov Bali dan Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Prof dr I Goesti Ngoerah Gde Ngoerah, Sanglah, dalam memberikan pelayanan kesehatan, di antaranya RS Kanker Dharmais Jakarta, RS Pusat Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta, RS Pusat Otak Nasional Prof Dr dr Mahar Mardjono, dan RSUP Nasional Dr Cipto Mangunkusumo serta RS Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta.
Selain itu, kemitraan juga dijalin dengan RSUP Persahabatan, RS Penyakit Infeksi Prof Dr Sulianti Saroso Jakarta, dan RS Jiwa dr H Marzoeki Mahdi Jawa Barat.
Konon, Ubud berasal dari kata ubad atau obat. (Budi Gunadi)
Lebih lanjut, dalam sambutannya secara daring, Kamis (10/8/2023), Menteri Kesehatan juga menyatakan, Pulau Bali memiliki kelengkapan yang dibutuhkan dalam membangun dan mengembangkan segmen wisata medis dan wisata kesehatan.
Budi mengungkapkan, Ubud bukan hanya menjadi daerah wisata di Bali, tetapi juga memiliki cerita berkaitan dengan pengobatan. ”Konon, Ubud berasal dari kata ubad atau obat,” katanya.
Staf Khusus Menkes Laksono Trisnantoro mengatakan, pengembangan wisata medis dan wisata kesehatan di Indonesia, khususnya di Bali, menyediakan pilihan bagi orang yang sedang sakit dan membutuhkan penanganan secara medis.
Hal itu juga berlaku bagi orang yang masih sehat dan berkeinginan tetap sehat untuk bisa mendapatkan pelayanan medis dan pelayanan kesehatan tanpa perlu keluar negeri. Apalagi, pengembangan wisata medis dan wisata kesehatan di Bali ditunjang alam dan lingkungan.
”Bagaimana mencegah orang jangan sakit itu penting. Apalagi, dengan pengalaman semasa pandemi Covid-19,” kata Laksono di Gedung Wiswa Sabha, Kota Denpasar, Kamis (10/8/2023). ”Setelah krisis pandemi ini berakhir, orang semakin didorong dan semakin berupaya agar hidupnya lebih sehat, baik dengan berolahraga maupun menikmati kehidupan sehat. Bali memberikan keuntungan itu,” ujarnya.
Adapun Koster mengatakan, kondisi Bali pascapandemi Covid-19 sudah menunjukkan pemulihan yang menggembirakan. Dari sisi kunjungan wisatawan, kedatangan wisatawan mancanegara ke Bali sudah mencapai rata-rata 18.000 kunjungan per hari.
Jumlah itu dinyatakan lebih tinggi dibandingkan kondisi sebelum pandemi Covid-19. ”Jikalau Kemenparekraf menargetkan kunjungan wisman ke Bali mencapai 4,5 juta pada 2023, saya boleh mengatakan akan melampauinya, yakni sekitar 5 juta (kunjungan),” ujar Koster.
Koster juga menyebutkan, wisatawan yang datang ke Bali lebih mampu karena biaya transportasi berwisata saat ini masih mahal. Kondisi itu harus dapat dimanfaatkan Bali dengan membuka segmen wisata baru yang akan mendorong wisatawan berdiam lebih lama di sini. Pemikatnya, antara lain, wisata kesehatan, wisata olahraga, dan wisata pendidikan.
Koster mengakui, Bali tetap memerlukan pariwisata, tetapi Bali sedang mengembangkan perekonomiannya agar tidak semata-mata bergantung dari satu sektor.
Untuk itu, dia mengapresiasi penandatanganan kesepakatan kemitraan dengan pengelola rumah sakit pengampu layanan prioritas tersebut. ”Mudah-mudahan kerja sama ini serius dan akan menjadikan kemajuan yang progresif dalam penanganan kesehatan di Bali,” katanya.