Lagi, Pengedar Sabu Jalur Tanjungbalai Dijatuhi Vonis Mati
Pengedar 50 kilogram sabu, Syahrul alias Salu (45), divonis mati majelis hakim Pengadilan Negeri Kisaran, Asahan, Sumut. Hal yang memberatkan, Syahrul sudah lima kali mengangkut narkoba di jalur perairan Tanjungbalai.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Pengedar narkoba yang membawa 50 kilogram sabu, Syahrul Syahputra alias Salu (45), dijatuhi vonis mati oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Kisaran, Kabupaten Asahan, Sumatera Utara, Senin (14/8/2023). Hal yang memberatkan, Syahrul sudah lima kali mengangkut narkoba yang diselundupkan dari Malaysia melalui jalur perairan Kota Tanjungbalai.
”Menyatakan terdakwa Syahrul Syahputra terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana menjadi perantara jual beli narkotika. Menjatuhkan terhadap terdakwa pidana mati,” kata Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kisaran Erika Sari Emsah Ginting, sebagaimana dikutip dari sistem informasi penelusuran perkara PN Kisaran sipp.pn-kisaran.go.id.
Syahrul sudah lima kali mengangkut narkoba yang diselundupkan dari Malaysia melalui jalur perairan Kota Tanjungbalai.
Vonis itu dibacakan Erika bersama dua hakim anggota, yakni Antoni Trivolta dan Irse Yanda Perima, di hadapan jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Negeri Kisaran yang diketuai Raymond Saptahari dan terdakwa Syahrul.
Majelis hakim memerintahkan terdakwa tetap ditahan dan barang bukti 50 kilogram sabu dirampas untuk dimusnahkan. Vonis itu sama dengan tuntutan jaksa yang meminta hakim menjatuhkan vonis mati terhadap terdakwa.
Erika mengatakan, terdakwa terbukti menjemput 50 kilogram sabu di Kecamatan Kepayang, Asahan, pada 13 Februari 2023. Dia menjemput sabu setelah mendapat telepon dari seorang bandar bernama Jefri, yang hingga kini masih buron, sehari sebelumnya.
Setelah tiba di tempat yang disebutkan Jefri, dia bertemu dengan Namu yang baru mengambil sabu dari sebuah kapal di perairan Tanjungbalai. Sabu dikemas dalam 50 bungkus teh China merek Guanyinwang. Sabu itu dibungkus dengan kain sarung motif merah dan dimasukkan ke dalam tas berwarna biru.
Setelah Namu memasukkan tas berisi sabu ke dalam mobil, Syahrul langsung mengendarai mobil. Dia berencana membawa sabu ke Medan sebagaimana diperintahkan oleh Jefri. Namun, baru beberapa saat bergerak, aparat Satuan Reserse Narkoba Kepolisian Resor Asahan mencegat Syahrul di jalan protokol Kisaran.
Polisi yang sebelumnya telah mendapat informasi tentang rencana pengiriman narkoba itu pun menangkap Syahrul dan menyita 50 kilogram sabu dari kabin mobil yang dikendarainya.
Syahrul terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 114 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Atas putusan itu, Syahrul mengajukan banding.
Jalur Tanjungbalai
Dalam beberapa bulan ini, sejumlah pengedar narkoba di Sumut dijatuhi vonis mati. Penyelundupan narkoba menggunakan jalur yang sama, yakni pengiriman dari Malaysia melalui perairan Tanjungbalai di Selat Malaka. Pengedar menjemput sabu di perairan Tanjungbalai-Asahan, masuk melalui pelabuhan tikus di Tanjungbalai, dan mengangkutnya ke Medan atau kota lain.
Pada Juni lalu, dua pengedar narkoba di jalur Tanjungbalai, Yogi Saputra Dewa (29) dan Syahrul bin Syamsudin (22), juga dijatuhi vonis mati oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Medan yang diketuai Dahlan Tarigan.
Dua pengedar warga sipil itu bersama dua anggota TNI ditangkap saat mengangkut 75 kilogram sabu dan 40.000 butir ekstasi dari Tanjungbalai ke Medan.
Meskipun melakukan tindak pidana yang sama, dua anggota TNI aktif, yakni Sersan Dua Yalpin Tarzun dan Prajurit Satu Rian Hermawan, hanya dijatuhi vonis seumur hidup dan dipecat dari dinas militer oleh majelis hakim Pengadilan Militer I-02 Medan. Yalpin bertugas di Kodim 0208/Asahan, sedangkan Rian bertugas di Batalyon Infanteri 125/Simbisa, Kabupaten Karo. Keduanya lolos dari tuntutan mati oditur militer dari Kantor Oditurat Militer Medan.
Majelis hakim Pengadilan Militer I-02 Medan itu diketuai Kolonel Korps Hukum (Chk) Asril Siagian dengan anggota Letnan Kolonel (Chk) Djunaidi Iskandar dan Mayor (Chk) Arief Rahman. Dalam putusan itu, Asril menyatakan pendapat berbeda (dissenting opinion). Asril berpendapat, kedua terdakwa seharusnya dijatuhi hukuman mati (Kompas.id, 29/5/2023).