Masih Rendah, Literasi dan Perlindungan Konsumen di Era Digital
Akselerasi transaksi digital yang berlangsung saat ini masih perlu dibarengi dengan penguatan dan kesadaran tentang perlindungan konsumen.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·4 menit baca
BANJARMASIN, KOMPAS — Tingkat literasi dan keberdayaan konsumen di era digital masih rendah. Kondisi itu terlihat dari banyaknya pengaduan terkait transaksi digital yang diterima Bank Indonesia. Akselerasi transaksi digital yang berlangsung saat ini masih perlu dibarengi dengan penguatan dan kesadaran tentang perlindungan konsumen.
Rendahnya tingkat literasi dan perlindungan konsumen di era digital terungkap dalam Seminar Perlindungan Konsumen dengan tema ”Aman dan Nyaman Bertransaksi di Era Digital” di General Building Lecture Theater Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Kamis (14/9/2023).
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalsel Wahyu Pratomo mengatakan, BI semakin banyak menerima pengaduan terkait masalah keamanan konsumen atau nasabah di tengah era digital yang demikian pesat perkembangannya. Untuk itu, akselerasi transaksi digital perlu dibarengi dengan penguatan dan kesadaran tentang perlindungan konsumen agar korban tidak terus berjatuhan.
”Era digital di samping memberi manfaat dan kemudahan juga memberi risiko ketika bertransaksi digital. Pengaduan konsumen terkait transaksi digital semakin meningkat. Ini jadi indikator bahwa aspek perlindungan konsumen belum begitu dipahami konsumen maupun penyelenggara sistem pembayaran,” katanya.
Ekonomi keuangan digital di Indonesia menunjukkan perkembangan yang semakin pesat ditandai dengan nilai ekonomi digital Indonesia pada 2022 sebesar 77 miliar dollar AS atau tumbuh 22 persen secara tahunan dan diprediksi akan meningkat hampir dua kali lipat hingga 130 miliar dollar AS pada 2025. Indonesia juga menjadi tujuan investasi digital terpopuler di Asia Tenggara yang mewakili 40 persen dari total transaksi ekonomi digital.
Berdasarkan data manajemen hubungan pelanggan BICARA 131, BI menerima pengaduan sebanyak 1.322 pengaduan pada triwulan IV-2022. Jumlah itu meningkat 58 persen dibandingkan triwulan III-2022 yang tercatat sebanyak 835 pengaduan.
”Tingginya jumlah pengaduan itu menunjukkan tingkat literasi dan keberdayaan konsumen masih kurang,” ujarnya.
Wahyu mengatakan, BI telah mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 3 Tahun 2023 pada 27 Juni 2023 tentang Pelindungan Konsumen Bank Indonesia. PBI, antara lain, bertujuan untuk menciptakan ekosistem pelindungan konsumen, menumbuhkan kesadaran penyelenggara mengenai perilaku bisnis, serta meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen mengenai produk dan/atau layanan penyelenggara serta meningkatkan pemberdayaan konsumen.
”Di era digital ini, yang kami harapkan tidak hanya transaksinya meningkat, tetapi transaksi itu juga tetap aman dan nyaman. Karena itu, selain mendorong digitalisasi, kami juga menitikberatkan pada perlindungan konsumen. Ini harus jalan beriringan,” katanya.
Kepala Grup Departemen Pengembangan UMKM dan Perlindungan Konsumen BI Ricky Satria menambahkan, tren transaksi digital saat ini meningkat. Namun, peningkatan itu belum disertai dengan kesadaran menjaga keamanan data pribadi. ”Tindakan atau perilaku konsumen untuk menjaga keamanan data masih rendah,” ujarnya.
Berdasarkan data manajemen hubungan pelanggan BICARA 131, BI menerima pengaduan sebanyak 1.322 pengaduan pada triwulan IV-2022. Jumlah itu meningkat 58 persen dibandingkan triwulan III-2022 yang tercatat sebanyak 835 pengaduan.
Kementerian Komunikasi dan Informatika juga mencatat adanya tren peningkatan pengaduan masyarakat terkait transaksi digital. Pada semester I-2023 tercatat sebanyak 2.849 laporan. Dari 2.032 rekening yang dilaporkan, total kerugian yang dialami konsumen mencapai Rp 38,73 miliar.
Ada gap
Pelaksana Tugas Deputi Direktur Manajemen Strategis, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen, dan Kemitraan Pemerintah Daerah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional 9 Kalimantan Abidir Rahman menyebutkan, berdasarkan survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) 2023, tingkat penetrasi internet di Indonesia mencapai 78,19 persen. Jumlah penduduk Indonesia yang telah terkoneksi internet sebanyak 215,62 juta.
Namun, tingginya tingkat penetrasi internet itu belum diimbangi dengan tingkat literasi keuangan digital sehingga kerawanan masyarakat terhadap kejahatan digital masih relatif tinggi. Dengan tingkat penetrasi internet sebesar 78,19 persen, tingkat literasi keuangan digital baru 35,5 persen.
”Ada gap antara indeks literasi keuangan digital dan penetrasi pengguna internet,” katanya.
Pemimpin BNI Kantor Wilayah 09 Kalimantan Iwan Ariawan mengatakan, pelaku perbankan di era digital selalu berupaya meningkatkan aspek sekuriti supaya orang bertransaksi melalui sarana digital lebih aman dan nyaman.
”Terkait kemungkinan terjadinya masalah atau gangguan transaksi, tentu akan kami teliti dulu. Kalau kesalahan transaksi atau kerugian diakibatkan sistem perbankan, kami pasti bertanggung jawab. Tetapi kalau itu karena kesalahan nasabah sendiri, mungkin akan diproses lebih lanjut,” katanya.
Rektor ULM Ahmad Alim Bachri menyampaikan, kampus ULM siap menjadi salah satu titik masuk (entry point) untuk implementasi pemanfaatan transaksi digital di Indonesia, khususnya di Kalsel. Mahasiswa dan warga kampus ULM secara keseluruhan akan didorong bertransaksi menggunakan QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard).
”Dengan menggunakan QRIS, maka transaksi bisa dilaksanakan secara lebih cepat dan mudah. Transaksi digital ini pada akhirnya akan mendorong transaksi yang lebih efektif dan efisien dalam seluruh proses bisnis yang dilaksanakan dunia usaha, rumah tangga, pemerintah, dan individu,” katanya.