TNI Angkatan Laut terus membenahi Satuan Kapal Selam, termasuk mewujudkan pangkalan utama kapal selam untuk menunjang operasi yang strategis.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·3 menit baca
Komandan KRI Alugoro-405 Letnan Kolonel Laut (P) Topan Agung Yuwono (kedua dari kanan) berdiskusi dengan kalangan anggota Paguyuban Hiu Kencana, mantan anggota Satuan Kapal Selam Angkatan Laut, di ruang kendali kapal selam yang sedang sandar di Surabaya, Jawa Timur, Senin (18/9/2023).
SURABAYA, KOMPAS — TNI Angkatan Laut terus membenahi Satuan Kapal Selam. Setelah membentuk Komando Operasi Kapal Selam di Surabaya, Jawa Timur, TNI perlu mewujudkan pangkalan utama Satuan Kapal Selam.
Pembentukan Koopkasel salah satunya sebagai respons atas insiden patroli abadi pada 21 April 2021 yang menewaskan seluruh kru atau 53 kru KRI Nanggala-402 di Laut Bali. Saat itu, Nanggala merupakan satu dari dua kapal selam tersisa yang dimiliki oleh AL selain KRI Cakra-401.
TNI terus mendorong peningkatan kekuatan dengan menambah kapal selam sehingga saat ini sudah beroperasi empat unit. Selain Cakra, tiga kapal selam lainnya dan relatif baru ialah KRI Nagapasa-403, KRI Ardadedali-404, dan KRI Alugoro-405. Pada Senin (18/9/2023), keempat bahtera tempur perairan dalam itu bersandar di Satuan Kapal Selam dalam wilayah Komando Armada 2 untuk pemeliharaan.
Sebelumnya, Kepala Staf TNI AL Laksamana Muhammad Ali mengatakan, TNI AL harus memiliki postur kekuatan ideal untuk menghadapi beragam ancaman dan tantangan kemaritiman terutama di masa depan. Lebih khusus, kapal selam adalah alat utama sistem persenjataan (alutsista) amat strategis dalam armada militer negara. Kapal selam berkeunggulan dalam aspek kerahasiaan operasi dan daya tempur serta daya hancur tinggi sehingga strategis mutlak.
Di sisi lain, penguatan Satuan Kapal Selam mendapat dukungan negara melalui Kementerian Pertahanan yang bersama PT BTI Indo Tekno menandatangani kontrak pengadaan submarine rescue vehicle system (SRVS) dan kapal induk khusus. SRVS adalah alutsista berupa kapal selam untuk operasi pencarian dan pertolongan (SAR) sekaligus evakuasi awak kapal selam yang tenggelam. SRVS didukung teknologi canggih SRV-F Mk.3 untuk operasi kedaruratan terhadap kapal selam.
Menurut Komandan Koopkasel Laksamana Pertama Indra Agus Wijaya, reorganisasi itu akan lebih baik dengan pembangunan pangkalan kapal selam. Saat ini, dermaga Satuan Kapal Selam berada di wilayah Komando Armada 2 yang bersebelahan dengan kompleks PT PAL dan Pelabuhan Tanjung Perak.
Indra mengatakan, situasi itu tidak ideal untuk operasi kapal selam melalui alur pelayaran barat Surabaya (APBS). Kapal selam seharusnya tidak menghabiskan waktu lama sejak bergerak dan menyelam lalu memulai perjalanan dan operasi. Di APBS terdapat kapal perang permukaan, bahkan kapal niaga dan kapal penumpang. ”Terlalu lama waktu yang dihabiskan untuk bermanuver dan menyelam sehingga tidak ideal,” ujarnya.
Indra mengatakan, TNI AL terus mengkaji sejumlah lokasi yang cocok untuk pembangunan pangkalan kapal selam. Sejumlah lokasi yang dicermati, misalnya Ambon di Maluku, Situbondo di Jatim bagian timur, dan Lampung di Pulau Sumatera.
Ketua Paguyuban Hiu Kencana Laksamana Muda (Purn) Didi Setiadi mengapresiasi langkah TNI AL dalam pembenahan Satuan Kapal Selam. ”Kami mendukung dan berharap Koopkasel akan dipimpin panglima bukan sekadar komandan sehingga menjadi armada sendiri,” katanya.
Paguyuban Hiu Kencana adalah komunitas mantan personel Satuan Kapal Selam yang sebelumnya berada di Komando Armada RI Kawasan Timur lalu menjadi Komando Armada 2. Didi mengatakan, paguyuban mendorong dan mendukung pimpinan TNI AL untuk menjamin keandalan operasi kapal selam mengingat pengaruh yang amat strategis.
”Keberadaan paguyuban bukan untuk cawe-cawe, melainkan memberikan masukan demi keselamatan dan keamanan operasi kapal selam termasuk pengembangannya. Kami bangga pernah mengabdi dan terus menghayati semboyan tabah sampai akhir,” kata Didi.