Pemerintah Kota Surabaya berambisi mewujudkan nihil pernikahan dini demi menjamin keberhasilan program pengentasan kasus kematian ibu dan anak serta tengkes.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Pemerintah Kota Surabaya, Jawa Timur, berambisi mewujudkan nihil pernikahan dini pada 2024. Pencegahan pernikahan dini akan menjamin keberhasilan program pengentasan kasus kematian ibu dan anak serta stunting atau tengkes.
Demikian diutarakan Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi, Rabu (27/9/2023). Untuk mewujudkan nihil pernikahan dini, perlu kerja sama kuat yang ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman (MOU) dengan Pengadilan Agama Surabaya dan Kantor Kementerian Agama Kota Surabaya.
”Dalam diskusi dengan pengadilan dan kantor agama, akar masalah kematian ibu dan anak serta stunting ternyata pernikahan dini,” kata Eri. Masalah kesehatan, terutama kematian ibu dan anak dan stunting, menjadi perhatian penting negara termasuk di Surabaya. Untuk itu, pengentasan dengan mencabut ”akar masalah” yakni pernikahan dini.
Eri melanjutkan, pihaknya telah menginstruksikan aparatur di kelurahan untuk tidak mengeluarkan pengantar nikah atau surat model N1 kepada pasangan berusia belum ideal kawin yang minimal 19 tahun. Usia minimal kawin ini sesuai Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 sebagai perubahan atas UU No 1/1974 tentang Perkawinan.
Adapun menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, usia ideal kawin bagi perempuan ialah minimal 21 tahun sedangkan bagi lelaki ialah minimal 25 tahun. Ini memperhatikan potensi masalah usia psikologis yang masih labil atau terlalu muda akan memengaruhi pola pengasuhan anak.
Kematangan usia dan mental berdampak pada gizi dan kesehatan anak. Pernikahan dini menempatkan remaja perempuan dalam risiko kesehatan terutama kanker leher rahim yang dipicu hubungan seksual dalam usia terlalu muda.
Jika suami lari, layanan administrasi kependudukan akan dicabut.
Eri mengatakan, MOU juga memuat kewajiban warga, terutama suami (lelaki), yang meskipun telah berpisah atau bercerai dengan istri untuk tetap memberikan nafkah hidup kepada anak-anak hasil perkawinan. Jika suami lari, layanan administrasi kependudukan akan dicabut.
”Kami juga akan memaksimalkan peran puspaga (pusat pembelajaran keluarga) di seluruh balai RW untuk sosialisasi pencegahan pernikahan dini dan penanganan potensi perceraian,” kata Eri. Sosialisasi akan didukung jaringan komunitas warga yang telah membentuk sekolah orangtua hebat, PKK, Kader Surabaya Hebat, dan Forum Anak Surabaya.
Berdasarkan rekapitulasi data perkara dispensasi kawin 2022 di Pengadilan Tinggi Agama Surabaya, tercatat 15.486 pengajuan dan pelimpahan kasus tahun sebelumnya. Yang telah diputus 15.253 kasus dispensasi kawin. Sepanjang tahun lalu, di Surabaya ada pengajuan dan pelimpahan 266 kasus, sedangkan yang diputus 261 kasus.
Secara terpisah, Ketua Pengadilan Agama Surabaya Samarul Falah mengatakan, selama sembilan bulan terakhir, pengajuan dispensasi kawin tak sampai 100 kasus. Ini menjadikan Surabaya sementara ini sebagai kabupaten/kota dengan data pengajuan dispensasi kawin terendah di Jatim (Pengadilan Tinggi Agama).
”Jika pengajuan bisa terus turun dan ikhtiar kerja sama dapat maksimal, kami yakin zero pernikahan dini bisa dicapai di Surabaya,” kata Samarul.