Narkoba Merajalela di Sumatera Utara, Jadi Upah Buruh Kebun
Kondisi darurat narkoba di Sumut tergambar dari 1.058 pelaku kejahatan yang ditangkap hanya dalam 22 hari. Narkoba beredar dari kota, lingkungan mahasiswa, perkampungan, hingga jadi upah bagi pekerja kebun sawit.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Kondisi darurat narkoba di Sumatera Utara tergambar dari 1.058 pelaku ditangkap dalam 22 hari. Narkoba beredar dari kota, kampus, perkampungan, lapas, hingga perkebunan.
”Selama 22 hari operasi pemberantasan narkoba, kami menyita 75,97 kilogram sabu, 114 kg ganja, dan ratusan butir ekstasi. Kami juga mengungkap industri rumahan ekstasi yang dikendalikan narapidana dari lembaga pemasyarakatan,” kata Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Utara Inspektur Jenderal Agung Setya Imam Effendi, di Medan, Rabu (4/10/2023).
Para pelaku itu ditangkap dari sejumlah daerah di Sumut. Mereka diangkut dengan truk dan bus polisi ke Markas Polda Sumut. Jumlahnya ribuan, terdiri dari pengguna, pengecer, pengedar, hingga bandar. Mereka kini memenuhi halaman belakang Polda Sumut.
Rangkaian penangkapan itu mengungkap betapa masifnya penetrasi narkoba hingga pelosok. Bahkan, ada pengguna narkoba yang bekerja sebagai buruh di kebun sawit. Perkampungan di perkebunan kini menjadi daerah yang sangat rawan narkoba. ”Bahkan, ada pendodos (buruh panen) sawit yang dibayar hasil kerjanya dengan narkoba,” kata Agung.
Para pelaku yang berasal dari kelompok usia pekerja awal, paruh baya, hingga lanjut usia itu memakai baju tahanan dan tangannya diborgol.
Agung mengatakan, ada sejumlah kasus menonjol dari ratusan kasus yang diungkap Polda Sumut dan jajaran. Salah satunya, kasus sembilan pengedar yang mengangkut 45 kilogram sabu dari Aceh ke Sumut. ”Jaringan ini dikendalikan oleh narapidana dari lembaga pemasyarakatan,” kata Agung.
Kasus lainnya adalah industri rumahan yang memproduksi ekstasi di Kota Tanjung Balai. Polisi menyelidiki rantai pasok ekstasi bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan. Mereka menemukan industri rumahan yang meracik dan mencetak ekstasi. Operasional industri ekstasi itu dikendalikan narapidana juga.
Bandar dan pengedar narkoba akan ditangkap dan dihukum seberat-beratnya. Penyalah guna akan menjalani rehabilitasi.
Peredaran narkoba juga kian marak di lingkungan mahasiswa. Polisi menangkap 11 mahasiswa yang sedang pesta ganja saat berkemah di kawasan Danau Toba, Kabupaten Samosir.
Sejumlah kasus yang diungkap Polda Sumut menunjukkan peredaran narkoba di Sumut dalam kondisi darurat. Pasarnya terbuka di Sumut mengingat jumlah penggunanya berkisar 1,3 juta-1,7 juta orang. Jumlah ini membawa Sumut menyandang daerah yang terpapar narkoba paling parah. Apalagi, Sumut menjadi pintu masuk utama narkoba sebelum beredar ke berbagai tempat di Indonesia.
”Kami akan melakukan dua hal. Bandar dan pengedar narkoba akan ditangkap dan dihukum seberat-beratnya. Penyalah guna akan menjalani rehabilitasi,” kata Agung.
Agung menyebut, penyembuhan pecandu narkoba menjadi prioritas mereka. Polda Sumut akan terlibat dalam melakukan rehabilitasi penyalah guna narkoba, baik rehabilitasi atas putusan pengadilan, asesmen dari kepolisian atau Badan Narkotika Nasional, maupun rehabilitas secara sukarela.
Rehabilitas sukarela ini penting untuk menyembuhkan pengguna narkoba dari ketergantungan mengingat jumlahnya yang sangat banyak. Peran keluarga sangat sentral untuk membawa anggotanya mengikuti program rehabilitasi.
Sebelumnya, Penjabat Gubernur Sumatera Utara Hassanudin mengingatkan, ada 3,3 juta pencandu narkoba di Indonesia. Setengahnya ada di Sumut. Pemberantasan narkoba di Sumut menjadi perhatian khusus pemerintah pusat.
Presiden Joko Widodo bahkan memanggil Kepala Polda Sumut dan Panglima Kodam I/Bukit Barisan Mayor Jenderal Mochammad Hasan untuk ikut dalam rapat terbatas membahas pemberantasan peredaran narkoba, di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (11/9/2023). Operasi pemberantasan narkoba masif dilakukan Polda Sumut seusai rapat bersama Presiden.
Kepala Badan Narkotika Nasional Provinsi Sumut Brigadir Jenderal (Pol) Toga Habinsaran Panjaitan mengatakan, penyembuhan bagi pencandu narkoba di Sumut sangat penting. Banyaknya penyalah guna juga penyebab tingginya kriminalitas, penyimpangan sosial, terpuruknya ekonomi, menurunnya kesehatan, dan kemiskinan di Sumut.
Namun, upaya penyembuhan sulit dilakukan karena kapasitas panti rehabilitasi narkoba terbatas. Anggaran pemerintah juga minim.
Salah satu yang mendesak dilakukan adalah membangun panti rehabilitasi narkoba. Panti yang ada saat ini hanya mampu menampung untuk 4.000 orang per tahun. Jumlah itu tidak sebanding dengan jumlah pengguna narkoba di Sumut.