Harmoni Seni Lintas Negara di Tanah Borobudur
Pameran Borobudur International Art Fest digelar selama sebulan di Limanjawi Art House, Borobudur, Magelang, Jawa Tengah.
Tidak ada masalah yang cukup berarti di tanah Borobudur. Maka, Muhammad Ridhuan, seniman asal Singapura, mengungkapkan ketenangan suasana tersebut dengan sejumput pasir, bilah tipis ranting dan daun kering, serta susunan potongan kayu yang tersebar dalam susunan artistik di atas kanvasnya.
Berpadu dengan goresan cat akrilik yang dibuatnya, maka karya Ridhuan, tuntas dibuat dengan judul ”Gabungan Pertiwi”.
Lukisan tersebut menjadi salah satu dari 68 karya yang dibuat 24 seniman dari sembilan negara dalam ajang Borobudur International Art Fest (BIAF) 2023. Workshop pembuatan karya berlangsung 17-23 September 2023 dan selanjutnya semua karya dipamerkan di Limanjawi Art House, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, 23 September hingga 23 Oktober 2023.
Goresan cat dibuatnya membentuk perbukitan dan bangunan Candi Borobudur. Bilah-bilah tipis ranting dan daun kering disusun menyerupai susunan anak tangga menuju puncak candi.
Percik pasir sebagai simbol goresan langit, disebar di bagian paling atas. Untuk menggambarkan perasaannya yang demikian ringan dan damai, maka sembilan potongan kotak kayu, yang menjadi simbol persahabatan seniman dari sembilan negara, dirangkainya dengan benang dan dibuatnya terkesan seolah-olah melayang-layang di atas candi.
”Hidup sungguh tenang di Borobudur,” ujarnya memperjelas simbol-simbol yang dilukisnya di atas kanvas. Dibuat semasa menjalani workshop, semua bahan alam, seperti ranting, daun kering, dan pasir, diambilnya dari sekitar kawasan Borobudur.
Dia dan para seniman dari delapan negara lainnya berasal dari suku bangsa, bahasa, ras, agama, dan keyakinan yang berbeda-beda. Keberagaman itu juga ada dan dilihatnya dalam masyarakat di kawasan Borobudur. Namun, dia pun kemudian berangsur kagum karena semua perbedaan itu tidak pernah dipersoalkan dalam hidup keseharian.
Jika Ridhuan menangkap ketenangan dari suasana dan aktivitas masyarakat, Khrisna Gopal Shrestha, seniman asal Nepal, menemukan ketenangan itu dari bangunan Candi Borobudur.
Stupa candi disebutnya juga sama memiliki desain dan struktur bangunan yang mirip dengan bangunan stupa pada candi Nepal. Dia kemudian juga menganggapnya keduanya memiliki makna yang serupa.
”Bagi saya, stupa adalah hati dan bentuknya yang cenderung meruncing menggambarkan perjalanan, kedalaman perasaan, menuju surga,” ujarnya. Lukisan itu diberinya judul ”Borobudur and Stupa”.
Perasaan yang kuat tentang kesamaan makna stupa dari dua candi dari dua negara yang berbeda tersebut digambarkannya dengan melukis lantai bagian sembilan Candi Borobudur yang dipenuhi stupa, dengan stupa candi di Nepal, yang dilukisnya serupa bayangan di atas langit.
Khrisna adalah seorang pemeluk agama Hindu. Namun, bagi dia, datang berkunjung dan mengeksplorasi bangunan candi peninggalan agama Buddha tetap menjadi sesuatu hal yang menyenangkan untuk dilakukan.
”Selama ini, sebenarnya saya juga senang belajar tentang filosofi agama Buddha,” ujarnya.
Tidak semua pelukis memakai obyek atau ketenangan situasi di Borobudur sebagai inspirasi lukisan. Dengan kenyamanan perasaannya selama tinggal di sekitar candi, Marcelina Gron, pelukis asal Polandia, merasakan kebebasan untuk melukis hal-hal yang disukai.
Baca juga: Goresan Keindahan Mewarnai Kolong Jembatan Sungai Kranji di Banyumas
Dia membuat dua lukisan dan satu di antaranya justru menggambarkan komodo, binatang yang jelas-jelas tidak ditemuinya di kawasan Borobudur. Tanpa maksud apa-apa, lukisan itu hanya sekadar dibuat untuk mengungkapkan keinginan kuatnya mengeksplorasi Indonesia dan datang ke Pulau Komodo di Nusa Tenggara Timur.
Sekalipun tidak memakai sesuatu yang khas dari lingkungan sekitar sebagai obyek lukisan, Gron mengaku dirinya sungguh menikmati tinggal di kawasan Borobudur. Sudah beberapa kali datang ke sejumlah negara untuk melakukan kegiatan serupa, kunjungan ke tempat tersebut tetap memiliki keistimewaan tersendiri.
Tidak sekadar bisa melukis, berkolaborasi, dan bertemu dengan teman-teman seniman dari sejumlah negara, Gron juga menikmati kegiatan tersebut sebagai kesempatan untuk berwisata.
”Saya sudah sempat berjalan-jalan dan berkeliling dengan sepeda mengitari seputar kawasan Borobudur,” ujarnya. Dia sebenarnya masih ingin mengeksplorasi kawasan sekitar candi. Namun, karena adanya beberapa kegiatan yang harus dilakukan, maka dia pun harus segera bergeser pulang ke Polandia.
Makna penting Borobudur
Penyelenggara BIAF sekaligus Ketua Komunitas Seniman Borobudur (KSBI) 15, Umar Chusaeni, mengatakan, BIAF sebagai salah satu kegiatan internasional diharapkan dapat semakin menguatkan makna penting kawasan Borobudur sebagai destinasi superprioritas, yang dapat menarik minat banyak orang dari sejumlah negara untuk berkegiatan di dalam kawasan.
Baca juga: Pameran Seni Bertali dengan NFT
Seniman, dengan interpretasi dan karya-karyanya, menurut dia, juga dapat memberikan pandangan, pesan, yang berdampak luas ke masyarakat dunia internasional.
”Lewat karya-karyanya, para seniman bisa menyampaikan secara detail kepada dunia, tentang situasi, suasana Borobudur saat ini,” ujarnya.
Apa yang disampaikan oleh para seniman tersebut diyakini akan berdampak luas kepada keluarga dan masyarakat sekitar mereka, serta ke komunitas-komunitas seniman tempat mereka bergabung.
Kegiatan melukis bersama dalam BIAF sengaja dilakukan tanpa pembatasan tema. Setiap seniman dipersilakan untuk melukis apa pun yang mereka sukai. Kebebasan berkarya ini sengaja dilakukan untuk memaknai kegiatan ini sebagai acara untuk bergembira bersama.
Keterlibatan seniman lintas negara ini, menurut Umar, juga sekaligus menyiratkan pesan bahwa kesenian adalah sesuatu hal indah yang bisa memupus semua perbedaan.
”Kesenian, terbukti dalam BIAF, sama sekali tidak mengenal beragam perbedaan mulai dari perbedaan negara, perbedaan agama, atau perbedaan orientasi politik,” ujarnya.
Relasi harmonis yang terjalin antarseniman ini dibuktikan melalui workshop yang berjalan selama seminggu, dan ajang pameran hasil karya mereka, yang digelar pada 23 September 2023.
Di atas tanah Borobudur, semua perbedaan yang ada itu pun luruh, luluh, dalam keindahan goresan lukisan....