Panji Semirang dan Perjuangan Menuju Kebahagiaan
Kisah cinta Panji Inu Kertapati dan Dewi Sekartaji penuh liku. Perjuangan dan kesabaran keduanya berujung bahagia.
Kisah bermula saat Prabu Lembu Amisena dari Kerajaan Daha memberikan golek (boneka) kayu terbungkus kain kepada Dewi Sekartaji dan Dewi Galuh Ajeng. Dewi Sekartaji mendapatkan golek kencana, sedangkan Dewi Galuh Ajeng mendapat golek kayu biasa.
Merasa mendapat golek kurang bagus, Dewi Galuh Ajeng berusaha merebut golek kencana Sekartaji. Perkelahian keduanya membuat Prabu Lembu Amisena marah. Ia memotong rambut Sekartaji dan mengusirnya keluar keraton. Cinta sejoli Sekartaji dan Inu Kertapati akhirnya juga terpisah.
Dalam pengembaraannya, Sekartaji dua kali berubah wujud. Yaitu menjadi sosok satria bernama Panji Semirang dan sosok Gambuh Warga Asmara. Dalam wujud itu, ia bertemu dengan Panji Inu Kertapati. Yang membuat Inu Kertapati ingat akan Sekartaji adalah golek kencana yang dibawa keduanya. Namun, Panji Semirang memilih kabur saat Inu Kertapati menikahi Galuh Ajeng.
Baca juga: Kisah Panji Semirang dalam ASEAN Panji Festival 2023
Saat menemui pamannya, Inu Kertapati bertemu sosok Gambuh Warga Asmara, dalam pentas gambuh yang dipersembahkan sang paman untuk Inu Kertapati. Hubungan batin keduanya bertautan. Akhirnya, Gambuh Warga Asmara kembali menjelma jadi sosok aslinya, yaitu Dewi Sekartaji. Mereka pun menikah dan hidup bahagia.
Sepenggal kisah sejoli tersebut dipentaskan dalam ASEAN Panji Festival 2023 di Balai Kota Malang, Sabtu (21/10/2023). Festival Panji juga digelar Minggu (22/10/2023) di Taman Wilwatikta, Pandaan, Kabupaten Pasuruan. Sebuah kisah tutur dengan muatan nilai-nilai kebajikan dan kebijaksanaan.
Peserta festival Panji tersebut adalah perwakilan sembilan negara, yaitu dari Indonesia, Kamboja, Laos, Malaysia, Filipina, Myanmar, Singapura, Thailand, dan Vietnam.
Cerita panji adalah budaya Nusantara yang diakui sebagai Memory of The World (MOW) oleh UNESCO pada 31 Oktober 2017. Cerita Panji berasal dari Jawa Timur, di mana kisahnya sebagian besar berisi kisah cinta antara raden Panji Asmarabangun atau Panji Inu Kertapati dari Kerajaan Jenggala dan Dewi Sekartaji atau Dewi Candra Kirana dari Kerajaan Panjalu Kediri.
Baca juga: Janji Abadi Kisah Panji
Kisah panji muncul di sejumlah relief candi di Jawa Timur. Kisah panji disajikan ulang dalam berbagai seni pertunjukan, wayang, atau karya sastra. Kisahnya menyebar ke seluruh Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, Kalimantan, Sumatera, serta populer juga di Malaysia, Kamboja, dan Thailand.
”Saya senang sekali ikut tampil dalam acara ini. Sebuah kisah tentang persahabatan yang inspiratif. Dalam kenyataannya, ini juga tentang persahabatan negara-negara ASEAN,” kata Sophea Chamroeun (30), penari asal Kamboja yang menjadi salah satu pementas dalam pertunjukan Panji Semirang.
Ia mengaku bersyukur bisa mementaskan kisah panji tersebut bersama-sama dengan para penari dari negara lain. ”Persahabatan. Itu menariknya dalam pentas ini,” katanya.
Pentas panji ini adalah gelaran kedua, setelah yang pertama dilakukan tahun 2018. Pandemi menjadikan festival tersebut terjeda.
Kali ini, konsep Festival Panji sedikit berbeda. Jika pada pentas sebelumnya, setiap negara membawakan kisah panji sesuai dengan yang ada di negaranya masing-masing, maka tahun ini konsepnya beda. Semua negara peserta berkolaborasi dalam satu cerita bersama hingga menjadikannya pementasan utuh yang menggabungkan seni dan budaya negara masing-masing. Hal paling nyata terlihat adalah perbedaan busana dan aksesori dari setiap negara.
Baca juga: Cinta, Pengembaraan, dan Pencarian Jati Diri
”Yang membedakan adalah pada pentas kali ini, semua negara bersatu mengusung satu cerita yang sama sebagai satu kesatuan. Beda dengan sebelumnya, di mana setiap negara tampil berurutan dengan membawakan kisah panji sebagaimana ada di negara mereka,” kata Restu Gunawan, Direktur Pembinaan Tenaga dan Lembaga Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi.
Restu berharap, festival tersebut bisa memperkuat kolaborasi dan diplomasi kebudayaan sesama anggota ASEAN. ”Kekayaan kita akan budaya panji ini luar biasa sekali. Sangat menggembirakan antusiasme penonton malam ini. Nilai-nilai dari kisah panji ini bisa menjadi pembelajaran bagi kita ke depan,” katanya.
Panji tidak hanya dikenal di Nusantara, tetapi juga di beberapa negara lain, seperti Thailand dan Kamboja. Sejarawan Malang, Dwi Cahyono, menyebut, ketika Raja Rama I berkuasa (1782-1809), lahir karya sastra saduran bercerita Panji yang berasal dari Jawa, yang dijadikan sumber dalam teater tradisional Thailand dengan sebutan Dalang dan Inao (bahasa Thai untuk menyebut nama Inu atau Ino. Demikian pula di Kamboja dikenal lakon ”Eynao”.
Penjabat (PJ) Wali Kota Malang Wahyu Hidayat mengatakan bahwa festival tersebut merupakan kesempatan berharga untuk berdiskusi dan bertukar ilmu antarpelaku seni budaya di tingkat ASEAN. ”Ini juga menjadi momentum evaluasi dan pelestarian budaya panji sebagai ikon negara kita dan ikon topeng untuk Kota Malang,” katanya.
Terkait pelestarian wayang topeng Malang, Wahyu sendiri mengatakan bahwa Pemkot Malang sudah melakukan beberapa hal, misalnya menjadikan wayang Topeng Malangan sebagai ikon Kota Malang, menampilkan tari Topeng Malangan dalam kegiatan-kegiatan pemkot, mendaftarkan Topeng Malang ke UNESCO sebagai warisan dunia serta membuat tempat wisata khusus di Malang, dan mendorong media sebagai penyebar informasi aktif terkait Topeng Malangan.
Baca juga: Kota Malang dalam Penggalan Kisah Sastra
”Tantangan kita di zaman digital ini adalah terkikisnya seni tradisi dengan seni modern. Oleh karena itu, Pemkot Malang serius melakukan upaya-upaya pelestarian seni budayanya,” kata Wahyu.
Dalam kesempatan itu, Pemkot Malang juga menganugerahkan penghargaan anugerah insan budaya Kota Malang. Kategori penghargaan diberikan kepada yayasan Klenteng Eng An Kiong (Kategori Lembaga/Komunitas Pembinaan), Alviano Tan (Kategori Anak dan Remaja), Santi Peni Prasetyo (Kategori Pelestarian dan Pemanfaatan Budaya), Sandhidea Cahyo Narpati (Kategori Pengembangan dan Pembaruan), serta Almarhum Bapak Sutopo (Kategori Lifetime Avhievement).
Kisah klasik
Kisah Panji merupakan kumpulan kisah dari Jawa Timur era klasik, tepatnya pada masa Kerajaan Kadiri dan populer pada zaman Majapahit. Ada tiga pendapat mengenai asal-usul kisah panji, yaitu menurut WH Rassers, Poerbatjaraka, dan CC Berg.
Latar belakang sejarah kisah panji versi Rassers, menghubungkan Panji dengan Raja Airlangga, penguasa Jawa Timur abad ke-11. Saat itu, Airlangga membagi kerajaannya pada dua anaknya, yaitu kerajaan Jenggala dan Kadiri. Panji berasal dari Jenggala dan Candra Kirana dari Kadiri.
Baca juga: Membaca Kearifan Panji
Menurut Poerbatjaraka, kisah Panji muncul justru setelah masa Majapahit. Menurut dia, Panji adalah cerminan raja dan ratu Kadiri yang namanya tercantum dalam kakawin Smaradhahana karya Empu Dharmaja. Raja Kadiri tersebut bernama Kameswara, dengan ratu Sri Ratu Kinararatu yang merupakan putri asal Kerajaan Janggala. Sang raja kemudian disebut Hinu (Inu) Kertapati dan sang ratu bernama Dewi Candrakirana. Ada perbedaan pendapat antara Rassers dan Poerbatjaraka tentang asal kerajaan keduanya.
Adapun versi ketiga tentang panji dinyatakan oleh CC Berg. Berg mengatakan, persebaran kisah panji sudah ada sejak 1277 dan sekitar 1400. Ia menduga, kisah asli panji tentu jauh lebih dulu dari masa itu. Baginya, Hayam Wuruk adalah tokoh sentral dari kisah panji. Ia memercayai Airlangga adalah tokoh pemisah Jawa (karena membagi kerajaan jadi dua). Sementara Hayam Wuruk adalah tokoh yang mempersatukannya kembali.
Cerita panji adalah budaya Nusantara yang diakui sebagai Memory of The World (MOW) oleh UNESCO pada 31 Oktober 2017.
Di Malang Raya, kisah panji ditemui dalam bentuk kesenian wayang topeng dan wayang krucil. Hingga saat ini, dua seni tersebut masih ditemui di Malang. Seni wayang topeng cukup berjaya era Majapahit. Namun, setelah kerajaan itu mengalami kemunduran, maka kisah wayang topeng pun mengikuti.
Selain wayang topeng, di Malang juga masih hidup seni wayang krucil di Dusun Wiloso, Desa Gondowangi, Kecamatan Wagir. Wayang krucil berbentuk pipih dengan ketebalan 2-3 sentimeter (cm). Bagian tangan terbuat dari kulit. Bahan wayang adalah kayu pule atau kayu mentaos. Lakon wayang krucil yang dimainkan beragam, seperti lakon islami, Panji Asmorobangun, Singosari, Babad Majapahit, atau Babad Tanah Jawi.
Begitulah kisah panji. Beragam cerita dan warna, tetapi tetap dengan nilai-nilai kebajikan dan kebijakan.