Matinya ribuan bibit nila selama kemarau menyebabkan pasokan anjlok dan harganya naik di pasar. Bersama cabai merah, kenaikan harga nila memicu terjadinya inflasi.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Kekeringan panjang dengan fenomena El Nino tak hanya berdampak pada pertanian, tetapi juga perikanan. Petani keramba di Kalteng mengalami kerugian dengan matinya ribuan bibit nila dan meroketnya harga cabai rawit.
Muhaimin (48), warga Flamboyan Bawah, Kota Kecamatan Pahandut, Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah, mengalami kerugian lantaran 5.000-an bibit nila yang dibelinya mati selama kemarau panjang lalu. Kematian itu akibat surutnya air Sungai Kahayan. Ikan nila terkontaminasi oleh kotorannya sendiri.
Nelayan keramba dari Kelompok Pembudidaya Ikan Flamboyan Berjuang Indah itu mengungkapkan, selama kemarau, arus air sungai tidak mengalir dan cenderung surut. Air yang tenang di sungai merupakan petaka bagi petani keramba dengan komoditas ikan nila. Kotoran biasanya langsung terbawa arus, kini menjadi bertumpuk. Anakan nila terkontaminasi lalu mati.
”Musim kemarau kali ini, air sungai banyak tenang sehingga kotoran tidak mengalir, lalu oksigen juga berkurang, kotoran menumpuk, ikan cepat stres lalu mati,” kata Muhaimin, yang sudah 20 tahun menjadi nelayan keramba, saat ditemui di rumahnya, Kamis (2/11/2023).
Tak hanya Muhaimin, sembilan anggota kelompok nelayan keramba lainnya juga merasakan hal yang sama. Jaelani (75) menghitung setidaknya 2.000 bibit mati. Ia membeli bibit dari nelayan lain di Palangkaraya dengan harga Rp 140 per bibit. Ia membeli 10.000 ekor dan sekarang tersisa lebih kurang 7.000 ekor. Namun, ia tak yakin 7.000 bibit lainnya mampu bertahan.
”Kalau dapat 5.000 sampai panen, itu bagus sekali. Tetapi, lihat saja ikannya kecil-kecil, padahal sudah empat bulan, dikasih pakan lancar, tetapi ini cuacanya memang sudah enggakbaik buat ikan,” kata Jaelani.
Lihat saja ikannya kecil-kecil, padahal sudah empat bulan, dikasih pakan lancar, tetapi ini cuacanya memang sudah enggak baik buat ikan.
Untuk memenuhi kebutuhan pakan, Jaelani dan Muhaimin mengeluarkan Rp 400.000 per zak (50 kg). Hingga menjelang panen, dibutuhkan minimal 30-40 zak pakan ikan nila. Itu berarti biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 12 juta sampai Rp 16 juta hanya untuk pakan.
Suhu yang tinggi dan kondisi air selama kemarau membuat nila cenderung lebih kurus, mudah stres, dan cepat mati. Selama musim kemarau, Jaelani bahkan belum menjual satu pun ikan karena waktu panen jadi lebih panjang. ”Siapa yang mau beli ikan kurus begini,” kata Jaelani.
Di Pasar Besar Palangkaraya, pasokan ikan nila memang kurang. Pedagang bahkan harus memesan dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan, untuk bisa memenuhi kebutuhan pasar. ”Pasokannya kurang, harga jadi naik. Biasanya Rp 15.000 per kilogram, sekarang bisa Rp 20.000 per kilogram,” kata Siti (40), pedagang ikan di pasar.
Tak hanya ikan nila, cabai rawit pun mengalami kenaikan harga hingga mencapai Rp 85.000 per kg dari harga normal Rp 50.000 per kg. Mufidah (31), pedagang sayuran di Pasar Besar Palangkaraya, menjelaskan, harga Rp 85.000 cukup baik dibandingkan pada pekan lalu yang sempat tembus Rp 100.000 per kg.
”Ini ikan, lagi kemarau, pasokannya pasti berkurang. Tetapi, ini katanya sudah mau musim hujan. Mungkin akan turun lagi harganya, semoga sampai akhir tahun,” kata Mufidah.
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Kalteng mencatat pada Oktober 2023 Kalteng mengalami inflasi 0,57 persen dengan indeks harga konsumen sebesar 118,07. Komoditas penyumbang inflasi utama antara lain beras, ikan nila, cabai rawit, dan banyak komoditas pangan dan hortikultura lainnya.
Koordinator Fungsi Statistik Distribusi BPS Kalteng Akhmad Tantowi menjelaskan, rincian inflasi terjadi di Kota Palangkaraya sebesar 0,63 persen, sedangkan di Kabupaten Kotawaringin Timur inflasi sebesar 0,48 persen. Dua wilayah ini merupakan daerah sampel BPS Kalteng dalam mengukur inflasi di Kalteng.
Tantowi menyebutkan, inflasi gabungan Kota Palangkaraya dan Sampit pada Oktober 2023 terjadi karena adanya peningkatan indeks harga pada kelompok makanan, minuman, dan tembakau.