Pesan Damai dari Panggung Darah
Pertunjukan teater ”Pernikahan Darah” di ISBI Bandung menunjukkan kekuatan memaafkan di tengah tragedi. Drama ini diharapkan dapat mendamaikan pemikiran para penonton, terutama saat menghadapi tahun politik.
Narasi kebaikan dan nilai-nilai positif menjadi penyejuk di tengah tahun politik. Kali ini, pesan damai hadir dalam drama bertajuk Pernikahan Darah di Institut Seni Budaya Indonesia Bandung, Jawa Barat. Kisah tragedi di panggung merah darah ini mengubah dendam menjadi kekuatan memaafkan di tengah rasa pilu kehilangan orang yang disayangi.
Pertunjukan teater di Gedung Kesenian Sunan Ambu ISBI Bandung, Minggu (19/11/2023) malam, itu seolah menyihir para penonton. Sang kematian yang berwujud perempuan pengemis hadir sebagai pembuka dengan nuansa pencahayaan merah darah.
Hening sesaat menyelimuti ruang pertunjukan berkapasitas 380 orang ini. Hanya suara karakter perempuan pengemis menggema dan masuk ke ratusan pasang telinga di ruangan tersebut.
Perempuan pengemis membuka kisah konflik yang melibatkan dua keluarga dari Andalusia, Spanyol. Dengan membawa pot berhias bunga kertas, dia memulai karya dramawan asal Spanyol, Federico Garcia Lorca, yang disutradarai Fathul A Husein.
”Hanya pisau kecil, menghunjam ke dalam daging yang tercengang. Di sana lah pisau itu terhenti, menemukan akar jeritan hidup yang gelap, kusut, dan gemetar,” ujarnya.
Baca juga: Rindu Nyi Pohaci kepada Anak-anaknya yang Hilang
Adegan awal dibuka oleh percakapan seorang pria dan ibunya yang tengah bersukacita. Pria itu hendak meminang pujaan hatinya, sementara sang ibu masih belum mengikhlaskan kematian suami dan anaknya.
Risau semakin memuncak saat ibu mempelai pria mengetahui mempelai wanita pernah memadu kasih dengan Leonardo Felix. Pria itu merupakan keluarga dari pembunuh suami anak sulung sang ibu.
”Saat kudengar nama Felix, seketika mulutku penuh lumpur. Aku harus meludah agar tidak membunuh,” ucapnya geram.
Suasana suram juga melingkupi beberapa adegan saat Leonardo masih menunjukkan rasa cintanya kepada mempelai wanita. Padahal, dia sudah beristri dan memiliki putra yang masih bayi.
Persiapan pernikahan yang meriah bercampur dengan batin yang gundah antara Leonardo dan mempelai wanita. Sementara itu, mempelai pria dan keluarga lainnya mempersiapkan pernikahan dengan sukacita.
Pasangan yang tidak disetujui keluarga ini akhirnya memilih pergi dan meninggalkan amarah. Ibu mempelai pria yang dari awal tidak menyukai keluarga Felix langsung meminta putranya dan semua orang mengejar untuk merebut mempelai wanita. ”Waktu untuk pertumpahan darah telah datang lagi,” ujarnya gusar.
Tensi drama terus meninggi. Para penonton terhanyut dalam adu peran dari para pemain yang menghayati setiap bagiannya. Sesekali suara anak-anak terdengar dari bangku penonton namun segera diredam oleh orang tua mereka.
Hidup Leonardo dan mempelai pria akhirnya berakhir setelah mereka bertikai. Tragedi ini meninggalkan ibu mempelai pria, mempelai wanita, dan istri Leonardo. Ketiga wanita ini meratapi kematian pria yang mereka sayangi.
Mempelai wanita hendak mengorbankan diri saat menghampiri ibu mempelai pria. Namun, perempuan tua itu tidak menginginkan nyawa kembali terbuang sia-sia dan membiarkan mempelai wanita menangisi tragedi ini.
Sebagai seniman, Lorca adalah pengarang yang humanis. Dia bergaul dengan semua orang. Hanya gara-gara dia dinilai dekat dengan salah satu pihak, Lorca dieksekusi. Nyawanya hilang hanya karena masalah politik.
Akhir memaafkan
Fathul A Husein menjelaskan, drama yang diciptakan Lorca ini memiliki dua akhir kisah. Opsi pertama adalah mempelai wanita akan mengorbankan dirinya, sementara yang kedua dibiarkan hidup karena ibu mempelai pria memaafkannya.
Sebagai sutradara, Fathul memutuskan untuk memilih akhir yang kedua. Kekuatan memaafkan, meskipun di tengah tragedi, diharapkan bisa diresapi penonton dan publik. Nilai moral dari drama ini diharapkan bisa mendamaikan pemikiran para penonton, terutama saat menghadapi panasnya tahun politik.
”Ini untuk pesan moral bangsa yang lebih baik dengan budaya memaafkan. Apalagi, kita sudah menjelang tahun politik, ada pemilu (pemilihan umum). Dalam politik, selalu ada fragmentasi, Jadi, di dunia teater ini, ada silaturahmi yang menyatukan rasa,” ujarnya.
Pemilihan drama ciptaan Lorca dalam penampilan pembuka dalam rangkaian 8th Invitation to The Theatre 2023 ini juga tidak sembarangan. Fathul memaparkan, kehidupan dramawan asal Spanyol yang berakhir karena masalah politik ini menjadi contoh dari perlunya masyarakat berpikiran dingin dalam berpolitik.
Lorca dieksekusi pada tahun 1936, atau empat tahun setelah dia menulis naskah Pernikahan Darah, dalam perjalanan dari Viznar ke Alfacar. Jasadnya dimakamkan tanpa nisan di kuburan massal yang terletak di antara dua kota di Spanyol tersebut.
”Padahal sebagai seniman, Lorca adalah pengarang yang humanis. Dia bergaul dengan semua orang. Hanya gara-gara dia dinilai dekat dengan salah satu pihak, Lorca dieksekusi. Nyawanya hilang hanya karena masalah politik,” ujarnya.
Pembawa pesan
Dalam rangkaian acara Jurusan Teater ISBI Bandung ini, sejumlah penampilan juga memberikan makna kebaikan yang ada dalam diri manusia. Selain drama Perkawinan Darah, pertunjukan seni teater lain seperti Bedol Desa, Rumah Tangga Bahagia, Diffusion, hingga Boikot Tubuh berlangsung dari 19-23 November 2023.
”Dalam pertemuan ini, semua saling bertemu dan bersilaturahmi. Apalagi sebelumnya ada pandemi Covid-19, semua berjarak. Dari pertemuan ini, kami juga menyebarkan nilai kebaikan dalam hidup,” ujarnya.
Menurut Rektor ISBI Bandung Retno Dwimarwati, dunia seni peran dan drama masih bisa memberikan gambaran dan contoh kebaikan di dalam kehidupan. Apalagi, setiap drama memiliki konflik yang menjadi pembelajaran.
Retno menemukan nilai kebaikan itu selama dia mendalami peran. Sebagai aktris yang berperan menjadi ibu mempelai pria dalam Pernikahan Darah, dia meresapi kerelaan tokoh itu dalam memaafkan mempelai wanita.
Bahkan, Retno juga mencoba menyebar kekuataan maaf itu kepada penonton. Hal yang serupa juga dia lakukan sebagai pemain drama dan aktris yang bermain peran dalam setiap pertunjukan sejak tahun 1980-an.
”Saya mendalami acting sejak awal masuk ke ISBI sebagai mahasiswa. Sampai sekarang, tidak akan berhenti meskipun memiliki jabatan dengan banyak kesibukan. Saya memahami, sebagai sebuah seni pertunjukan, drama itu memberikan tontonan dan tuntunan,” ujarnya.
Seiring perkembangan zaman dan teknologi, Retno melihat dunia seni peran ikut berjalan maju. Bahkan, nilai-nilai positif semakin mudah disebar saat teknologi informasi masuk ke dalam sendi kehidupan.
”Seni peran itu mencari solusi. Saat kami belajar setiap lakon atau apa pun, kami juga belajar memberikan solusi. Konflik-konflik yang terjadi di masyarakat, termasuk panasnya tahun politik saat ini, perlu didinginkan dengan berbagai pesan damai,” ujarnya.
Tahun politik
Narasi damai dan legawa dalam menerima kenyataan ini dibutuhkan saat publik menghadapi tahun politik. Beberapa bulan, lagi, tepatnya Februari 2024, rakyat Indonesia akan melaksanakan hajat politik terbesar di negeri ini untuk memilih pemimpin negeri.
Dalam Pemilu 2024, ada tiga pasang calon presiden dan wakil presiden yang bersaing merebut kursi kekuasaan. Para pasangan calon ini adalah Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Tokoh budayawan, termasuk agama, tentu lebih didengar oleh komunitasnya masing-masing, terutama yang memiliki basis massa besar. Namun, agaknya ini perkara sulit kalau beban seleksi narasi politik ini harus ditanggung publik. Jadi, tokoh berpengaruh tetap diperlukan.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion Dedi Kurnia Syah berpendapat, situasi saat ini sudah cukup memanas karena propaganda di media sosial. Bahkan, agenda terkait visi dan misi dari para calon pemimpin negeri masih belum menyebar dengan merata.
”Potongan video hingga pernyataan kandidat sudah mulai banyak digunakan untuk tujuan yang buruk. Harusnya, peran para kontestan serta tim setiap capres diperlukan untuk meredam kontestasi, terutama menghindari nuansa menyudutkan lawan,” ujarnya.
Menurut Dedi, narasi damai dari semua pihak, termasuk karya seni dan budaya, bisa meredam panasnya tahun politik. Namun, semua itu masih belum cukup karena para tokoh berpengaruh hingga ketegasan dari pengawas dan penegakan hukum masih berperan penting.
”Tokoh budayawan, termasuk agama, tentu lebih didengar oleh komunitasnya masing-masing, terutama yang memiliki basis massa besar. Namun, agaknya ini perkara sulit kalau beban seleksi narasi politik ini harus ditanggung publik. Jadi, tokoh berpengaruh tetap diperlukan,” ujarnya.
Baca juga: Festival Teater Jakarta Utara, Laboratorium bagi Seniman Teater Muda
Dedi menekankan, publik harus memiliki satu kesamaan tafsir, yaitu persatuan jauh lebih baik daripada pertentangan karena perbedaan pilihan. Narasi positif perlu terus digaungkan agar tahun politik dihadapi dengan kesejukan.
Dari jagat maya hingga dunia seni perlu mengedepankan pesan damai dan saling memaafkan, serta tidak bertumpah darah dalam menghadapi perbedaan. Seperti sang ibu mempelai pria yang menutup perannya dengan kalimat maaf kepada mempelai wanita yang meratap penuh penyesalan.
”Menangislah. Tapi di depan pintu.”