Antisipasi Bencana di Musim Hujan, Jateng Siapkan Berbagai Strategi
Berbagai pihak di Jateng mulai bersiap menghadapi bencana hidrometeorologi yang berpotensi terjadi di wilayahnya. Di samping itu, masyarakat juga diminta berpartisipasi mencegah bencana.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Sejumlah cara disiapkan berbagai pihak di Jawa Tengah guna mengantisipasi risiko bencana hidrometeorologi. Selain kesiapan personel penanggulangan bencana, ada juga upaya meningkatkan kapasitas masyarakat di wilayah rawan, memasang alat pendeteksi, hingga memperbaiki tanggul-tanggul sungai yang kritis.
Pengecekan kesiapan personel beserta alat-alat penanggulangan bencana, salah satunya dilakukan Pemerintah Provinsi Jateng saat apel kesiapsiagaan bencana, Senin (27/11/2023). Apel digelar di halaman Kantor Gubernur Jateng serta diikuti lebih kurang 200 personel dari 26 instansi dan organisasi sukarelawan.
”Apel ini dalam rangka mengecek kembali kesiapsiagaan kami menghadapi potensi bencana. Kerawanan bencana hidrometeorologi yang biasanya terjadi adalah banjir, longsor, dan puting beliung,” kata Penjabat Gubernur Jateng Nana Sudjana seusai apel.
Nana menilai, seluruh personel telah siap menanggulangi bencana. Kendati demikian, ia meminta masyarakat selalu waspada, memantau perkembangan potensi bencana dan bersiap untuk dievakuasi ataupun mengevakuasi diri jika sewaktu-waktu bencana terjadi di lingkungannya.
Dalam kesempatan itu, Nana juga mengecek mobile flood pump, instalasi pengolahan air minum, ambulans, mobil dapur lapangan, dan traktor. Menurut dia, alat-alat yang nantinya bakal digunakan dalam penanggulangan bencana itu telah siap.
Kepala Bidang Penanganan Darurat Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jateng Muhamad Chomsul mengatakan telah melakukan berbagai persiapan dalam menghadapi bencana hidrometeorologi. Salah satu yang menjadi fokusnya adalah menguatkan kapasitas masyarakat di wilayah rawan bencana. Hal itu dilakukan dengan membentuk desa tangguh bencana (destana).
Hingga kini, ada lebih kurang 1.300 destana di Jateng. Mayoritas destana berada di wilayah yang rawan banjir dan tanah longsor. Masyarakat di destana itu dilatih dan dibekali ilmu-ilmu kesiapsiagaan terhadap bencana.
”Tak hanya destana, kami juga membentuk satuan pendidikan aman bencana, mulai dari pendidikan dini hingga ke pendidikan tinggi,” tutur Chomsul.
Menurut Chomsul, hampir seluruh wilayah di Jateng, terutama di kawasan pesisir pantura, tergolong rawan bencana, terutama banjir. Selain karena debit air hujan yang tinggi, pasang surut air laut juga perlu diwaspadai karena bisa memicu banjir rob.
Sebagai salah satu daerah rawan banjir dan rob, Pemerintah Kota Semarang juga turut menyiapkan langkah-langkah antisipasi. Salah satunya memasang alat peringatan dini untuk mendeteksi ketinggian air di 19 titik. Mayoritas alat peringatan dini itu disebar di kecamatan-kecamatan rawan banjir, seperti Genuk, Semarang Utara, Tugu, dan Tembalang.
”Alat peringatan dini itu untuk meningkatkan mitigasi dan responsi masyarakat dalam menghadapi ancaman banjir, termasuk memudahkan pemetaan evakuasi jika terjadi banjir. Alat itu juga dilengkapi kamera pemantau yang aktif 24 jam. Apabila ketinggian air sudah melebihi batas, alarm pada alat akan berbunyi,” ujar Kepala BPBD Kota Semarang Endro Pudyo Martantono.
Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu mendorong masyarakat berkontribusi mencegah bencana, terutama banjir dan rob. Ia meminta masyarakat memilah sampah dan tidak membuang sampah sembarangan di saluran air ataupun di sungai.
”Kami juga memohon masyarakat menjaga lingkungan dan menjaga kebersihan. Masyarakat diharapkan bisa mengelola sampahnya agar tidak terjadi bencana banjir di wilayahnya,” katanya.
Antisipasi banjir juga dilakukan oleh Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali-Juana. Dalam beberapa waktu terakhir, petugas BBWS Pemali-Juana rutin membersihkan sekaligus mengeruk sedimentasi di daerah aliran sungai yang telah dangkal. Pompa-poma air pun juga telah disiapkan di titik-titik yang rawan banjir.
Kepala BBWS Pemali-Juana Harya Muldianto menyebut, pihaknya mulai memperbaiki tanggul-tanggul sungai yang berada dalam kondisi kritis. Jika dibiarkan, kondisi itu akan memicu luapan air sungai dan menyebabkan banjir.
”Tanggul kritis ini tersebar di sejumlah daerah, seperti Kota Semarang, Kabupaten Demak, Pati, Jepara, Grobogan, dan Kabupaten Semarang. Lebar tanggul kritis bervariasi, mulai 50 meter hingga 100 meter,” ucap Harya.