UMK Tak Sesuai Harapan, Buruh di Jateng Ancam Mogok Kerja dan Gugat Pemerintah
Penetapan upah minimum kabupaten/kota di Jateng disambut kekecewaan dari serikat buruh. Mereka kecewa karena tuntutan agar besaran upah naik 15 persen tidak terkabul.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·4 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mengumumkan besaran upah minimum kabupaten/kota (UMK) di wilayahnya, Kamis (30/11/2023) petang. Namun, besaran kenaikan UMK itu jauh dari harapan para buruh. Para buruh yang kecewa pun mengancam bakal melakukan aksi mogok kerja dan menggugat pemerintah.
Besaran UMK itu dituangkan dalam Surat Keputusan Gubernur Jateng Nomor 561/57 Tahun 2023 yang disahkan pada Kamis ini dan berlaku mulai 1 Januari 2024. Penjabat Gubernur Jateng Nana Sudjana menuturkan, penetapan UMK 2024 memperhatikan inflasi provinsi, pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota, dan nilai alfa.
Nilai alfa mempertimbangkan tingkat penyerapan tenaga kerja dan rata-rata atau median upah. Hal itu sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan.
”Data yang digunakan dalam penghitungan penyesuaian nilai upah minimum menggunakan data dari lembaga berwenang, yaitu Badan Pusat Statistik. Pemerintah menetapkan UMK untuk melindungi pekerja dengan masa kerja kurang dari satu tahun agar tidak dibayar di bawah upah yang telah ditetapkan. Perusahaan yang melanggar bisa dikenai sanksi,” kata Nana dalam keterangan tertulisnya, Kamis.
Mengacu pada daftar UMK 2024, Kota Semarang menjadi daerah dengan besaran UMK tertinggi di Jateng, yakni sebesar Rp 3.243.969. Sementara Kabupaten Banjarnegara menjadi daerah dengan UMK terendah yakni Rp 2.038.005.
Besaran UMK Cilacap, Banyumas, Purbalingga, Kebumen, dan Purworejo berturut-turut yakni Rp 2.479.106, Rp 2.195.690, Rp 2.195.571, Rp 2.121.947, dan Rp 2.127.641. Di Wonosobo sebesar Rp 2.159.175, Kabupaten Magelang sebesar Rp 2.316.890, Boyolali sebesar Rp 2.250.327, Klaten sebesar Rp 2.244.012, dan Sukoharjo sebesar Rp 2.215.482.
Sementara itu, besaran UMK Wonogiri adalah Rp 2.047.500, Karanganyar sebesar Rp 2.288.366, Sragen sebesar Rp 2.049.000, Grobogan sebesar Rp 2.116.516, dan Blora sebesar Rp 2.101.813. Adapun di Rembang Rp 2.099.689, Pati sebesar Rp 2.190.000, Kudus sebesar Rp 2.516.888, Jepara sebesar Rp 2.450.915, dan Demak sebesar Rp 2.761.236.
Kemudian, di Kabupaten Semarang, Temanggung, Kendal, Batang, dan Pekalongan, besaran UMK berturut-turut, yakni Rp 2.582.287, Rp 2.109.690, Rp 2.109.690, Rp. 2.379.702, dan Rp 2.334.886. Lalu, di Pemalang sebesar Rp 2.156.000, Tegal Rp 2.191.161, Brebes sebesar Rp 2.103.100, Kota Magelang sebesar Rp 2.142.000, dan Kota Surakarta sebesar Rp 2.269.070.
Di Kota Salatiga, UMK yang ditetapkan sebesar Rp 2.378.951. Sementara di Kota Pekalongan sebesar Rp 2.389.801 dan di Kota Tegal sebesar Rp 2.231.628.
Kepala Biro Hukum Sekretariat Daerah Jateng Iwanuddin Iskandar menyebut, ada dua wilayah yang kenaikan UMK-nya melebihi kenaikan upah minimum provinsi (UMP), yakni 4,03 persen. Dua wilayah itu adalah Kota Semarang sebesar 6 persen dan Jepara sebesar 7,8 persen.
”Untuk Kota Semarang dan Jepara, gubernur telah meminta ketegasan kepada wali kota dan bupati, apakah sudah dikomunikasikan dengan pihak pengusaha, ternyata sudah. Intinya mereka sepakat dan siap untuk memberikan gaji sesuai itu,” ucap Iwanuddin.
Akan tetapi, pengumuman UMK itu dinilai mengecewakan para buruh. Sebab, besaran kenaikan UMP ataupun UMK tidak sesuai dengan yang mereka usulkan, yakni sebesar 15 persen. Para buruh juga menyoroti upah di Jateng merupakan salah satu yang terendah di Indonesia.
”Jateng memang terendah, tapi dalam hal ini, antara Jateng dan Jawa Barat, kenaikannya sudah tinggi Jateng. (Besaran kenaikan) Jateng sudah 4,03 persen dan Jabar masih 3,9 persen. Jadi ini nanti semakin lama kalau iklim investasi bagus, (kesejahteraan) buruhnya meningkat dengan bagus, ini nanti akan seimbang,” kata Iwanuddin.
Ratusan buruh yang kecewa dengan besaran UMK yang ditetapkan itu menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Gubernur Jateng, Kamis petang. Mereka berniat untuk melakukan perlawanan dengan cara mogok kerja.
Sekretaris Jenderal Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia Ramidi menyatakan, aksi mogok kerja itu akan dilakukan dalam waktu dekat. Namun, dia tak merinci kapan waktu pelaksanan mogok kerja tersebut.
Selain itu, perwakilan buruh juga disebut Ramidi akan menempuh jalur hukum dengan mengajukan gugatan lewat Pengadilan Tata Usaha Negara. ”Kami melihat ada proses atau hal-hal lain yang menurut kami di luar ketentuan yang ada,” tuturnya.
Jateng memang terendah, tapi dalam hal ini, antara Jateng dan Jawa Barat, kenaikannya sudah tinggi Jateng.
Dihubungi terpisah, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jateng Frans Kongi menyatakan, pihaknya menerima penetapan UMK di Jateng, kecuali di Jepara dan Kota Semarang. Hal itu karena penetapan UMK di dua wilayah itu dinilai Frans tidak mengacu pada PP Nomor 51 Tahun 2023.
”Nanti kami akan lihat lagi, bisa saja kami gugat dan bisa juga tidak. Kami akan konsultasi dengan Jepara dan Kota Semarang terlebih dahulu,” ujar Frans.
Saat ditanya terkait rencana mogok kerja para buruh, Frans meminta agar buruh tidak melakukan aksi tersebut. Menurut dia, pekerja terikat pada aturan perusahaan dan berpotensi untuk melanggar aturan perusahaan jika turut serta dalam aksi mogok kerja. Pelanggaran aturan itu bisa berujung pada diberikannya surat peringatan hingga ancaman pemutusan hubungan kerja.