Harga cabai di Surabaya, Jawa Timur, terus naik dan mencapai empat kali lipat dalam dua bulan terakhir. Pemerintah mengintervensi dengan menyubsidi biaya angkut cabai dari sentra produksi ke pasar.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Harga cabai di Surabaya, Jawa Timur, terus menanjak dan telah berlipat empat kali dalam dua bulan terakhir. Cabai termasuk dalam komoditas penyumbang inflasi kota yang pada November 2023 yang secara bulanan mencapai 0,26 persen.
Pada awal Oktober 2023, menurut Sistem Informasi Ketersediaan dan Perkembangan Harga Bahan Pokok (Siskaperbapo), harga cabai rawit merah, cabai merah besar, dan cabai merah keriting berada dalam kisaran Rp 24.000-Rp 28.000 per kilogram (Kg). Sebulan kemudian, harganya sudah menjadi Rp 33.000 per kg untuk cabai merah besar, Rp 39.000 per kg untuk cabai merah keriting, dan Rp 63.000 per kg untuk cabai rawit merah.
Awal bulan ini, harga cabai kian menanjak. Cabai merah keriting Rp 71.000 per kg, sedangkan harga cabai merah besar Rp 74.000 per kg dan cabai rawit merah Rp 73.000 per kg. Posisi terkini, yakni pada Senin (4/12/2023), harga komoditas ini kian ”pedas”. Cabai merah keriting, misalnya, naik menjadi Rp 74.000 per kg. Sementara harga cabai merah besar menjadi Rp 75.000 per kg dan cabai rawit merah menjadi Rp 81.000 per kg.
Harga itu ialah rerata dari enam pasar terkemuka di Surabaya. Keenam pasar tersebut adalah Tambahrejo, Wonokromo, Genteng Baru, Pucang Anom, Keputran, dan Soponyono. Harga cabai di suatu pasar berbeda dan disparitasnya bisa lebar.
Di Pasar Genteng Baru, rerata harga cabai rawit merah sudah tembus Rp 100.000 per kg. Untuk cabai merah keriting dan cabai merah besar tembus Rp 80.000 per kg. Di pasar ini, kenaikan harga cabai sudah tiga-empat kali lipat dibandingkan dengan situasi normal pada dua bulan lalu atau awal Oktober 2023.
”Cabai memang mahal dan sedang diupayakan penanganannya,” kata Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan seusai kunjungan ke Pasar Genteng Baru, Senin petang. Kenaikan harga cabai menjadi catatan penting karena tidak turun-turun. Kenaikannya di atas 10 persen dibandingkan dengan sehari sebelumnya.
Zulkifli, yang juga Ketua Umum Partai Amanat Nasional, melanjutkan, kenaikan harga cabai bisa mengganggu kestabilan harga pangan menjelang Natal 2023 dan Tahun Baru 2024 yang tersisa empat pekan. Untuk komoditas lain ada kenaikan, yakni telur ayam dan daging ayam. Namun, kenaikan 1-2 persen sehingga bisa diakomodasi masyarakat.
Meski demikian, menurut Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi, kenaikan harga komoditas terutama cabai menjadi penyumbang inflasi yang sebesar 0,26 persen pada November 2023. Angka inflasi bulanan itu turun 0,01 persen dibandingkan Oktober 2023 yang tercatat 0,25 persen. Sementara inflasi tahunan (year on year) per November 2023 tercatat 3,31 persen atau turun dibandingkan dengan Oktober yang 3,35 persen.
”Inflasi yang terlalu tinggi bisa memberatkan pengeluaran masyarakat,” kata Eri. Apalagi, cabai merupakan komoditas yang sulit diabaikan dalam kehidupan rakyat yang sudah mendarah daging senang sambal atau pedas. Jika memaksakan diri membeli cabai, pengeluaran masyarakat kian terbebani sehingga satu-satu cara ialah ugahari atau sementara pantang mengonsumsi cabai. Cara lainnya, budidaya cabai mandiri di pekarangan rumah sehingga tidak terlalu terpengaruh harga saat memerlukan konsumsi komoditas ini.
Eri mengatakan, harga tinggi cabai sudah terjadi sejak di tingkat petani atau daerah produsen, misalnya di Malang, Pasuruan, Mojokerto, Jombang, dan Nganjuk. Agar kenaikan harga komoditas tidak mencekik, pemerintah melakukan intervensi dengan subsidi biaya angkut cabai dari daerah penghasil ke pasar. Selain itu, juga intervensi penjualan komoditas lain, terutama beras dan minyak goreng, dengan harga eceran tertinggi (HET).
”Intervensi diharapkan dapat mengurangi beban masyarakat,” ujarnya.
Dengan kenaikan harga cabai yang ekstrem, masyarakat yang masih sulit berpantang terpaksa membeli sesuai kebutuhan, misalnya Rp 5.000 hanya mendapat enam-tujuh buah cabai rawit yang bisa dibuat sambal satu-dua kali makan. ”Kalau normal, beli cabai Rp 5.000 bisa buat sambal dan bumbu pedas lainnya,” kata Winarto, warga Jambangan.
Kenaikan harga cabai juga memaksa penjual kudapan goreng mengurangi pemberian komoditas mentah ini ke konsumen.
Kenaikan harga cabai juga memaksa penjual kudapan goreng mengurangi pemberian komoditas mentah ini ke konsumen. Harga kudapan memang tidak naik, yakni rata-rata Rp 1.000-Rp 2.000 per satuan kudapan (tahu isi, bala-bala, singkong goreng, dan tempe tepung goreng). Namun, cabai yang diberikan dikurangi dari biasanya sesuai keinginan pembeli.
”Cabai yang dikasih ke pembeli dihitung jumlahnya, separuh dari gorengan yang dibeli,” ujar Sugiyono, salah satu penjual gorengan di Kebonsari. Misalnya, seseorang membeli 10 buah gorengan, cabai rawit yang diberikan maksimal 5 butir bahkan diganti, antara lain dengan daun bawang atau saus saset.