Kemarau panjang berdampak pada suplai cabai dari petani di Malang, Jawa Timur. Seiring turunnya hujan, sebagian petani baru mulai menanam lagi sehingga pasokan belum optimal hingga beberapa pekan ke depan.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS — Kemarau panjang akibat fenomena El Nino berdampak terhadap stok cabai di Kabupaten Malang, Jawa Timur. Di satu sisi, panen cabai telah berlalu, sementara di sisi lain sebagian petani baru saja memulai tanam cabai seiring datangnya musim hujan yang mundur.
Kepala Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Malang Avicenna M Saniputra, Selasa (5/12/2023), mengatakan, situasi itu membuat stok cabai menipis. Untuk panen lagi perlu waktu karena usia tanaman saat ini relatif masih muda. Akibatnya, harga cabai di pasaran bertahan tinggi.
Berdasarkan data Sistem Informasi Ketersediaan Bahan Pokok di Kota Malang, per 5 Desember 2023, harga cabai merah besar/keriting mencapai Rp 78.000 hingga Rp 78.556 per kilogram, sedangkan cabai rawit Rp 83.333 per kg.
Sejak 3 Desember, harga cabai merah besar/keriting cenderung naik, yakni dari sebelumnya Rp 70.222 hingga Rp 70.888 per kg. Sementara cabai rawit, meski sempat turun menjadi Rp 82.222 per kg, harganya naik lagi menjadi Rp 83.333 per kg pada 3 Desember 2023.
Cabai rawit dan cabai merah menjadi salah satu komoditas pendorong inflasi di Kota Malang, yakni dengan andil masing-masing 0,18 persen dan 0,06 persen. Inflasi pada cabai ini, menurut Badan Pusat Statistik (BPS), terjadi seiring menurunnya pasokan akibat kemarau panjang dan kenaikan harga komoditas pendukung di sektor pertanian, seperti pupuk dan pestisida.
”Kita tahu bahwa musim hujan mundur akibat kemarau panjang sehingga petani baru bisa tanam cabai, sedangkan tanaman yang sudah dewasa baru panen,” kata Avicenna.
Dia menambahkan, luas area tanam cabai relatif tidak banyak berubah dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Kalau ada petani yang menanam komoditas lain, hal ini lebih didorong oleh alasan temporal, yakni nilai jual komoditas yang lebih tinggi.
Di lapangan, seperti di Kecamatan Poncokusumo yang merupakan salah satu penghasil utama cabai di Kabupaten Malang, cabai di tangkai rata-rata masih hijau dan baru siap petik satu-dua pekan ke depan. ”Saya baru saja menanam. Umurnya baru 20 hari. Sebelumnya, saya menanam bawang merah,” ujar Sukari (75), petani penggarap di Wonorejo.
Menurut dia, hujan yang turun beberapa hari terakhir membuat buah cabai muda makin berisi. Sebelumnya, di akhir kemarau, banyak tanaman cabai di daerah itu layu lantaran tidak kuat menahan panas. ”Di daerah sini sebenarnya banyak yang menanam cabai. Hanya saja, saat kemarau banyak yang mati,” ujarnya.
Pengalaman tentang pengaruh cuaca terhadap tanaman cabai juga dirasakan petani di Desa Belung. Sanapi (55), salah satu petani, menyatakan, kini dia menanam jagung manis setelah dua tahun sebelumnya gagal menanam cabai akibat pengaruh cuaca.
”Dulu (petani) yang menanam banyak, tetapi banyak yang gagal akibat cuaca. Padahal, petani sudah mengupayakan penggunaan bibit yang bagus,” ujarnya. Dari pengamatan terlihat beberapa kotak tanaman cabai yang tumbuh bersama komoditas lain, seperti kubis, bawang merah, dan jagung.
Berdasarkan data BPS, produksi cabai di Kabupaten Malang pada tahun 2022 mencapai 123.477 ton, sebanyak 15.892 ton di antaranya merupakan cabai merah besar, 87.433 ton cabai rawit, dan 11.563 cabai merah keriting.
Angka itu lebih besar dibandingkan dengan tahun 2021 yang hanya 114.888 ton. Adapun luas panen cabai di Malang pada tahun 2022 mencapai 6.555 hektar (4.889 hektar cabai rawit). Luasan ini lebih kecil dibandingkan dengan luas panen pada 2021 yang mencapai 7.303 hektar (5.439 hektar cabai rawit).