Pascatambang, Papua Songsong Ekonomi Hijau dan Biru
Provinsi Papua melepas ketergantungan pada pertambangan dan harus menggerakkan potensi lain untuk menopang ekonomi baru.
Pada 27 Desember 2023, Papua genap berusia 74 tahun. Provinsi yang dulu bernama Irian Jaya ini dikenal dengan kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Mulai dari kekayaan maritim di laut, tanah yang subur di darat, hingga potensi tambang yang terkandung di bawah tanah ”Bumi Cenderawasih” ini.
Selama itu pula, sektor pengelolaan sumber daya alam menopang perekonomian Papua. Salah satunya yang terbesar adalah pertambangan emas melalui kontrak karya PT Freeport Indonesia yang beroperasi sejak 1967.
Besarnya kontribusi sektor pertambangan dan penggalian terhadap perekonomian Papua tergambar dari kajian Badan Pusat Statistik (BPS) Papua. Pada triwulan III-2023, ekonomi Papua tumbuh 8,28 persen secara tahunan (year on year/yoy) dibandingkan dengan triwulan III-20222. Sektor yang berkontribusi paling besar adalah pertambangan dan penggalian sebesar 40,48 persen; konstruksi 12,96 persen; pertanian, kehutanan, dan perikanan 9,98 persen; perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor 9,37 persen; serta usaha administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib 7,93 persen.
Perekonomian Papua yang tumbuh hingga 8,28 persen itu lebih tinggi daripada pertumbuhan rata-rata nasional sebesar 4,94 persen. Pertumbuhan ekonomi Papua itu sangat ditopang oleh sektor pertambangan dan penggalian. Namun, jika sektor tersebut dikeluarkan sebagai kontributor perekonomian di Papua, BPS mencatat pertumbuhan ekonomi Papua hanya 3,32 persen. Artinya, tanpa sumbangsih sektor pertambangan dan penggalian, pertumbuhan ekonomi Papua akan berada di bawah rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional.
Baca juga: Pembahasan Penambahan Saham Pemerintah di Freeport Masuki Tahap Akhir
Situasi itu yang kini sedang berusaha diantisipasi oleh Pemerintah Provinsi Papua. Sebab, pemekaran tiga daerah otonomi baru (DOB) dari Papua pada 2022 turut memengaruhi kondisi perekonomian wilayah itu. Wilayah operasi pertambangan PT Freeport Indonesia di Kabupaten Mimika kini secara administratif bukan lagi bagian dari Papua, melainkan masuk wilayah Provinsi Papua Tengah. Hal ini berdampak pada turunnya pembagian laba bersih yang sebelumnya rutin diterima oleh Papua.
Laba bersih dari pertambangan Freeport yang masuk ke kas Papua dipastikan berakhir pada tahun ini. Situasi ini tidak mudah sebab selama ini Papua sangat mengandalkan pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor ini.
Kepala Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah (Bappenda) Papua Setiyo Wahyudi mengungkapkan, dari target Rp 1,177 triliun pada 2023, realisasi PAD Papua Rp 1,327 triliun. Ada surplus hingga 112 persen, atau sekitar Rp 149,2 miliar.
Baca juga: Hari Otonomi Khusus Papua, Jalan Panjang Mencapai Sejahtera
Sumber PAD terbesar dari Papua adalah dari sektor pajak pengelolaan kekayaan daerah, khususnya pertambangan PT Freeport Indonesia yang mencapai Rp 450 miliar. Berdasarkan situs e-pendapatan Papua di laman noken.papua.go.ig, PAD dari pajak pengelolaan kekayaan daerah menyumbang sekitar 39,2 persen dari total komposisi PAD Papua.
Pada 2024, target PAD Papua susut menjadi Rp 565 miliar. Penurunan ini tidak terlepas dari pemekaran tiga DOB serta lepasnya sumber pajak utama, yakni PT Freeport Indonesia. Dengan adanya tiga DOB, Papua yang awalnya memiliki 28 wilayah kabupaten/kota kini tinggal menyisakan satu kota dan delapan kabupaten.
”Tahun ini merupakan kali terakhir kami menerima pajak dari laba bersih dari Freeport. Dengan begitu, ada angka-angka lain harus dirasionalkan dengan pemekaran ini. Target PAD tahun 2024 kontraksinya tajam sekali,” kata Setiyo saat ditemui di Jayapura, Papua, Jumat (15/12/2023).
Kini, Papua berharap pada sektor-sektor lain untuk memaksimalkan pendapatan daerah dalam memastikan keberlanjutan pembangunan di Papua. Pemprov Papua mengupayakan intensifikasi dan peningkatan pendapatan sektor lain, serta pemasukan dari sektor baru yang masih disusun dan dimasukkan dalam evaluasi tahunan Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Baca juga: Infrastruktur PON Mengubah Wajah Papua
Perkuat sektor lain
Pelaksana Tugas Asisten Sekretariat Daerah Papua Bidang Perekonomian dan Kesejahteraan Rakyat Suzana Wanggai menyampaikan, secara umum, ke depan Papua akan berfokus dan mengintensifkan sektor-sektor ekonomi bertumpu pada ekonomi hijau dan biru.
Potensi ini akan dimaksimalkan berdasarkan sumber daya yang dimiliki di sembilan kabupaten/kota. Daerah-daerah seperti Kabupaten Keerom, Kabupaten Mamberamo Raya, dan Kabupaten Jayapura akan memaksimalkan sektor pertanian dan peternakan. Selain itu, ekonomi biru juga semakin ditingkatkan di wilayah kepulauan, seperti Kabupaten Biak Numfor, Supiori, Sarmi, Kepulauan Yapen, Waropen, serta Kota Jayapura.
Tambang ini seperti ’Dutch Disease’ atau ’Penyakit Belanda’ bagi Papua. Sebuah istilah ekonomi yang merujuk ketergantungan daerah pada satu sektor, seperti melimpahnya sumber daya alam sehingga membuat sektor lain luput dari perhatian.
Berbagai potensi kekayaan Papua selama ini harus kembali digenjot, seperti sumber daya alam, sosial budaya, serta ekonomi kreatif. Terkait dengan ini, Suzana mengatakan, Papua akan menyemarakkan berbagai kegiatan pariwisata yang bisa menghadirkan banyak wisatawan sekaligus menggerakkan ekonomi kerakyatan masyarakat lokal.
Kepala BPS Papua Adriana Carolina memaparkan, setiap tahun persentase kontribusi pertambangan memperlihatkan nilai yang besar bagi ekonomi Papua. Ada perbedaan kontribusi yang tajam dibandingkan dengan sektor lain. Dengan begitu, potensi dari sektor lain, seperti perikanan, pertanian, dan perdagangan, perlu mendapat perhatian lebih dari Pemprov Papua.
Sektor perikanan, misalnya, masih menunjukkan peningkatan produksi. BPS Papua mencatat, ada peningkatan beberapa hasil perikanan di Papua. Pada 2020 tercatat produksi hasil pembenihan sebesar 22,8 juta ekor dan 15.000 ekor di antaranya adalah ikan hias. Adapun pada 2021, ada 22,9 juta ekor hasil pembenihan, dengan 18.000 ekor di antaranya ikan hias.
”Sektor-sektor seperti ini perlu dimaksimalkan yang bersentuhan dengan kerakyatan, apalagi didorong bernilai tambah,” ujar Adriana.
Baca juga: Tingkat Ekonomi Masyarakat Adat di Jayapura Masih Rendah
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Cenderawasih Julius Ary Mollet mengungkapkan, jomplangnya kontribusi antara sektor pertambangan dan sektor lainnya menunjukkan minimnya perhatian pemerintah daerah pada sektor perekonomian lain.
Papua terlalu mengagungkan sektor pertambangan. Juliun mengibaratkan tambang seperti ”Dutch Disease” atau ”Penyakit Belanda” bagi Papua. Sebuah istilah ekonomi yang menggambarkan ketergantungan daerah pada satu sektor, antara lain karena melimpahnya sumber daya alam, sehingga membuat sektor lain luput dari perhatian.
”Papua terjebak dengan kondisi ini. Sektor lain, seperti pertanian, perdagangan, peternakan, dan ekonomi kreatif, dilupakan. Tapi jangan berkecil hati. Saat ini waktunya memberikan perhatian lebih program yang komprehensif bagi sektor lainnya tersebut,” kata dosen yang juga Ketua Pusat Studi Pembangunan Ekonomi Inklusif dan Pengentasan Kemiskinan Papua ini.
Apalagi, hingga saat ini masalah klasik bagi sektor usaha di Papua tak kunjung diselesaikan secara menyeluruh. Misalnya saja, masalah biaya produksi tinggi yang membuat harga produk yang dihasilkan tidak bersaing ketika berhadapan dengan pasar luar. Belum lagi, masalah konektivitas turut memengaruhi biaya pengiriman. Dengan begitu, harga produk di Papua juga semakin tinggi sehingga produk dari Papua semakin sulit bersaing.
”Jalan terbaik itu adalah dengan menghadirkan pasar itu ke Papua. Berbagai usaha dan jasa bergeliat,” ujar Julius.
Baca juga: Penyiapan Pelabuhan Depapre Jadi Hub Indonesia Timur Masih Terganjal Lahan
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Papua Ronald Antonio mengakui, perlu ada sinergi sejumlah pihak untuk menguatkan ekonomi Papua selepas berhentinya aliran dana utama dari sektor pertambangan.
Sektor yang masih menjadi andalan, seperti perikanan, pertanian, dan perdagangan, yang banyak digerakkan kelompok usaha mikro kecil menengah (UMKM) akan menjadi penopang ekonomi Papua. Selain memastikan jumlah produksi, juga dibutuhkan peningkatan jangkauan pasar.
Dia menilai, pasar yang paling rasional pelaku usaha adalah di regional Papua itu sendiri. Upaya memperluas jangkauan pasar tersebut bisa dilakukan dengan menarik kunjungan wisatawan lokal dan mancanegara ke Papua dengan menghadirkan ajang skala nasional.
Baca juga: Sail Teluk Cendrawasih Dorong Investasi dan Ekspor
Di sisi lain, sektor pariwisata juga menjanjikan. Berdasarkan data BPS, pada 2022, pergerakan wisatawan domestik di Papua mencapai 1,05 juta perjalanan. Dari angka tersebut, 52 persen di antaranya adalah perjalanan profesi atau bisnis, 9,89 persen kunjungan pada kerabat, 5,81 persen berlibur, serta 31,26 persen jenis kunjungan lain.
Penyelenggaraan acara wisata atau festival berskala nasional, menurut Ronald, harus diperbanyak untuk menarik wisatawan ke Papua. Ajang festival tersebut harus saling terkoneksi dengan perhelatan serupa di daerah lain di Papua sehingga pengunjung bisa menggunakan waktu lebih di Papua.
Biasanya anak-anak di Papua ini tunggu orang lain bergerak, baru mau juga ikut.
Saat Sail Cenderawasih pada November 2023, misalnya, ada 6.521 wisatawan yang bergerak dan melibatkan sekitar 4.000 pelaku UMKM. Jumlah transaksi selama 12 hari acara mencapai Rp 78 miliar. Rata-rata setiap orang mengeluarkan Rp 1 juta akomodasi, transportasi, dan kuliner.
”Pengusaha Papua alangkah baiknya memaksimalkan dulu pasar di regional Papua. Dengan berbagai keterbatasan, pasar regional masih menjanjikan dibandingkan dengan pasar luar yang terkendala keberlanjutan dari kendala produksi tinggi,” kata Ronald.
Baca juga: Lulusan Kampus di Papua Banyak Menganggur, Kewirausahaan Didorong
Ekonomi kreatif
Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, UKM, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Papua Omah Laduani Ladamay mengungkapkan, sejumlah faktor memengaruhi sektor lain di Papua sulit bertumbuh. Selama ini, Papua kurang melirik sektor ekonomi jasa dan usaha. Anak-anak Papua lebih tertarik menjadi aparatur sipil negara, TNI/Polri hingga karyawan swasta. Ketika mereka tidak menembus sektor tersebut, mereka memilih menganggur.
Pemprov Papua berusaha merangsang anak-anak muda di Papua bergerak di bidang yang lebih produktif. Hal tersebut sudah terlihat, apalagi saat masa masa pandemi Covid-19. Saat itu, anak muda Papua mulai melirik sektor-sektor ekonomi kreatif.
Omah pun mengakui, pelaku UMKM kerap terkendala keberlanjutan lantaran kesulitan biaya produksi dan pengiriman ke pasar luar. Pihaknya pun mendorong para pelaku usaha sejenis untuk membuat sebuah koperasi.
”Ketika mereka membentuk koperasi, produksinya akan lebih efektif dan efisien. Misalnya, ada 200-300 pengusaha produk olahan dari ikan atau sagu membentuk koperasi, ini akan mudah bagi pemerintah membantu mencarikan pasar bagi mereka,” ucap Omah.
Baca juga: Pelaku UMKM di Papua Masih Terbentur Sejumlah Kendala
Selain itu, keberadaan Papua Youth Creative Hub, yang diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada Maret 2023, telah menjadi wadah anak muda Papua membentuk ekonomi kreatif yang lebih bergeliat. Papua Youth Creative Hub mendampingi mereka dalam kewirausahaan, mulai dari pemula hingga akhirnya mereka menemukan pasar lokal, regional, nasional, ataupun ekspor.
Koperasi dan komunitas yang saling terkoneksi ini diharapkan membuat ekosistem bagi dunia usaha di Papua. ”Biasanya anak-anak di Papua ini tunggu orang lain bergerak, baru mau juga ikut,” kata Omah.