34 Warga NTT Tewas akibat Gigitan Anjing Rabies Sepanjang 2023
Sebanyak 34 warga di Nusa Tenggara Timur meninggal akibat digigit anjing yang terpapar rabies pada tahun ini. Perlu upaya antisipasi agar rabies tak terus menimbulkan korban di NTT.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·3 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Sepanjang tahun 2023, tercatat 34 warga di Nusa Tenggara Timur meninggal setelah digigit anjing yang terkena rabies. Pemerintah daerah diminta serius melakukan vaksinasi terhadap hewan penular rabies untuk mencegah penularan penyakit tersebut.
Kepala Divisi Keselamatan dan Advokasi Hukum Yayasan Mega Timor, Aleksander Hendrikus, mengatakan, 34 warga yang meninggal itu berasal dari sejumlah wilayah NTT, baik di Pulau Flores-Lembata maupun Pulau Timor.
”Selama tidak ada upaya serius melakukan vaksinasi terhadap semua anjing milik warga oleh pemerintah daerah masing-masing, rabies masih menjadi momok menakutkan di tahun 2024. Aktivitas warga pun terus terganggu oleh keberadaaan anjing yang berkeliaran di permukiman warga,” kata Hendrikus, Kamis (28/12/2023), di Kupang.
Dari 34 warga yang meninggal setelah digigit anjing yang terkena rabies, 18 orang berasal dari Pulau Flores-Lembata dan 16 orang dari Pulau Timor. Di Pulau Timor, terdapat 13 kasus kematian di Kabupaten Timor Tengah Selatan, 2 kasus di Timor Tengah Utara, dan 1 kasus di Malaka.
Sementara itu, kasus kematian di Flores-Lembata terdiri dari 6 kasus di Sikka, 5 kasus di Ende, 3 kasus di Manggarai, 2 kasus di Manggarai Timur, serta masing-masing 1 kasus di Nagekeo dan Ngada. Korban kebanyakan anak-anak berusia 3-18 tahun.
Hendrikus menyebut, penularan penyakit rabies merupakan masalah yang sangat serius karena telah menimbulkan banyak korban jiwa. Apalagi, di sejumlah wilayah NTT, anjing hidup berdampingan dengan warga, termasuk anak-anak.
Meski begitu, Hendrikus menilai, pemda di NTT belum menganggap rabies sebagai masalah serius yang harus segera ditangani. Keterbatasan anggaran juga kerap menjadi alasan utama tak optimalnya penanganan rabies.
Hendrikus menambahkan, pengadaan vaksin antirabies untuk hewan penular rabies (HPR) dan serum antirabies bagi manusia juga belum menjadi prioritas di NTT. Padahal, setiap tahun selalu ada warga yang meninggal akibat gigitan HPR.
Sekretaris Komite Forum Penanggulangan Rabies di Flores-Lembata dr Asep Purnama menilai, jika tak segera ditangani, ada kemungkinan penularan rabies kian meluas di NTT. Bahkan, bukan tak mungkin paparan rabies menyebar hingga Timor Leste. Apalagi, dua kabupaten di NTT yang berbatasan dengan Timor Leste, yakni Timor Tengah Utara dan Malaka, sudah terpapar rabies.
”Apakah kabupaten-kabupaten itu sudah menganggarkan biaya pengadaan vaksin antirabies dan serum antirabies pada 2024? Jika tidak, rabies akan terus menghantui rasa aman masyarakat dalam aktivitas keseharian mereka,” katanya.
Selama tidak ada upaya serius melakukan vaksinasi terhadap semua anjing milik warga oleh pemerintah daerah masing-masing, rabies masih menjadi momok menakutkan pada 2024.
Asep menambahkan, setiap kabupaten/kota yang sudah terdapat kasus kematian akibat rabies seharusnya segera menetapkan status kejadian luar biasa (KLB). Sebab, penetapan status KLB akan mempermudah alokasi anggaran. Namun, masih ada kabupaten yang belum menetapkan status KLB meski sudah ada korban jiwa.
”Selain itu, masih banyak warga yang belum paham bagaimana menangani kasus gigitan anjing rabies sejak dini. Luka bekas gigitan anjing harus dicuci di air mengalir dengan detergen selama 10-15 menit, kemudian korban segera dibawa ke fasilitas kesehatan terdekat. Anjing-anjing peliharaan harus divaksin dan diikat atau dikandangkan,” kata Asep.
Asep memaparkan, setiap kabupaten/kota di NTT perlu melakukan pengadaan vaksin antirabies sesuai total populasi anjing. Vaksinasi perlu dilakukan pada minimal 70 persen dari populasi anjing secara keseluruhan.
Juru bicara Satuan Tugas Penanggulangan Rabies di Timor Tengah Selatan, Adi Talo, mengatakan, status KLB rabies telah ditetapkan di kabupaten itu sejak akhir Mei 2023. Hingga sekarang, status itu masih berlaku. Dia menambahkan, sampai 30 November 2023, ada sekitar 37.000 ekor HPR yang diberi vaksin antirabies di Timor Tengah Selatan.
”Kami juga sudah mewajibkan warga agar semua anjing diikat atau dikandangkan. Jika masih ada yang ditemukan berkeliaran, dianggap anjing liar dan harus dibasmi. Pembasmian ini sudah dijalankan, tetapi mendapat protes dari sebagian kelompok masyarakat pencinta hewan sehingga tindakan itu ditangguhkan,” katanya.
Adi menyebut, Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Selatan juga telah mengalokasikan anggaran pengadaan vaksin antirabies pada 2024. Pada tahun ini pengadaan vaksin di kabupaten itu dilakukan dengan anggaran belanja tidak terduga.