Terus Turun, Sektor Pertanian dan Perikanan Maluku Utara Perlu Alokasi Anggaran Tambahan
Nilai Tukar Petani dan Nilai Tukar Nelayan di Maluku Utara mengalami penurunan, dan belum mampu menyamai rata-rata nilai nasional. Pemerintah perlu fokus di dua sektor ini sebagai upaya mengatasi kemiskinan di sana.
Oleh
RAYNARD KRISTIAN BONANIO PARDEDE
·4 menit baca
TERNATE, KOMPAS – Nilai Tukar Petani dan Nilai Tukar Nelayan di Maluku Utara masih berada jauh di bawah rata-rata nasional. Dua sektor tradisional ini perlu terus didorong karena erat kaitannya dengan pengentasan kemiskinan di wilayah Maluku Utara.
Kepala Badan Pusat Statistik Maluku Utara (BPS Malut) Aidil Adha menjelaskan, Nilai Tukar Petani (NTP) Malut turun 0,88 persen, dari 104,58 pada November 2023 menjadi 103,66 pada Desember 2023.
Penurunan NTP berasal dari sektor perkebunan sebesar 1,73 persen, peternakan sebesar 1,49 persen, dan perikanan sebesar 0,91 persen. Menurunnya NTP terjadi karena kenaikan beberapa harga komoditas seperti cabe rawit, cabe merah, dan tomat.
Secara sederhana, NTP merupakan nilai yang didapatkan dari selisih hasil penjualan hasil tani dengan nilai komoditas pangan yang harus dibeli petani untuk konsumsi harian. Bila angka di atas 100, petani sudah untung atau setidaknya ”balik modal”, dan sebaliknya, bila di bawah 100, petani merugi. Hingga akhir 2023, NTP Maluku Utara masih berada di rata-rata NTP nasional sebesar 112,46.
”Daya beli dari petani sedang menurun karena kenaikan harga di beberapa komoditas,” ujarnya di Ternate, Selasa (2/1/2024).
Tidak hanya NTP, Nilai Tukar Nelayan (NTN) juga turun. NTN Maluku Utara per Desember 2023 berada di angka 100,51 dari angka 101,43 pada November 2023. Angka ini juga masih jauh di bawah angka NTN nasional sebesar 105,40 di periode Desember 2023.
Penurunan terjadi karena adanya penurunan di harga komoditas ikan teri sebesar 0,16 persen, sedangkan belanja modal meningkat sebesar 1,51 persen.
Selain penurunan daya beli, jumlah pekerja di sektor ini juga menurun. Pertumbuhan sektor pertambangan dan pengolahan mineral seperti nikel, menjadi salah satu penyebabnya. Ketertarikan warga untuk jadi petani pun menurun. Aidil menjelaskan, jumlah petani di Maluku Utara turun dari 157.024 pada 2013 menjadi 153.790 di tahun 2023.
”Petani muda juga menurun. Proporsi petani usia 23-34 tahun di 2013 berada di angka 16 persen, turun menjadi 12 persen di 2023. Sementara petani usia 35-44 tahun juga turun, dari 32 persen pada 2013 menjadi 27,22 persen di 2023,” ujarnya.
Menurunnya sektor pertanian ini membuat kontribusi sektor ini dalam perekonomian ikut turun. Hingga akhir 2023, penerimaan pajak dari sektor pertanian, kehutanan, perikanan turun 20,28 persen, sementara sektor pertambangan tumbuh 144,20 persen.
Kepala Kantor Direktorat Jendral Perbendaharaan (DJPb) Wilayah Maluku Utara Tunas Agung Jiwa Brata menjelaskan, penurunan di sektor ini juga terjadi karena wilayah tangkapan ikan yang semakin jauh, serta penurunan di sektor perkebunan. Secara tren tahunan, angkanya memang terus menurun.
Dalam Jelajah Laut Maluku Papua yang dilakukan harian Kompas pada Oktober 2023, sejumlah area pesisir di Pulau Halmahera, Maluku Utara dinyatakan tercemar logam berat. Daerah Teluk Buli, Halmahera Timur dan Teluk Weda, Halmahera Tengah, tercemar karena aktivitas tambang di sekitarnya. Alhasil, nelayan harus melaut lebih jauh.
Mengutip data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) 2023, hampir setengah dari Kepala Keluarga penduduk miskin di Maluku Utara berstatus sebagai petani. Untuk itu, sektor ini harus terus didorong agar tidak terus merosot di masa depan sehingga menyejahterakan petani.
Jumlah petani milenial dan muda turun, kemungkinan ketertarikan warga Maluku Utara untuk sektor ini menurun.
Sebagai awal, alokasi anggaran untuk pertanian Maluku Utara perlu ditingkatkan. Mengutip data DJPb Maluku Utara, alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik tahun 2023 menjadi catatan. Hal ini terlihat dari alokasi DAK fisik pertanian yang sebesar 1,6 persen dari pagu anggaran sebesar Rp 73,75 miliar.
Porsi ini dinilai terlalu rendah sehingga perlu ada pengalokasian anggaran yang lebih tepat untuk pertanian, mengingat sektor ini banyak dikerjakan oleh warga asli Maluku Utara. Apalagi tahun 2024, ekonomi Maluku Utara diprediksi masih tumbuh positif di angka 18-20 persen.
Selain pertanian, sektor perikanan juga perlu didorong. Menurunnya sektor perikanan tangkap bisa dibantu dengan mendorong sektor budidaya perikanan. Sektor budidaya perikanan Maluku Utara potensial yang terlihat dari peningkatan total produksi dari 87,728 ton tahun 2021, dari 82,599 ton di tahun 2020.
Jumlah ini bisa terus tumbuh bila mendapat dukungan dari pemerintah seperti melengkapi daerah budidaya dengan sistem lemari pendingin yang mumpuni, agar hasil bisa diekspor.
Budidaya perikanan yang kini tengah digarap adalah rumput laut dan udang vaname. Budidaya udang ini dilakukan di tiga lokasi yaitu Halmahera Selatan, Halmahera Barat, dan Tidore. Sementara budidaya rumput laut ada di Morotai, Taliabu, dan Halmahera Barat.
”Pemerintah daerah juga perlu mengoptimalkan pelatihan dan keterampilan tentang budidaya ikan di balai-balai pelatihan yang ada,” ujarnya.