Tindak Tegas Tawuran di Magelang Agar Tidak Terus Berulang
Polisi akan lebih mengedepankan hukum pidana dalam penyelesaian masalah tawuran di Magelang. Penerapannya dipilih agar menimbulkan efek jera.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·2 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Polresta Magelang memprioritaskan penanganan kasus tawuran di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, secara hukum pidana. Harapannya untuk memberi efek jera pelaku dan menekan korban berjatuhan.
Kepala Kepolisian Resor Kota (Polresta) Magelang Komisaris Besar Mustofa mengatakan, penindakan tegas kasus tawuran harus dilakukan agar peristiwa tersebut tidak terus berulang. Jangan sampai dilakukan oleh lebih banyak orang lagi.
”Berulang kali terjadi, kasus tawuran atau perkelahian ini tidak bisa lagi diabaikan karena mulai melibatkan anak-anak di bawah umur. Pelajar SMP, bahkan SD,” ujarnya di Markas Polresta Magelang, Jawa Tengah, Rabu (3/1/2024).
Dengan mempertimbangkan hal tersebut, jika ada sejumlah pihak menawarkan penyelesaian secara kekeluargaan atau restorative justice, tidak menjadi penyelesaian prioritas.
”Kami berharap nantinya sekolah atau dinas bisa memberikan sanksi keras kepada siswa pelaku tawuran seperti dikeluarkan dari sekolah misalnya,” ujarnya. Di lingkup sekolah, sanksi dinilainya penting diberlakukan. Itu karena perilaku tawuran biasanya terjadi karena siswa meniru tindakan para kakak kelasnya.
Di Kabupaten Magelang, kasus tawuran terbaru berlangsung pada Minggu (31/12/2023) pukul 01.00. Tawuran terjadi di dua lokasi, yakni di depan Pasar Japunan, Kecamatan Mertoyudan, dan di Jalan Magelang-Yogyakarta di dekat Rumah Sakit Daerah Merah Putih.
Sejumlah pelaku mengaku memesan dan membeli celurit tersebut di marketplace.
Aksi perkelahian ini diawali adanya undangan alias tantangan untuk berkelahi. Tantangan ini diunggah oleh salah seorang pemilik akun di media sosial Instagram. Perkelahian pun terjadi di dua lokasi tersebut. Kejadian ini mengakibatkan enam korban luka.
Dari peristiwa tersebut, polisi kemudian mengamankan lima terduga pelaku. Tiga di antaranya masih berusia di bawah 17 tahun. Dua lainnya berusia 18 tahun.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Magelang Komisaris Rifeld Constantien Baba mengatakan, sejumlah pelaku dan korban diketahui membawa dan menggunakan senjata tajam. Senjatanya berupa tiga celurit, dengan panjang bilah masing-masing 140 sentimeter, 100 sentimeter, dan 50 sentimeter.
”Sejumlah pelaku mengaku memesan dan membeli celurit tersebut dari marketplace,” ujarnya.
Saat ini, polisi juga masih berupaya mengungkap dan akan menangkap pelaku pemilik akun yang pertama kali melontarkan tantangan berkelahi tersebut di Instagram.
”Ketika kemudian kami harus mengeluarkan dari sekolah, kami pun tetap harus melakukan upaya solutif dengan mencarikan sekolah dan teman-teman baru yang lebih baik untuk siswa tersebut,” ujarnya. Mengeluarkan tanpa membantu mencarikan sekolah, lanjutnya, justru akan memperbanyak angka putus sekolah.
Saat ini, sekolah-sekolah sudah berupaya mencegah para siswa terlibat dalam tawuran. Caranya dengan memperbanyak kegiatan-kegiatan di sekolah seperti Pramuka. Ditambah pula muatan tentang profil pelajar Pancasila. Upaya-upaya tersebut diharapkan dapat mengingatkan para siswa untuk selalu berperilaku baik dan terhindar dari hal-hal negatif.