Cemas Warga Pinggir Citarum Saat Hujan Turun dari Langit Bandung
Banjir terus terjadi dan merendam sejumlah kawasan di Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Warga masih khawatir meskipun telah dibangun infrastruktur penanggulangan bencana, seperti kolam retensi dan terowongan air.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·4 menit baca
Banjir masih saja merendam sejumlah kawasan di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, pada tahun 2024. Kehadiran sejumlah infrastruktur raksasa belum mampu menghilangkan kecemasan warga yang tinggal di sana.
Hujan deras yang kembali turun dari langit di Kecamatan Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, Rabu (10/1/2024) siang, disambut wajah muram Rini Hendrayani (52). Warga RT 004 RW 013 Kampung Bojong Asih, Desa Dayeuhkolot, Kecamatan Dayeuhkolot, itu cemas dan khawatir.
Jika hujan deras turun lagi, Rini yakin, genangan air luapan Sungai Citarum yang masuk ke rumahnya bakal semakin tinggi. Rini tidak asal asal bicara.
Selama 30 tahun terakhir, Kecamatan Baleendah, Dayeuhkolot, dan Bojongsoang di Kabupaten Bandung rutin terdampak banjir Citarum. Letaknya yang lebih rendah dengan permukaan Citarum, sungai sepanjang 269 kilometer, menjadi penyebabnya.
”Hari ini (Rabu kemarin), ketinggian air yang masuk rumah sudah mencapai 30 sentimeter,” kata Rini.
Akibatnya tidak sederhana. Rini, suami, anak, dan ibunya kembali terpaksa tinggal di lantai dua. Dia cemas, banjir bakal berbahaya bagi kesehatan Komariah, ibunya, yang berusia 89 tahun.
”Jika hujan terus turun selama berjam-jam, ketinggian air bisa mencapai 1 meter. Lantai satu rumah bisa terendam semua. Banjir seperti ini biasanya terjadi setiap tahun, mulai Januari hingga Mei,” kata Rini.
Berjarak sekitar 6 kilometer dari Dayeuhkolot, kondisi serupa dialami warga RT 007 RW 001 Kampung Tegaluar, Desa Tegaluar, Kecamatan Bojongsoang. Air setinggi 40 meter menggenangi puluhan rumah.
Dede Wijana (48), warga Tegaluar, mengatakan, penyebab banjir tidak hanya curah hujan. Dia menduga ada pendangkalan hingga sampah di Sungai Citarum.
Sinta (50), istri Dede, berharap masalah ini segera diselesaikan. Banjir membuat aktivitas warga terhambat. Anak-anak yang hendak ke sekolah harus membawa pakaian ganti saat seragamnya basah kuyup.
”Saya berharap pemerintah bisa memikirkan solusi pencegahan banjir. Kami kesulitan beraktivitas saat terus jadi korban banjir,” kata Sinta.
Butuh solusi
Kekhawatiran Rini dan harapan Sinta seperti anomali saat banyak infrastruktur mitigasi banjir dibangun di Kabupaten Bandung dan sekitarnya. Ada juga program rehabilitasi dan revitalisasi di sepanjang Sungai Citarum. Semuanya sempat menjadi harapan meski hasilnya belum sepenuhnya mampu menenangkan hati warga.
Salah satunya adalah kolam retensi di kawasan Andir di Kecamatan Balendah, berjarak sekitar 5 kilometer dari Dayeuhkolot. Kolam retensi Andir diresmikan Presiden Joko Widodo pada 5 Maret 2023. Kolam seluas 3,4 hektar itu mampu menampung 160.000 meter kubik air dan dilengkapi tiga pompa berkapasitas 500 liter per detik.
Sebelumnya, ada juga kolam retensi Cieunteng, juga di Kecamatan Balendah, yang rampung dibangun 2018. Kolam itu diproyeksikan menjadi salah satu bagian sistem penanggulangan banjir di hulu Citarum. Volume tampungan kolam retensi ini 189.661,82 meter kubik dengan luas genangan 47.501,625 meter persegi.
Selain itu, ada juga Terowongan Nanjung yang diresmikan Presiden Jokowi tahun 2020. Infrastruktur ini terdiri atas dua terowongan air, masing-masing sepanjang 230 meter dengan diameter 8 meter.
Terowongan ini disebut bisa meningkatkan kapasitas debit Citarum di kawasan itu, dari 570 meter kubik per detik jadi 700 meter kubik per detik. Harapannya, terowongan ini bisa membuat lama genangan di sekitar Bandung selatan berkurang.
Tidak hanya infrastruktur, beragam program untuk menjaga keasrian Citarum, termasuk mencegah timbulan sampah, juga sudah berjalan. Program muktahirnya adalah Citarum Harum. Program ini dimulai 2018 dan ditargetkan selesai tujuh tahun kemudian.
Lima kecamatan
Data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jabar menyebutkan, ada lima kecamatan terdampak banjir Bandung kali ini. Lima kecamatan itu adalah Rancaekek, Pangalengan, Bojongsoang, Dayeuhkolot, dan Kertasari.
Setidaknya 119 rumah terdampak. Satu rumah diisi 4-5 orang. Hadi Rahmat Hardjasasmita selaku Pranata Humas Ahli Muda BPBD Jabar menyebut, belum ada warga terdampak yang mengungsi. Namun, ia mengatakan, potensi banjir masih akan terus muncul karena cuaca ekstrem setidaknya masih terjadi hingga 10 Januari.
Bahkan, tidak hanya meredam rumah, banjir juga rentan merusak komoditas pertanian. Haris Laksana (36), petani di Desa Pulosari, Kecamatan Pangalengan, mengatakan, cuaca ekstrem berdampak pada masa tanam hingga panen. Hal ini dipicu hujan yang terjadi sejak awal tahun.
Haris adalah petani yang menanam komoditas cabai rawit, kentang, dan wortel. Luas area lahan yang ditanami tiga tanaman ini sekitar 1 hektar.
”Tanah tergenang air tak bisa ditanami benih cabai dan tanaman lainnya. Kondisi tanah lembab juga membuat tanaman rawan terserang penyakit, contohnya jamur pada kentang,” ujarnya.
Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Bandung Uka Puji Utama mengakui, banjir masih terjadi meski sejumlah infrastruktur sudah dibangun. Penyebabnya, saluran air yang tersumbat sampah dan tertimbun sedimen lumpur.
”Kali ini, kami menyiagakan delapan personel setiap hari untuk mengevakuasi korban banjir,” ujar Uka.
Sebesar apa pun infrastrukturnya, jika tidak dibarengi kesadaran semua pihak untuk menjaga alam hingga tanggung jawab membuang sampah di tempatnya, bencana bisa datang kapan saja di Daerah Aliran Sungai Citarum. Saat hal itu terjadi, hanya ada muram bagi mereka yang tinggal di sekitarnya.