Belum ada regulasi soal konsumsi daging anjing di Surakarta. Aturan itu mulai dibahas saat ini.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
SURAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Kota Surakarta memulai pembahasan perihal pengaturan konsumsi daging anjing untuk daerah itu. Menurut rencana, format regulasi itu sekadar berupa imbauan bagi masyarakat. Selama ini, tidak ada peraturan jelas guna mengatur maupun melarang konsumsi daging hewan peliharaan itu pada wilayah tersebut.
”Ini masih kajian awal. Jadi, rencananya bersifat imbauan. Kajian itu dilakukan dari masukan beberapa OPD (organisasi perangkat daerah),” kata Sekretaris Daerah Kota Surakarta Budi Murtono, saat ditemui, di Balai Kota Surakarta, Jawa Tengah, Selasa (16/1/2024).
Kebetulan pembahasan regulasi itu dilakukan beberapa waktu setelah ramai diperbincangkan penangkapan truk pengangkut anjing, di Semarang, Jawa Tengah, Desember 2023. Diduga, ratusan anjing yang diangkut itu bakal dijagal untuk selanjutnya dikonsumsi, di sejumlah wilayah Solo Raya, atau eks Karesidenan Kota Surakarta. Sebanyak lima orang ditangkap aparat kepolisian pada kasus itu.
Kasus itu ramai diperbincangkan di jagat media sosial. Terlebih lagi, ada komunitas pencinta anjing yang turut terlibat dalam proses pengungkapan kasus itu.
Ini masih kajian awal. Jadi, rencananya bersifat imbauan. Kajian itu dilakukan dari masukan beberapa organisasi perangkat daerah.
Meski demikian, Budi mengaku, pembahasan regulasi soal konsumsi daging anjing tidak terkait dengan ramainya perbincangan itu. Menurut dia, pengaturan itu digagas demi memberikan perlindungan bagi masyarakat atas risiko yang ditimbulkan dari konsumsi daging anjing.
”Tidak ada (menyikapi isu). Ini lebih pada bagaimana memberikan imbauan kepada masyarakat agar makan makanan yang sehat dan aman itu seperti apa. Begitu saja,” kata Budi.
Risiko kesehatan
Kepala Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan, dan Perikanan Kota Surakarta Eko Nugroho Isbandijarso mengungkapkan hal serupa. Perlindungan bagi masyarakat lebih ditekankan dalam pembuatan aturan tersebut. Sebab, daging anjing bukan tergolong sebagai bahan pangan. Dikhawatirkan, ada risiko kesehatan yang mengancam jika mengonsumsi daging hewan itu.
Hanya, lanjut Eko, proses pembuatan regulasinya masih memerlukan tahapan. Tidak bisa langsung dikeluarkan surat edaran. Menurut dia, perlu ada pembahasan lanjutan guna menjabarkan peraturan itu.
”Kami akan membuat drafnya dulu. Nanti baru didiskusikan lagi dengan Pak Wali (Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka) dan Pak Wawali (Wakil Wali Kota Teguh Prakosa),” kata Eko.
Sebelumnya, Eko tak memungkiri soal peredaran daging anjing yang berlangsung di kotanya. Hasil pendataannya, pada 2022, terdapat 27 warung yang menjual olahan daging anjing di kota tersebut. Jumlah konsumsinya mencapai 90 ekor hingga 100 ekor per hari.
Akan tetapi, Eko dan jajarannya tidak bisa melakukan pelarangan konsumsi daging anjing. Tindakannya melarang aktivitas konsumsi itu sangat terbatas. Tidak ada aturan tingkat daerah yang bisa menjadi dasarnya melakukan penindakan pada pelaku perdagangan daging anjing.
”Kegiatan kami sementara ini hanya sosialisasi, edukasi, dan informasi (mengenai risiko mengonsumsi daging anjing). Baru sebatas itu sebelum nanti ada SE (surat edaran),” kata Eko.
Lebih lanjut, kata Eko, nantinya dasarnya yang coba dijadikan pijakan untuk membuat surat edaran ialah surat edaran serupa yang pernah dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Kementerian Pertanian. Surat dari Kementerian Pertanian dikeluarkan pada 2018, sedangkan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mengeluarkan surat edaran pada 2022.
Kedua surat itu merujuk pada dua peraturan perundang-undangan, yaitu Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.
Dalam dua peraturan itu, kata anjing memang tidak disebutkan. Namun, istilah anjing dimunculkan dalam surat edaran. Anjing disebut sebagai hewan peliharaan sehingga tidak seharusnya dikonsumsi.