Ratusan Hektar Sawah di Kerinci Gagal Panen akibat Banjir
Banjir sejak awal tahun 2024 membuat 876,5 hektar sawah di Kerinci, Jambi, gagal panen. Petani rugi jutaan rupiah.
KERINCI, KOMPAS — Sedikitnya 876,5 hektar sawah di Kabupaten Kerinci, Jambi, gagal panen atau puso akibat terendam banjir sejak awal tahun 2024. Petani rugi jutaan rupiah. Pemerintah daerah tengah mengupayakan bantuan bagi petani terdampak.
Di Desa Keluru, Kecamatan Keliling Danau, Rabu (17/1/2024), puluhan hektar sawah yang berada sekitar Danau Kerinci masih terendam meskipun banjir berangsur surut secara perlahan. Sebagian besar padi belum sempat dipanen oleh petani.
Arizal (66), warga Desa Keluru, mengatakan, sawahnya seluas 1,5 hektar gagal panen akibat banjir. Biasanya sawah tersebut menghasilkan gabah kering sekitar 1,5 ton. Saat banjir terjadi, ia hanya bisa memanen padi secara darurat sebanyak 140 kilogram.
Baca juga: Banjir Berlarut Melanda Jambi dan Riau
Jika dibandingkan dengan hasil rata-rata sawah tersebut, Arizal rugi sekitar 1,36 ton gabah kering. Jika diuangkan dengan harga gabah kering Rp 8.000 per kg, nilai kerugiannya mencapai Rp 10,88 juta. Sebagian dari hasil sawah itu juga untuk makan sehari-hari.
”Saya tidak ikut asuransi. Hilang saja pendapatan sebanyak itu. Saya berharap ada bantuan dari pemerintah berupa uang untuk membeli kebutuhan harian. Selama banjir sejak awal tahun ini, saya tidak punya penghasilan,” tuturnya.
Kepala Desa Keluru Dedi Santoso mengatakan, selain merendam 45 rumah warga, banjir juga merendam lahan pertanian. Sekitar 20 hektar sawah warga gagal panen dengan kerugian gabah kering sekitar 45 ton.
”Harga padi (gabah kering) sekarang, kan, Rp 8.000 per kg. Kalau dikali 45 ton, kerugiannya mencapai Rp 360 juta,” ucapnya.
Penjabat Bupati Kerinci Asraf mengatakan, sedikitnya 876,5 hektar sawah puso akibat banjir yang dipicu meluapnya sungai-sungai dan Danau Kerinci. Di antara sawah yang rusak tersebut, ada yang padinya mulai menguning.
”Dampak ini sudah kami laporkan ke Kementerian Pertanian dan BNPB,” katanya.
Baca juga: Dua Pekan Lebih, Banjir Masih Menggenangi Permukiman di Kerinci, Jambi
Menurut Asraf, gagal panen ini sangat merugikan petani, apalagi sebagian besar di antara mereka tidak terdaftar sebagai peserta asuransi usaha tani padi (AUTP). Bagi yang terdaftar AUTP, pemerintah kabupaten (pemkab) akan mengurus agar petani mendapat ganti rugi. Bagi yang tidak, pemkab mengusulkan permintaan bantuan kepada BNPB.
”Usulannya bukan dalam bentuk padi, mungkin dalam bentuk bibit atau dalam bentuk usaha karena di BNPB ada juga direktur peningkatan sosial ekonomi untuk pemulihan. Dampak banjir besar sekali. Selain pertanian, UMKM juga banyak yang mati total atau terhenti, terutama di sekitaran Danau Kerinci,” ujarnya.
Untuk kebutuhan makan warga sehari-hari, lanjut Asraf, pemkab membuka dapur umum di beberapa lokasi. Setiap hari kebutuhan beras untuk dapur umum 8 ton. Siapa pun yang hendak memberikan bantuan diharapkan mengirimkan melalui posko induk di Kantor Kecamatan Air Hangat agar penyalurannya merata.
Selain Kerinci, areal pertanian warga di daerah tetangga, Kota Sungai Penuh, juga rusak akibat banjir. BPBD Kota Sungai Penuh mencatat, areal pertanian yang terdampak seluas 1.139 hektar. Namun, tidak ada rincian berapa sawah yang mengalami gagal panen.
Mulai surut
Kondisi banjir di Kerinci perlahan mulai surut. Namun, di sejumlah lokasi, seperti Desa Keluru, masih ada yang ketinggiannya 1,2 meter. Banjir masih menggenangi rumah-rumah dan areal pertanian warga.
Ketua Pelaksana Harian Satgas Tanggap Darurat Bencana Banjir dan Longsor Kabupaten Kerinci Darifus mengatakan, jumlah warga yang terdampak banjir dan longsor masih sama dengan hari sebelumnya. Banjir dan longsor melanda 16 kecamatan dan 95 desa di kabupaten ini serta 6.668 keluarga dan 19.634 jiwa terdampak.
Bencana tersebut juga menyebabkan 31 rumah rusak berat, 62 rumah rusak sedang, dan 73 rumah rusak ringan, serta 4.318 rumah tergenang. Banjir dan longsor turut merusak 19 jembatan, 5 fasilitas kesehatan, 49 fasilitas pendidikan, serta 84 titik jalan.
Selama masa tanggap darurat, pemerintah fokus dalam pemenuhan kebutuhan dasar warga terdampak.
Menurut Darifus, banjir memang mulai surut, tetapi masih menggenangi rumah warga, terutama di tujuh kecamatan, yaitu Tanah Cogok, Keliling Danau, Sitinjau Laut, Danau Kerinci Barat, Danau Kerinci, Batang Merangin, dan Bukit Kerman. ”Sejumlah titik jalan, seperti di Desa Semerap, masih tergenang dan belum bisa dilewati, kecuali dengan perahu,” ujarnya.
Pemerintah Kabupaten Kerinci menetapkan masa tanggap darurat bencana sejak 1 Januari dan telah diperpanjang beberapa kali. Terakhir, masa tanggap darurat diperpanjang selama 15-28 Januari. ”Selama masa tanggap darurat, pemerintah fokus dalam pemenuhan kebutuhan dasar warga terdampak,” ucap Darifus.
Masa transisi
Sementara itu, penanganan banjir di Kota Sungai Penuh memasuki masa transisi dan pemulihan selama tiga bulan pada 15 Januari-15 April 2024. Sebelumnya, pemerintah kota menetapkan masa tanggap darurat bencana selama dua pekan, yaitu 1-7 Januari dan 8-14 Januari.
Menurut Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Kota Sungai Penuh Defi Saputra, keputusan itu diambil berdasarkan hasil rapat forkopimda. Berbagai faktor jadi pertimbangan, termasuk banjir mulai surut, jumlah pengungsi berkurang, dan akses jalan darat mulai bisa dilewati.
Hingga 14 Januari lalu, jumlah wilayah terdampak banjir tinggal 28 desa dan 1 kelurahan. Sebanyak 7 desa tidak lagi terdampak banjir. Adapun jumlah warga terdampak 5.673 keluarga atau 17.155 jiwa. Jumlah pengungsi sebanyak 7.175 jiwa.
”Di Kecamatan Koto Baru, banjir sudah surut. Di Kecamatan Hamparan Rawang sebagian surut, Desa Simpang Tiga Rawang, misalnya, hampir semuanya surut. Sementara itu, di Desa Paling Serumpun, Tanjung, dan Tanjung Muda (Kecamatan Hamparan Rawang), air masih ada yang setinggi 1-1,5 meter dalam rumah karena lokasinya rendah,” tuturnya.
Meskipun sudah memasuki masa transisi, warga Kota Sungai Penuh masih banyak yang mengungsi. Di posko pengungsian yang dikelola Karang Taruna Dayang Indah Desa Simpang Tiga Rawang di bekas kantor DPRD Kota Sungai Penuh, misalnya, ada 518 pengungsi.
”Mayoritas pengungsi dari Desa Simpang Tiga Rawang, tetapi juga ada beberapa warga dari desa lain mengungsi ke sini, seperti Desa Tanjung dan Tanjung Muda. Memang rumah mereka tidak bisa ditempati karena airnya lumayan tinggi hingga saat ini,” kata Hengki Nofison, Ketua Karang Taruna Dayang Indah Desa Simpang Tiga.