Korsleting Kipas Angin Mushala Jadi Penyebab Kebakaran Tempat Karaoke di Tegal
Kebakaran di tempat karaoke di Tegal, Jawa Tengah, akibat korsleting kipas angin. Potensi tindak pidana didalami polisi.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·4 menit baca
TEGAL, KOMPAS — Polisi menyimpulkan. korsleting pada motor kipas angin di mushala menjadi penyebab dalam kebakaran di sebuah tempat karaoke di Kelurahan Tegalsari, Kecamatan Tegal Barat, Kota Tegal, Jawa Tengah, Senin (15/1/2024). Penyelidikan lebih lanjut akan terus dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya tindak pidana dalam kasus kebakaran yang membuat enam nyawa melayang tersebut.
Kebakaran yang terjadi pada Senin, disebut Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Jateng Komisaris Besar Stefanus Satake Bayu Setianto, sebagai kasus menonjol karena menimbulkan enam orang meninggal dunia dan sembilan orang menjalani perawatan di rumah sakit. Kasus itu lantas ditangani bersama oleh Kepolisian Resor Tegal Kota dan Polda Jateng.
Kepala Subidang Fisika dan Komputer Bidang Laboratorium Forensik Polda Jateng Ajun Komisaris Besar Setiawan mengatakan, dari hasil olah tempat kejadian perkara disimpulkan, api pertama kali muncul dari mushala yang berada di Lantai 3 bangunan. Korsleting pada motor kipas angin yang ada di mushala itu menimbulkan percikan api yang kemudian membakar benda-benda di ruangan tersebut yang mayoritas terbuat dari bahan mudah terbakar.
”Banyaknya barang mudah terbakar, seperti plastik, styrofoam, dan kabel-kabel membuat asap dari kebakaran itu semakin pekat. Apinya terlokalisasi di dalam (mushala), tapi asapnya keluar memenuhi lorong-lorong dan memasuki kamar-kamar tempat para korban beristirahat,” ucap Setiawan dalam konferensi pers di Polres Tegal Kota, Rabu (17/1/2024).
Setelah menyadari adanya asap pekat yang masuk ke kamar, lebih kurang 20 orang yang ada di bangunan tiga lantai itu berupaya keluar untuk menyelamatkan diri. Sayangnya, upaya itu terhambat oleh pekatnya asap yang terjebak di bangunan minim ventilasi tersebut. Tidak adanya jalur evakuasi, pintu darurat, ataupun tangga darurat juga mempersulit upaya penyelamatan.
Terlalu banyak menghirup asap kebakaran membuat para korban meninggal dunia. Hal itu diketahui berdasarkan hasil otopsi yang dilakukan oleh Bidang Kedokteran dan Kesehatan Polda Jateng.
”Tidak ada tanda-tanda kekerasan ataupun luka bakar di tubuh korban, semua mati lemas karena menghirup asap kebakaran. Dari hasil otopsi juga ditemukan adanya jelaga di saluran pernapasan para korban,” kata Kepala Bidang Kedokteran dan Kesehatan Polda Jateng Komisaris Besar Sumy Hastry.
Pada Selasa (16/1/2024), korban meninggal dunia telah dipulangkan untuk dimakamkan. Sementara itu, lima dari sembilan korban selamat yang sempat menjalani perawatan di RUSD Kardinah Kota Tegal juga dipulangkan, Selasa, untuk menjalani rawat jalan. Pada Rabu masih ada empat korban yang masih dirawat di rumah sakit.
Tidak ada tanda-tanda kekerasan ataupun luka bakar di tubuh korban, semua mati lemas karena menghirup asap kebakaran.
Hingga Rabu, ada 12 orang yang diperiksa oleh polisi terkait dengan kasus itu. Dari jumlah tersebut, enam orang saksi merupakan korban selamat dan sisanya merupakan keluarga korban meninggal serta orang-orang yang mengetahui adanya kebakaran tersebut.
Menurut Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jateng Komisaris Besar Johanson Ronald Simamora, pihaknya masih akan menyelidiki dan mendalami kasus tersebut. Hal itu untuk mengetahui ada atau tidaknya tindak pidana dalam kejadian tersebut.
”Kami akan melakukan penyelidikan dan penyidikan kenapa kebakaran ini terjadi agar ke depan tidak terulang kembali. (Pemeriksaan juga akan dilakukan terkait) jalur evakuasi masyarakat yang sangat terbatas. Siapa nanti yang bertanggung jawab, baik manajemen maupun pemilik juga akan kami periksa agar kami dapat titik terang,” ujar Johanson.
Kepala Polres Tegal Kota Ajun Komisaris Besar Rully Thomas menyebut, tidak adanya izin persetujuan bangunan gedung (PBG) dan sertifikat laik fungsi (SLF) pada bangunan yang ditinggali lebih kurang 45 orang itu juga akan menjadi materi penyelidikan. ”Nanti kami kumpulkan keterangan untuk gelar perkara dan menentukan apakah kasus ini bisa naik ke penyidikan,” ujarnya.
Satake berharap, kebakaran yang terjadi di Tegal bisa menjadi pembelajaran. Setiap pengelola tempat publik, seperti tempat karaoke, mal, hotel, dan gedung pertemuan diharapkan memiliki sarana evakuasi orang saat terjadi kondisi darurat. Standar operasional prosedurnya juga mesti ada.
”Kalau sudah ada sarana dan standar operasional prosedurnya, sekali waktu perlu dilatihkan. Hal itu supaya kalau ada kejadian-kejadian seperti itu bisa cepat penanganannya. Pamasangan alat, seperti sirene, juga perlu supaya orang-orang menyadari ada bahaya, termasuk yang sedang tidur bisa terbangun untuk menyelamatkan diri,” ucap Satake.