Degradasi Lahan Diduga Picu Banjir di Bandung Raya
Diduga degradasi lahan kawasan Bandung utara dan Bandung selatan memicu banjir di wilayah Bandung Raya.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Alih fungsi lahan untuk pertanian dan permukiman diduga menjadi pemicu bencana banjir di wilayah Bandung Raya. Kondisi ini terjadi di kawasan Bandung utara dan kawasan Bandung selatan selama 15 tahun terakhir.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Jawa Barat Wahyudin Iwang di Bandung, Jawa Barat, Kamis (18/1/2024), mengatakan, musim hujan dengan intensitas tinggi telah memicu bencana hidrometeorologi sejak awal tahun. Bencana banjir bandang, longsor, hingga pergerakan tanah melanda wilayah Bandung Raya.
Wahyudin mengungkapkan, dari hasil potret citra satelit, terjadi degradasi lahan di wilayah kawasan Bandung utara (KBU), meliputi Cimenyan, Dago Resort, Punclut, Lembang, hingga Parompong. Degradasi lahan dipicu pembukaan lahan untuk kawasan perumahan, wisata, dan pertanian.
Sementara itu di kawasan Bandung selatan (KBS), lanjut Wahyudin, terjadi degradasi lahan di wilayah Baleendah, Rancaekek, Majalaya, Ciwidey, dan Pangalengan berdasarkan foto satelit. Terjadi aktivitas galian C, pariwisata, hingga pertanian.
”Peranan KBU dan KBS sangat penting untuk fungsi konservasi dan daerah serapan air. Kondisi saat ini, terjadi penurunan fungsi kedua kawasan sehingga memicu run off atau aliran air permukaan yang masif, yang memicu banjir dan longsor,” kata Wahyudin.
Ia menilai, pemerintah terkesan mengabaikan upaya perlindungan KBU dan KBS demi kepentingan investasi. Hal ini demi semata-mata memacu pertumbuhan ekonomi, tetapi juga dapat membahayakan masyarakat di wilayah Bandung Raya.
Pemicu banjir tidak hanya cuaca ekstrem. Hal ini disebabkan aktivitas perambahan hutan di daerah kawasan hijau dan resapan hijau yang masif.
Adapun Bandung Raya terdiri dari Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Bandung Barat. Dari data Badan Penanggulangan Bencana Daerah Jawa Barat, terjadi 22 kejadian bencana hidrometeorologi dalam tiga pekan terakhir di kawasan Bandung Raya sehingga mengakibatkan 31.635 warga terdampak.
”Sebenarnya kepentingan investasi demi pertumbuhan ekonomi di daerah bukanlah sesuatu yang salah. Akan tetapi, upaya tersebut jangan mengakibatkan kerusakan lingkungan karena eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan,” tutur Wahyudin.
Hal senada dikatakan Kepala Badan Pengelola Cekungan Bandung (BP Cekban), Tatang Rustandar. Menurut dia, pemicu banjir di Bandung Raya akibat hilangnya kawasan hijau karena perambahan hutan, luas sempadan sungai yang terus tergerus, dan budidaya tanaman pertanian yang tidak sesuai di daerah resapan air, seperti kentang dan wortel.
”Pemicu banjir tidak hanya cuaca ekstrem. Hal ini disebabkan aktivitas perambahan hutan di daerah kawasan hijau dan resapan hijau yang masif. Misalnya kawasan Bandung utara,” kata Tatang.
Penjabat Gubernur Jawa Barat Bey Machmudin mengatakan, pihaknya sedang melakukan investigasi pemicu banjir hidrometeorologi di Bandung Raya. Ia menduga kondisi ini juga dipicu alih fungsi lahan di wilayah konservasi dan serapan air.
”Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Jawa Barat akan berkolaborasi dengan pemda di kawasan Bandung Raya. Upaya ini untuk melakukan evaluasi pemicu banjir terkait debit air yang tinggi karena hujan deras atau alih fungsi lahan,” kata Bey.