Kekerasan Seksual di Halu Oleo Terulang, Kampus Diminta Berbenah
Kasus kekerasan seksual oleh dosen di Universitas Halu Oleo kembali terjadi. Kampus didesak berbenah.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·3 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Seorang dosen di Universitas Halu Oleo, Kendari, Sulawesi Tenggara, dilaporkan kepada kepolisian karena tindakan asusila terhadap mahasiswi. Kasus ini menambah deret kekerasan seksual selama beberapa tahun terakhir. Kampus didesak berbenah, menegakkan aturan, dan memberikan perlindungan terhadap korban.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kota (Kasat Reskrim Polresta) Kendari Ajun Komisaris Fitrayadi menyampaikan, pihaknya memang telah menerima laporan kasus kekerasan seksual yang dilaporkan seorang mahasiswi. Korban melaporkan seorang dosen di Universitas Halu Oleo (UHO), yakni AS, atas tindakan pencabulan.
”Kami sudah ambil keterangan awal korban. Selanjutnya, kami akan tindak lanjuti terhadap pemeriksaan saksi-saksi, termasuk meminta keterangan terlapor,” kata Fitrayadi, di Kendari, Selasa (23/1/2024).
Berdasarkan laporan korban, kejadian itu ia alami pada Minggu (21/1/2024) menjelang sore. Saat itu, korban dipanggil oleh terlapor untuk mengikuti ujian susulan mata kuliah. Korban lalu datang ke kampus dan mencari ruangan ujian.
Akan tetapi, saat tiba, ruangan perkuliahan kosong. Ia lalu mengirim pesan ke oknum dosen tersebut dan menanyakan lokasi ujian. Terlapor lalu mengarahkan untuk datang ke sebuah asrama mahasiswa di luar daerah kampus.
Saat tiba, korban berbincang sejenak dengan oknum dosen tersebut dan diberikan soal ujian. ”Saat mengerjakan soal, terlapor tiba-tiba memegang korban. Ia segera melaporkan kejadian ini ke kami. Sampai saat ini masih penyelidikan dan pemeriksaan,” ujarnya.
Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni UHO Nur Arafah menyampaikan, sejak informasi kasus pelecehan ini beredar, ia telah memberikan arahan ke Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual UHO untuk menindaklanjuti. Tim diarahkan untuk mengumpulkan informasi dan memberikan perlindungan terhadap korban.
Menurut Arafah, ia meminta agar kasus ini menjadi perhatian dan ditangani maksimal. Salah satu yang utama juga adalah memastikan agar korban mendapatkan pendampingan. Hal itu agar korban terlindungi dan terjaga selama proses hukum berlangsung.
”Selain itu, kami juga akan menindaklanjuti untuk memeriksa dan memproses terduga pelaku. Kami beri perhatian penuh kasus kekerasan seksual ini karena memang telah beberapa kali terjadi,” ucapnya.
Kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkup Kampus UHO memang bukan kali ini terjadi. Pada 2022, seorang mahasiswi melaporkan seorang guru besar atas tindakan kekerasan seksual. Belakangan, ada dua laporan tambahan diterima pihak kampus terhadap guru besar tersebut.
Setelah proses persidangan panjang, pelaku hanya dihukum tiga bulan penjara. Pihak kampus juga hanya memberikan sanksi sedang terhadap pelaku.
Sejumlah pihak menilai, kasus ini diduga kuat hanya puncak gunung es dari kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkup kampus. Di sisi lain, telah ada aturan dalam Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi yang harus ditaati oleh setiap kampus.
Kami beri perhatian penuh kasus kekerasan seksual ini karena memang telah beberapa kali terjadi
Dihubungi secara terpisah, Yustina Fendritta, aktivis perempuan di Sultra, berpendapat, kasus ini menunjukkan masih lemahnya penanganan hingga pencegahan kasus kekerasan seksual di Kampus UHO. Sebab, oknum dosen masih leluasa melakukan kegiatan perkuliahan di luar jam belajar dan di luar lingkungan kampus. Seharusnya hal ini telah diatur dalam aturan kampus, utamanya setelah dibentuknya Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual.
”Kalau seperti ini, tugasnya satgas tersebut apa? Apakah sudah melakukan mitigasi? Lalu, perlindungan terhadap korban seperti apa? Mereka harus proaktif dalam melakukan penanganan dan pendampingan, tidak menunggu korban melapor,” tuturnya.
Kasus yang terulang, ia melanjutkan, juga menunjukkan kasus kekerasan seksual di lingkup kampus masih menjadi persoalan besar. Ia menduga kasus ini hanya segelintir dari total kasus yang terjadi. Tidak adanya perlindungan maksimal terhadap korban membuat kasus disimpan rapat-rapat.
Oleh sebab itu, ia berharap pihak kampus betul-betul menegakkan aturan, mendampingi korban, dan berbenah diri. ”Akui jika kasus itu masih terjadi di lingkup kampus dan lakukan penanganan. Dan, yang paling utama saat ini adalah memastikan korban terlindungi dan mendapatkan pendampingan,” katanya.