Ironi Semarak Baliho Caleg dan Sepinya Perhatian pada Rakyat
Menjelang Pemilu 2024, kantor dewan di NTT sepi. Aspirasi masyarakat tak tersampaikan, elite parpol sibuk dengan baliho.
Baliho elite partai politik ramai memenuhi setiap sisi jalan dan ruang publik di NTT. Namun, keramaian itu tak menggugah kepedulian warga. Mereka lebih memikirkan ancaman bencana gagal panen dan harga bahan pokok yang meroket.
Suasana Gedung DPRD Nusa Tenggara Timur di Kupang, Selasa (23/1/2024), begitu sepi. Beberapa aparatur sipil negara (ASN) duduk-duduk di teras kantor dan sebagian berjalan-jalan di lorong. Hampir dua bulan terakhir, tidak ada satu pun mobil anggota legislatif yang parkir di halaman kantor. Semua menjalani masa reses di daerah pemilihan masing-masing.
”Masa reses sejak pertengahan Desember 2023 berlangsung sampai pemilu 14 Februari 2024. Kemungkinan setelah pemilu pun belum masuk kantor karena harus menunggu hasil rekapitulasi surat suara di daerah pemilihan masing-masing. Mereka menunggu nasib masing-masing. Bisa saja ada anggota DPRD sekarang tidak lolos dalam Pemilu 2024,” kata Agus Talo, ASN di kantor itu.
Baca juga: Tiga Anggota DPRD NTT Ikuti Pelantikan Antarwaktu
Sepinya gedung wakil rakyat di provinsi membuat lima warga dari Kecamatan Sulamu, Kabupaten Kupang, yang hendak menyampaikan aspirasi mereka terkait kerusakan lahan pertanian akibat luapan Sungai Sulamu kecewa. Mereka pulang tanpa bertemu satu pun anggota DPRD. Mereka sudah pula ke DPRD Kabupaten Kupang di Oelamasi, tetapi juga tidak menemukan satu pun sesosok wakil rakyat.
Gerson Malelak (45), warga Sulamu, mengatakan, gedung DPRD seharusnya tidak boleh kosong. Kehadiran mereka sangat diharapkan masyarakat seperti dirinya. Mestinya ada penjadwalan kehadiran setiap anggota komisi DPRD di gedung itu. ”Masa reses terlalu lama dan sangat merugikan rakyat,” katanya.
Di sisi lain, poster dan spanduk para caleg sudah tujuh bulan lalu bertebaran di setiap jalan, lorong, ruang publik, permukiman penduduk, dan setiap pusat kabupaten. Banyak nama baru terpajang. Bahkan, calon petahana memboyong istri, anak, menantu, dan keponakan masuk gelanggang caleg dan calon anggota DPD. Juga wajah baru sebagian caleg dari luar NTT untuk DPR ramai terpajang.
Bagi masyarakat kelas menengah ke bawah, poster dan spanduk itu sekadar menghiasi jalan. Tak bermakna bagi mereka. Keanekaragaman bendera parpol dan nama caleg menghiasi jalan-jalan strategis, permukiman warga, papan reklame, dan jembatan. Mereka juga tidak kenal nama caleg yang terpajang.
Baca juga: Berjuang Mengubah Wajah NTT
”Kami tidak peduli dengan caleg. Yang kami pikirkan adalah ancaman gagal panen tahun ini. Puncak kemarau, Agustus-November 2024 nanti. Kami rakyat kecil paling menderita. Kalau caleg, presiden, kepala daerah terpilih, mereka itu aman. Dibiayai negara. Kami rakyat kecil tetap berjuang hidup dengan susah payah,” kata Malelak.
Harga bahan pokok saat ini semakin sulit dijangkau. Beras, misalnya, paling murah Rp 14.000 per kg. Kemungkinan harganya akan naik lagi menjelang Idul Fitri, April 2024. Kemudian bakal naik lagi menjelang Natal 2024. Jika harga sudah naik, tidak akan pernah turun lagi.
Sementara harga komoditas pertanian setelah naik, turun lagi, bahkan turun sampai titik terendah. Harga kemiri, misalnya, sempat naik sampai Rp 40.000 per kg, kemudian turun sampai Rp 11.000 per kg.
Agusto Cardoso (22) dan Martino Amaral (24) yang ditemui saat berjualan udang di sisi jalan Jembatan Liliba, Kota Kupang, mengatakan tidak mengenal satu pun gambar wajah para caleg yang terpajang di sepanjang jembatan itu. Ada wajah yang sama sekali asing bagi mereka.
Kedua remaja eks Timor Timur ini menjual udang air payau, hasil budidaya sendiri. Mereka berjualan udang di sejumlah lokasi di Kupang. Udang ditusuk ijuk lontar. Masing-masing ijuk 15 ekor udang, dijual Rp 15.000 per tusuk. Mereka berdiri dari pukul 08.00 sampai pukul 16.00, tetapi hanya laku 2-3 tusuk, terkadang tidak laku sama sekali.
Baca juga: 13 Bakal Caleg di NTT adalah Bekas Napi
”Ada mobil berhenti. Saya pikir mereka beli udang, ternyata hanya titip kartu caleg kemudian berjalan lewat. Saya tak kenal orang itu. Setelah dia lewat, kartu nama berlogo parpol itu saya buang di Sungai Liliba,” kata Agusto tertawa.
Ada caleg sempat mengajak ngobrol. Ia mengaku pensiunan PNS, TNI, Polri, dan kader partai. Sudah berusia di atas 60 tahun dan tidak punya uang, tetapi bisa membuat spanduk, baliho, dan kartu nama caleg.
Masyarakat kecil ternyata bisa menilai caleg mana yang memiliki kepribadian yang jujur dan ingin bekerja untuk masyarakat dan mana yang semata-mata mengejar kekayaan, kekuasaan, dan jabatan. Caleg pengejar kekayaan, menurut mereka, tidak layak didukung.
Ada mobil berhenti. Saya pikir mereka beli udang, ternyata hanya titip kartu caleg kemudian berjalan lewat.
Namun, Agusto mengaku tetap memilih caleg yang selama ini berada dekat lingkungan mereka tinggal. Meski belum yakin akan integritas caleg itu, minimal caleg tersebut adalah ”orang kita”. Memang sebagian besar caleg tidak memiliki pekerjaan tetap. Kompetensi dan integritas mereka pun patut dipertanyakan.
Baca juga: Kegigihan Petani Lahan Kering di NTT
Markus Tamael (43), petani lahan kering di Kota Kupang, mengaku tidak peduli dengan baliho dan gambar caleg yang terpajang di jalan-jalan. Jika terpilih pun mereka tidak pernah menepati semua janji yang diberikan. Sebelum terpilih, mereka mengemis suara di mana-mana. Melalui media sosial, memberikan kartu nama, dan memajang wajah di jalan-jalan.
”Saat ini mereka menyapa kita di mana-mana. Seakan sudah lama mengenal. Padahal tidak. Setelah berkenalan, mereka menyodorkan kartu nama caleg, meminta dukungan suara. Tetapi, anehnya, setelah terpilih, mereka lupa kita. Ini fakta setiap terjadi pemilu,” tutur Tamael.
Mereka terpilih atau tidak, harga bahan pokok dan barang kebutuhan lain terus bergerak naik. Kehidupan petani semakin sulit. Pada musim hujan seperti ini, warga miskin terbantu dengan sayur-sayuran yang tumbuh di pekarangan dan lahan pertanian.
Fidel DL (61), caleg salah satu parpol di Kota Kupang, mengatakan, dirinya bukan kader partai. Ia ditawari menjadi caleg begitu pensiun dari Dinas Pendidikan Kota Kupang. ”Kalau orang masih membutuhkan kita, mengapa harus ditolak. Itu juga mengabdi kepada masyarakat, bangsa, dan negara kalau terpilih,” katanya.
Baca juga: Provinsi NTT Anggarkan Dana Pilkada 2024 Senilai Rp 1,1 Triliun
Anggota DPRD NTT, Viktor Mado, mengatakan, masa reses sudah selesai, tetapi saat ini anggota dewan sedang memantau program-program di daerah pemilihan, yakni Lembata, Flores Timur, dan Alor, sekaligus menampung aspirasi masyarakat. Semua anggota DPRD sedang berada di daerah pemilihan masing-masing.