NTT Butuh Penghijauan Masif untuk Mengembalikan Hutan yang Rusak
Gerakan penghijauan secara masif selama musim hujan perlu dilakukan untuk mengembalikan hutan yang rusak.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
Pekerja harian yang didatangkan dari warga sekitar sedang menyortir anakan marungga untuk diangkut ke lahan yang bakal ditanami marungga di Fatukoa, Kupang, NTT, Minggu (6/11/2022). Korem 164/Wirasakti Kupang memesan 750.000 anakan pohon marungga untuk ditanami di Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, dan Malaka.
KUPANG, KOMPAS — Nusa Tenggara Timur butuh penghijauan secara masif di semua pulau dengan melibatkan semua komponen masyarakat. Lahan tandus dan gersang segera ditanami selama musim hujan. Namun, penghijauan itu perlu dilanjutkan dengan pemeliharaan sampai tanaman itu tumbuh dan berproduksi. Butuh kesadaran masyarakat.
Ketua Yayasan Timor Membangun Nusantara Nusa Tenggara Timur (NTT) Martinus Duan di Kupang, Kamis (25/1/2024), mengatakan, hari gerakan sejuta pohon beberapa waktu laludiperingati secara daring yang dipimpin pemerintah pusat terkesan seremonial semata.
Realitasnya tidak semua pemerintah daerah menindaklanjuti dengan aksi penanaman pohon bersama masyarakat. Saat ini yang dibutuhkan aksi penanaman pohon sebanyak mungkin, apalagi NTT.
Sebagian besar pulau di NTT, yang terdiri dari 1.192 pulau, sangat gersang dan tandus saat musim kemarau tiba karena kemarau panjang selama sembilan bulan serta aksi pembakaran hutan dan pembalakan liar. Pulau-pulau kecil sangat rentan ditimpa kekeringan ekstrem.
Seharusnya, menurut Martrinus, ada gerakan masif mengembalikan hutan yang rusak, terutama di pulau-pulau kecil, tandus, dan rawan kekeringan ekstrem, dengan gerakan menanam selama musim hujan.
Apalagi pemerintah daerah memiliki data soal pulau-pulau yang kering dan tandus. Daerah yang kering dan tandus sangat membutuhkan gerakan penghijauan melalui aksi menanam. ”Dengan gencar penghijauan, otomatis bisa mengembalikan hutan yang rusak dan kawasan tandus, kering, dan gersang,” ujarnya.
Ia mengatakan, keluhan kekeringan ekstrem pada musim kemarau yang berdampak pada kekeringan sumber-sumber mata air di sebagian besar wilayah NTT perlu disikapi dengan aksi menanam secara masif selama musim hujan, terutama jenis tanaman yang bisa berproduksi untuk meningkatkan ekonomi masyarakat.
Jangan hanya terlibat aktif di dunia digital. Lingkungan hidup sangat penting bagi kehidupan di masa depan.
Misalnya, pisang, mangga, kopi, kemiri, cengkeh, nangka, durian, dan rambutan. Selanjutnya, di sumber-sumber air ditanami bambu sebanyak mungkin untuk menjaga dan merawat debit air tersebut agar tidak menurun atau kering selama puncak kemarau.
Ia menuturkan, gerakan operasi nusa hijau yang dijalankan masa pemerintahan gubernur Ben Mboi (1978-1988) sangat efektif. Saat itu, semua siswa sekolah dasar dan menengah, mahasiswa, ASN, serta kelompok masyarakat dilibatkan menanam. Di Pulau Flores-Lembata aksi itu cukup sukses, dengan berhasilnya tanaman kopi, kelapa, kemiri, dan bambu di beberapa kabupaten.
Larangan membakar
Tidak hanya menanam, saat itu dilanjutkan pula dengan larangan membakar hutan selama musim kemarau, menebang pohon, serta berburu binatang di kawasan hutan lindung, cagar alam, dan kawasan hutan di sumber-sumber mata air.
Menurut pengamatan dia, sekarang orang bebas bertindak apa saja terhadap hutan, seperti membakar, menebang, dan melepasliarkan ternak. Aksi ini justru terjadi pula di dalam kawasan taman nasional, cagar alam, dan hutan lindung.
Melakukan pembakaran di musim kemarau juga dilakukan di Taman Nasional Laiwanggi Wanggemeti di Sumba Timur dan Taman Nasional Manupeu Tanah Daru di Sumba Tengah, termasuk cagar alam Mutis-Timau yang sering dibakar secara sengaja saat musim kemarau.
Kerusakan lingkungan hidup akhir-akhir ini berdampak luar biasa terhadap perubahan iklim. Dampak lanjutan pada gagal panen, rawan pangan, gizi buruk, stunting, dan kesulitan air bersih. Namun, belum ada kesadaran dari masyarakat menjaga dan melestarikan hutan yang ada.
Penerima Kalpataru 2023 asal Manggarai Timur, Arsyad, mengatakan, kondisi lingkungan di NTT saat ini sangat memprihatinkan. Generasi muda NTT sebagai pewaris daerah ini sejak dini harus diajari mencintai pohon. Terbiasa menanam, merawat, dan membiarkan pohon itu tumbuh sampai berproduksi.
”Jangan hanya terlibat aktif di dunia digital. Lingkungan hidup sangat penting bagi kehidupan di masa depan. Jika kita mengabaikan lingkungan, sama dengan mengharapkan bencana segera datang,” ujarnya.
Dengan suhu panas dan kekeringan ekstrem akhir-akhir ini seharusnya masyarakat segera bertindak, mengembalikan lingkungan seperti semula.
Menanam dan merawat pohon di pekarangan rumah dan lahan pertanian saja sudah sangat membantu lingkungan sekitar. Namun, harus dilakukan setiap rumah tangga sehingga permukiman itu menjadi rindang dan sejuk.
Hindari kebakaran hutan dan penebangan liar selama musim kemarau. Pemda perlu mengeluarkan perda larangan disertai sanksi yang tegas bagi para pelanggar.
Staf Badan Lingkungan Hidup NTT Agus Tanimengatakan, kegiatan penanaman pohon di wilayah tandus dilakukan setiap musim hujan. Hanya setiap musim kemarau, wilayah itu selalu dibakar, ditebang, atau dirusak ternak peliharaan warga. Pemda sudah memperingatkan berulang kali setiap tahun melalui polisi kehutanan. Namun, oknum masyarakat selalu mencari peluang untuk merusak lingkungan dengan berbagai cara.
Butuh kesadaran masyarakat sendiri akan pentingnya hutan. Bencana longsor, kekeringan ekstrem, gagal panen, suhu panas melewati batas normal, dan kekeringan sumber-sumber mata air saat ini mestinya membuat masyarakat paham. Pemerintah sudah menjelaskan tentang manfaat hutan itu.
Terkadang masyarakat beralasan, wilayah itu masuk kawasan tanah adat, warisan leluhur. Jika hutan adat mestinya mereka bisa menjaga dan merawat hutan itu.
”Pengawasan tetap dilakukan, tetapi personel polisi kehutanan terbatas. Kita juga sudah melibatkan masyarakat adat mengawasi hutan. Namun, kasus kebakaran dan penebangan pohon tetap terjadi,” kata Agus.