Komplotan Pengoplos Gas Bersubsidi di Yogyakarta Terancam 6 Tahun Penjara
Tiga pelaku dibekuk jajaran Polda DIY karena memindahkan gas bersubsidi untuk kemudian dijual sebagai gas nonsubsidi.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
SLEMAN, KOMPAS — Tiga warga Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, yakni AR (38), GR (32), dan PD (37), ditetapkan sebagai tersangka penyalahgunaan gas bersubsidi. Polisi menyita 588 tabung gas subsidi ukuran 3 kilogram, 2 mobil, dan 3 timbangan. Para pelaku terancam hukuman 6 tahun penjara.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah DIY Komisaris Besar Idham Mahdi mengatakan, kasus ini terkuak dari laporan warga pada Jumat (2/2/2024). Di sebuah rumah di kawasan Cangkringan, Sleman, pelaku memindahkan gas subsidi dari tabung 3 kilogram (kg) ke tabung 5,5 kg dan 12 kg. Para pelaku lantas menjualnya sebagai gas nonsubsidi.
Belakangan, diketahui praktik terlarang itu sudah dilakukan selama setahun terakhir. ”Keuntungannya Rp 50 juta-Rp 60 juta per bulan,” ujar Idham di Yogyakarta, Senin (5/2/2024).
Idham mengatakan, setiap pelaku memiliki tugas berbeda. GR, misalnya, memberi ide cara memindahkan gas dari satu tabung ke tabung lain.
Selain menggunakan selang regulator, dia memakai air dan es batu sebagai pendingin. Untuk mengisi tabung 5,5 kg, dia menggunakan 2-3 tabung ukuran 3 kg. Sementara tabung 12 kg diisi 12-13 tabung gas 3 kg.
Tidak hanya itu, GR juga kebagian tugas menjadi pengemudi saat memasarkan hasil kejahatan. ”Penjualannya berkeliling menggunakan mobil terbuka. Mereka menyasar toko kelontong dan pelaku usaha mikro, kecil, menengah di sekitar Sleman,” ujarnya.
Peran AR lain lagi. Dia adalah pencari modal. AR mendapatkan uang lewat pinjaman bank. AR juga bertugas mencari lokasi usaha dan belanja perlengkapan.
Sementara PD bertanggung jawab membeli tabung gas 3 kg dan menjalankan strategi pemasaran. Untuk setiap tabung gas berukuran 5,5 kg yang terjual, para pelaku untung Rp 40.000. Jika mampu menjual tabung gas 12 kg, mereka mendapat laba 85.000 per tabung.
Akibat perbuatan itu, para pelaku dijerat Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi sebagaimana diubah dengan Pasal 40 angka 9 UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja sebagaimana diubah dalam Pasal 40 angka 8 UU Nomor 8 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi UU dan Pasal 62 juncto Pasal 5 huruf b dan c UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pelaku terancam 6 tahun penjara.
”Kami masih berupaya memperdalam penyidikan untuk mengetahui berapa total tabung gas 3 kg yang telah dibeli dan disalahgunakan serta berapa tabung 5,5 kg dan 12 kg yang berhasil dijual,” kata Idham.
Pengungkapan kasus ini menunjukkan bahwa praktik penyalahgunaan gas bersubsidi masih terjadi saat pemerintah mengklaim berusaha memastikan distribusinya tepat sasaran. Salah satu cara yang dilakukan pemerintah adalah dengan memperketat syarat pembelian. Sejak 1 Januari 2024, hanya warga terdaftar sebagai pengguna gas 3 kg yang bisa membelinya.
Peneliti Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan, Akmaluddin Rachim, mengatakan, sosialisasi tentang pendataan konsumen elpiji 3 kg harus berjalan optimal. Semua mesti dilakukan lewat basis data kuat dan terkonfirmasi.
”Perlu benar-benar dipastikan agar warga tidak mampu jangan sampai kehilangan haknya akibat distribusi gas yang tidak tepat sasaran,” ujarnya.