Imlek di Kota Malang, Menikmati Kuliner Peranakan nan Menggoda Lidah
Kuliner peranakan tidak saja menyajikan cita rasa menggoda, tetapi juga memiliki makna filosofis.
Merayakan Imlek tidak lengkap tanpa kudapan. Menariknya, kuliner peranakan itu tidak saja menyajikan cita rasa menggoda, tetapi juga memiliki makna filosofis.
Menu kuliner umum yang ditemukan saat rangkaian perayaan Imlek, antara lain, adalah lontong cap go meh dan kue keranjang. Lontong cap go meh sebenarnya juga merupakan salah satu rangkaian perayaan pada hari ke-15 Imlek.
Terkait kuliner, lontong cap go meh adalah menu semacam lontong sayur. Isiannya biasanya lontong, sayur lodeh rebung, telur pindang, acar, bubuk koya, sambal, dan ayam bumbu kari. Namun, isian tersebut bisa sedikit berbeda tergantung pembuatnya.
Baca juga: Etnis Tionghoa Didorong Berperan di Luar Sektor Ekonomi
Di Kota Malang, selama Imlek, biasanya sebenarnya warga Kota Malang bisa menikmati lontong cap go meh gratis dari Klenteng Eng An Kiong. Namun, tahun ini, open house perayaan cap go meh ditiadakan karena pelaksanaannya masih berdekatan dengan pemilu presiden sehingga diputuskan untuk ditiadakan guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
”Saat perayaan cap go meh, biasanya setelah ibadah nanti akan diadakan open house dan semua boleh makan bersama. Tapi tahun ini tidak. Nanti setelah ibadah, umat boleh pulang atau pergi ke kerabat dan makan bersama di sana,” kata Luluk Indraningsih dari Humas Klenteng Eng An Kiong, Jumat (9/2/2024).
Inti perayaan cap go meh, menurut Luluk, adalah merayakan sukacita bersama-sama. ”Cap go meh itu 15 hari setelah tahun baru. Merayakan kebersamaan, kebahagiaan, dan mendoakan harapan dan hal-hal baik ke depan. Itu intinya,” katanya.
Menurut Luluk, di China selatan, masyarakat merayakan cap go meh dengan makan makanan sejenis ronde (tangyuan) isi kacang. Adapun di China utara, saat itu dirayakan dengan makanan suikiaw (sejenis pastel dengan isian daging dan berkuah).
”Tapi, di Indonesia, di klenteng sini, kami merayakannya dengan lontong cap go meh. Ini sudah menyesuaikan dengan budaya Indonesia,” kata Luluk.
Baca juga: Pahit Manis Kisah Tionghoa di Kota Malang
Selain sebagai kuliner, lontong cap go meh juga merupakan makanan dengan nilai-nilai filosofis mendalam. Dalam buku berjudul Multikulturalisme Makanan Indonesia terbitan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2018) disebutkan bahwa lontong cap go meh merupakan bentuk adaptasi China peranakan di Nusantara terhadap budaya lokal.
Saat itu, warga peranakan melihat kuliner ketupat lebaran dan mencicipnya. Mereka pun meramu kuliner dengan lontong karena bentuk panjang lontong digambarkan sebagai simbol umur yang panjang.
Adapun telur dalam hidangan cap go meh disebut melambangkan keberuntungan. Kuah santan yang dikombinasikan dengan bumbu kunyit berwarna kuning keemasan melambangkan emas dan keberuntungan.
Baca juga: Soto, dari Kisah tentang Cinta, Perang, hingga Kebersamaan
Tempat makan cap go meh pada hari-hari biasa banyak ditemukan di warung-warung masakan cina. Lokasi paling mudah dijangkau, misalnya, Depot Guntur di Jalan Guntur (kawasan di belakang Gereja Katedral Ijen). Di sana, pengunjung bisa menikmati sepiring cap go meh kapan saja asalkan pas jam operasional warung.
Menu ini sekilas mirip dengan lontong sayur. Hanya saja, untuk cap go meh, lodeh yang digunakan adalah lodeh rebung. Bagi warga Tionghoa, rebung memiliki makna nasib baik yang akan terus bertumbuh seperti tumbuhnya tunas pohon bambu (rebung).
Kudapan lain yang bisa dinikmati saat merayakan Imlek adalah kue keranjang atau nian gao. Di Indonesia disebut kue keranjang karena merujuk pada cetakan kuenya.
Kue ini biasanya dipergunakan untuk upacara sembahyang leluhur yang dilakukan sehari sebelum Imlek, sampai pada puncaknya pada malam menjelang tahun baru Imlek. Pada saat Imlek, masyarakat Tionghoa biasanya akan menyantap kue keranjang terlebih dahulu sebelum menyantap nasi karena dipercaya hal itu sebagai suatu pengharapan agar selalu beruntung sepanjang tahun.
Kue keranjang itu, kan, teksturnya lengket, jadi makna memakan kue ini adalah akan mempererat hubungan kekeluargaan.
Tak heran jika kue keranjang selama Imlek menjadi salah satu jajanan paling diburu. Sonia Winoto (27), pembuat kue keranjang asal Jalan Sutan Sahrir atau daerah samping Pasar Besar Kota Malang, mengatakan bahwa dua minggu menjelang Imlek pesanan kue keranjang sudah banyak.
”Tahun lalu bisa 400 boks. Tahun ini masih 200 boks. Mungkin memang daya beli sedang turun,” katanya.
Bagi Sonia, kue keranjang bukan sekadar bisnis. Namun, lebih jauh, ada makna filosofis. ”Kue keranjang itu, kan, teksturnya lengket, jadi makna memakan kue ini adalah akan mempererat hubungan kekeluargaan,” kata perempuan yang sudah membuat jajanan ini sejak tahun 2018. Ia membuat rasa orisinal dan versi campuran beberapa rasa, seperti taro dan matcha.
Pada secuil kue keranjang rupanya tersimpan makna besar. Sebuah kebersamaan dan hubungan interaksi harmonis dengan orang lain. Sebab, selain dikonsumsi oleh keluarga, kue ini juga lazim dibagikan kepada teman dan tetangga.
Selamat merayakan tahun baru dengan sukacita di tahun Naga Kayu, gong xi fat cai.
Baca juga: Merayakan Imlek dengan Semangkuk Soto