Tercapainya cakupan kesehatan semesta harus diikuti dengan peningkatan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·4 menit baca
Pintu utama Puskesmas Baun tertutup rapat. Sepi, tak ada petugas di dalam. Di daun pintu tertempel kertas berisi pemberitahuan bahwa pelayanan ditutup selama tiga hari berturut-turut mulai Kamis (8/2/2024) dengan alasan libur nasional.
Di sampingnya, pintu instalasi gawat darurat dibuka selebar dua jengkal tangan orang dewasa. Sebagaimana isi pemberitahuan itu, sepanjang masa liburan, pintu puskesmas hanya dibuka bagi pasien gawat darurat, seperti kecelakaan atau ibu yang akan bersalin.
Begitulah sekelumit suasana di puskesmas yang berada di Kelurahan Teunbaun, Kecamatan Amarasi Barat, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur. Puskesmas itu sedianya melayani masyarakat di delapan desa dan kelurahan dengan jumlah penduduk lebih kurang 17.000 jiwa.
Setelah beberapa saat, terdengar suara orang di dalam mes, tak jauh dari bangunan utama puskesmas. Di sana ada Hani, bidan, dan Novi, perawat, yang pada hari itu mendapatkan giliran piket. Mereka sedang istirahat makan siang.
Menurut mereka, selama liburan, setiap sif, satu perawat dan satu bidan bertugas di puskesmas. Sopir ambulans juga diminta siaga manakala ada pasien gawat darurat yang harus dirujuk ke Kota Kupang. Di sana ada RSUD WZ Johannes yang berjarak lebih kurang 24 kilometer dari Puskesmas Baun.
Ketika ditanya lebih jauh, keduanya enggan berkomentar. Mereka menyarankan untuk datang kembali pada Senin (12/2/2024). ”Senin baru buka. Pasien pasti banyak. Juga bisa bertemu dengan pimpinan kami,” kata Hani diikuti anggukan Novi.
Beberapa orang yang berkumpul di depan puskesmas itu menyesalkan adanya penutupan layanan selama tiga hari tersebut. ”Puskesmas boleh libur, tapi orang sakit tidak pernah kenal tanggal merah. Ini aneh tapi nyata,” kata Sisko (45), warga setempat.
Ia menuturkan, beberapa orang sempat datang, tetapi setelah membaca pemberitahuan itu mereka langsung pulang. Mereka pulang dengan raut wajah kecewa. Hampir semua mereka adalah pemegang Kartu Indonesia Sehat (KIS), bagian dari peserta Jaminan Kesehatan Nasional.
Mereka tak punya pilihan lagi selain memendam penyakit sambil menunggu puskesmas beroperasi kembali. Mereka yang kebanyakan masyarakat miskin itu tak punya ongkos ke rumah sakit. Jika ke RSUD WZ Yohannes, mereka harus menyewa ojek paling murah Rp 100.000. Tak semua mereka punya biaya.
Jika terpaksa ke sana pun belum tentu dilayani. Petugas di RSUD akan menanyakan surat rujukan dari puskesmas sebagai fasilitas kesehatan tingkat pertama. Begitulah prosedur yang wajib ditaati pasien yang menggunakan jalur JKN.
Ternyata pegang kartu saja belum menjamin. Kita harus berjuang cari rumah sakit. Ada KIS, tapi rumah sakit jauh.
Potret pelayanan kesehatan di Puskesmas Baun menggambarkan fasilitas kesehatan belum memberikan pelayanan yang baik bagi pasien. Kondisi ini terjadi ketika pemerintah mengklaim bahwa kesehatan masyarakat sudah dijamin oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Data BPJS Kesehatan Kupang menyebutkan, jumlah penduduk Kabupaten Kupang pada semester II-2023 sebanyak 385.622 jiwa. Di sisi lain, cakupan kepesertaan JKN sampai Desember 2023 sebanyak 387.537 jiwa. Ini berarti Kabupaten Kupang sudah mencapai cakupan kesehatan semesta atau UHC.
Untuk tingkat provinsi, NTT juga sudah mencapai kategori UHC. Jumlah penduduk NTT pada semester II-2023 sebanyak 5.543.239 jiwa, sedangkan cakupan kepesertaan JKN sampai Desember 2023 sebanyak 5.696.106 jiwa.
Tak hanya di Kabupaten Kupang, perjuangan masyarakat pemegang KIS untuk mendapatkan layanan kesehatan juga dialami masyarakat di daerah lain. Agnes Nini (60), warga Pulau Adonara, Kabupaten Flores Timur, beberapa waktu lalu, menempuh perjalanan panjang dan menguras energi.
Penderita penyakit dalam itu menyeberang dengan perahu motor dari rumah ke Larantuka kemudian menumpang kapal selama 12 jam ke Kupang. Hal itu lantaran tidak ada dokter spesialis penyakit dalam di daerahnya. Agnes pemegang KIS.
”Ternyata pegang kartu saja belum menjamin. Kita harus berjuang cari rumah sakit. Ada KIS, tapi rumah sakit jauh,” ujarnya.
Di rumah sakit, banyak pasien BPJS, khususnya kelas III, mengeluh buruknya pelayanan. Gusti (22), warga Kota Kupang yang menderita pembengkakan pada jantung, hanya diinapkan di bangsal salah satu rumah sakit swasta di Kota Kupang. Selama dua minggu, ia tidak mendapat perawatan khusus.
Dalam kunjungannya ke Kupang pada pertengahan 2023, Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti menyinggung tentang pentingnya peran fasilitas kesehatan dalam mendukung kesehatan masyarakat. Fasilitas kesehatan merupakan domain Kementerian Kesehatan hingga pemerintah daerah.
Kala itu, Ghufron menghadiri penandatanganan nota kesepahaman antara BPJS Kesehatan dan Rumah Sakit Terapung Ksatria Airlangga. Kerja sama ini bertujuan agar masyarakat pemegang KIS di daerah terpencil dan pulau-pulau dapat menikmati layanan kesehatan yang diberikan RS tersebut.
Sudah 10 tahun program JKN dijalankan di Indonesia. Sejumlah daerah sudah mencapai UHC. Hendaknya pencapaian tersebut diikuti dengan perbaikan pelayanan di setiap fasilitas kesehatan agar masyarakat benar-benar menikmatinya. Dengan demikian, ada kebanggaan bagi mereka sebagai peserta JKN.