Ruang Laut Warga Halmahera Kian Sempit akibat Tambang Nikel
Pertambangan mineral di sekitar kawasan Halmahera, Maluku Utara, kian menekan kehidupan nelayan. Riset pun dibatasi.
Oleh
RAYNARD KRISTIAN BONANIO PARDEDE
·4 menit baca
TERNATE, KOMPAS – Ruang pesisir masyarakat di Kepulauan Halmahera, Maluku Utara terus tertekan akibat aktivitas pertambangan nikel di sana. Penyempitan ruang juga terjadi karena larangan dari pihak perusahaan bagi masyarakat untuk beraktivitas, baik melaut maupun meneliti keadaan di sekitar teluk. Pengawasan dan advokasi perlu dilakukan dari tingkat lokal hingga negara asal investor tambang.
Peneliti Oseonagrafi di Universitas Khairun Abdul Motalib menjelaskan, aktivitas pertambangan di kawasan teluk Kepulauan Halmahera mengubah lanskap kawasan akibat berkurangnya tutupan mangrove, dan menurunnya jumlah lamun dan terumbu karang. Hal ini membuat ekosistem laut terganggu karena mangrove dan terumbu karang merupakan tempat ikan hidup dan mencari makan. Kehidupan nelayan pesisir pun tertekan karena berkurangnya tangkapan ikan.
Berdasarkan hasil analisis spasial yang ia lakukan, mulai tahun 2011 hingga 2024, perubahan terus terjadi sejak tambang nikel mulai menggeliat khususnya di Teluk Weda, Halmahera Tengah. Agar mendapatkan data yang lebih akurat, analisis spasial melalui pemetaan memerlukan dukungan analisis langsung di lapangan. Namun, akses yang terbatas membuat penelitian lapangan sulit dilakukan. Riset mengenai aktivitas pertambangan nikel biasanya hanya dikerjakan oleh tim yang bekerja sama dengan pihak perusahaan.
”Ke depan harus ada gerakan masyarakat bersama untuk mengkritik pertambangan yang merusak lingkungan. Gerakan ini juga harus berbasis data yang akurat melalui riset agar bisa dipertanggungjawabkan,” ujarnya dalam diskusi daring dari Ternate, Maluku Utara, Senin (12/2/2024).
Secara umum terdapat beberapa aktivitas pertambangan di beberapa teluk di Maluku Utara, seperti Teluk Weda, Teluk Buli, dan Teluk Kao. Perusahaan pertambangan mineral besar beroperasi di sana, mulai dari Weda Bay Nickel, Nusa Halmahera Mineral, hingga perusahaan milik negara, Aneka Tambang (Antam). Di Teluk Weda, juga terdapat kawasan industri nikel terintegrasi, yakni Indonesia Weda Industrial Park (IWIP).
Pengerukan nikel yang dilakukan melalui penggundulan hutan, berpotensi merusak kawasan pesisir. Berkurangnya tutupan hutan membuat lumpur yang datang dari hujan yang mengguyur kawasan tambang, akan mengalir ke sungai lalu ke lautan di sekitar teluk.
Abdul menjelaskan, Teluk Weda, merupakan teluk semi-tertutup sehingga gerak arus air cenderung pelan. Akibatnya, lumpur yang terbawa dari gunung saat hujan, akan berada di pesisir dalam waktu yang lebih lama sehingga berpotensi menciptakan sedimentasi, hingga terjadi pendangkalan. Hal ini akan memengaruhi aktivitas nelayan yang mencari ikan di pesisir.
”Saya menduga ini yang menyebabkan ekosistem lamun dan terumbu karang rusak, dan fishing ground nelayan akan semakin jauh,” ujarnya.
Perwakilan kelompok masyarakat Desa Sagea, Weda Utara, Halmahera Tengah, Supriyadi Sawai menjelaskan, larangan dari pihak perusahaan untuk beraktivitas di sekitar pesisir yang berdekatan dengan pertambangan turut menambah sulit kehidupan nelayan di sana. Hilir mudik kapal tongkang pengangkut material tambang pun menganggu nelayan saat menangkap ikan.
Aturan lingkungan dilonggarkan untuk menarik investasi masuk ke sektor mineral.
Ia meminta, agar pemerintah menyelamatkan ruang hidup nelayan dan masyarakat pesisir yang semakin tertekan. Sejak marak tambang pascaprogram hilirisasi, membuat negara abai terhadap hak-hak tradisional yang dipegang masyarakat sejak dahulu.
“Ruang laut milik bersama kini menjadi ruang laut milik privat. Kebijakan hilirisasi nikel berdampak buruk bagi kami,” ujar pria yang juga aktif dalam gerakan penyelamatan Save Sagea.
Kehadiran pertambangan nikel yang disokong oleh investasi luar negeri membuat advokasi dan pengawasan perlu dilakukan mulai dari tingkat lokal hingga global. Peneliti Ekologi Maritim Indonesia (Ekomarin) Arief Abbas menjelaskan, pemerintah kerap melonggarkan aturan lingkungan untuk menarik investasi masuk ke sektor mineral dalam negeri. Untuk itu, advokasi dan kampanye penyelamatan pesisir harus didorong secara menyeluruh.
Dari hasil penelitian Ekomarin tahun 2024, Arief menambahkan, kegiatan pertambangan nikel di Maluku Utara membuat daerah tangkapan nelayan semakin menyusut. Akibatnya, beberapa desa lingkar tambang di Halmahera Tengah yang dahulu memiliki sumber daya perikanan melimpah harus mendatangkan ikan dari luar daerah, seperti Halmahera Barat dan Selatan. Desa-desa pesisir pun tercatat sebagai wilayah dengan penduduk miskin terbesar di tahun 2022.
”Pertambangan memang terjadi dalam skala lokal, tetapi instrumen pembentuknya berasal dari keinginan negara-negara di tingkat global membangun rantai pasok kendaraan listriknya. Pengawasan terhadap investasi asing yang akan masuk perlu dilakukan dengan ketat,” ujarnya.
Perusahaan mineral yang beroperasi di wilayah Halmahera membantah adanya pencemaran akibat aktivitas pertambangan. Corporate Secretary Division Head PT Antam Syarif Faisal Alkadrie, menjelaskan, ia prihatin dengan kondisi nelayan, dan berharap kondisi segera membaik. Pihaknya mengklaim telah menerapkan standar lingkungan dalam kegiatan pertambangan, mulai dari pemantauan kualitas air, termasuk air limbah, agar sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Sementara itu, manajemen IWIP menyampaikan, perusahaan rutin melibatkan laboratorium lingkungan terakreditasi dalam pengawasan lingkungan, serta melaporkan kondisi lingkungan secara rutin ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. IWIP juga membangun kolam sedimen agar air yang mengalir dari tambang tidak masuk ke perairan di pesisir. (Kompas, 7/11/2023)
Selain itu, akhir 2023, Tim Kompas juga sempat mengunjungi salah satu lokasi tambang di Halmahera Selatan, yang dioperasikan Harita Group. Dalam pemaparannya, Head of Technical Support Harita Group Smelter Rico Windy Albert menjelaskan, pihaknya membangun kolam sedimen untuk mencegah air limpasan hujan ataupun produksi tambang mengalir ke laut. Air baru akan dialirkan setelah baku mutunya sama dengan baku mutu air laut.