Warga Surabaya Bersiap Hadapi Kenaikan Harga Pangan
Warga Surabaya, Jawa Timur, patut bersiap menghadapi potensi kenaikan harga bahan pangan karena puasa mendekat.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Harga sejumlah bahan pangan di Surabaya, Jawa Timur, naik dibandingkan dengan awal tahun. Kalangan warga patut bersiap karena kenaikan harga berpotensi meluas atau mencakup lebih banyak komoditas.
Pantauan pada Senin (19/2/2024) menunjukkan, kenaikan harga bahan pangan di ibu kota Jatim ini terjadi pada komoditas beras premium, daging ayam ras, dan sayuran, yakni cabai, kentang, tomat, dan wortel.
Di Pasar Wonokromo dan Pasar Genteng, misalnya, harga beras premium per kilogram (kg) sekitar Rp 17.000. Di awal tahun, harga komoditas ini Rp 13.000 per kg. Kenaikan harga sebesar Rp 4.000 atau 30 persen. Harga daging ayam ras dari Rp 30.500 per kg menjadi Rp 32.500 per kg atau naik 6 persen sejak awal tahun.
Harga cabai merah keriting dari Rp 50.000 menjadi Rp 69.000 per kg. Harga cabai merah besar dari Rp 50.000 ke Rp 70.000 per kg. Harga kentang dari Rp 15.000 ke Rp 16.000 per kg, wortel dari Rp 12.000 ke Rp 13.000 per kg, dan tomat dari Rp 11.000 ke Rp 14.000 per kg.
”Yang harganya masih tinggi ini beras sejak awal bulan, sedangkan daging ayam dan sayuran ikut-ikutan. Bikin pusing ini,” kata Yulianti, ibu rumah tangga di Jambangan yang ditemui sedang belanja di Pasar Karah, Senin.
Yang dikhawatirkan termasuk oleh saya, bulan puasa semakin dekat, semoga kalau harga-harga naik, tidak semua.
Yulianti mengatakan, kenaikan harga disikapi dengan bersiasat. Misalnya, mengurangi belanja, mengganti, bahkan tidak mengonsumsi sementara komoditas yang harga sedang melonjak. ”Harga daging ayam sedang naik, ya sementara lauk diganti ikan, tahu tempe, atau telur,” ujarnya.
Menggerus pengeluaran
Warga Wonokromo, Sugiyono, mengatakan, kenaikan harga bahan pangan seolah diam-diam atau tidak terasa. Namun, setelah disadari selama dua-tiga pekan, ternyata kenaikannya menggerus alokasi pengeluaran.
”Seperti harga beras, Mas, sudah terjadi sejak awal tahun, tetapi enggak terlalu terasa. Nah, terasanya di bulan ini. Kok, pengeluaran beli beras naiknya sampai Rp 50.000 sebulan,” katanya.
Dengan kenaikan harga beras premium, sedangkan alokasi anggaran belanja tetap, lanjut Sugiyono, ada pembelian komoditas yang dikurangi atau diganti, misalnya lauk, sayur, dan atau buah. ”Uang Rp 50.000 lumayan, kalau beli lauk, misalnya tahu dan tempe, setiap hari bisa untuk seminggu, tetapi terkadang tidak betah dan bosan lauknya selalu itu,” ujarnya.
Pedagang bahan pangan di Pasar Keputran, Abdul Hamid, mengatakan, kenaikan harga dipengaruhi pasokan. Pasokan beras memang belum datang karena masih dalam musim tanam, sedangkan panen raya paling cepat bulan depan (Maret). Untuk harga sayur, mungkin ada gangguan panen di kabupaten penghasil sehingga pasokan seret.
”Yang dikhawatirkan termasuk oleh saya, bulan puasa semakin dekat, semoga kalau harga-harga naik, tidak semua (komoditas),” kata Hamid.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota Surabaya Antiek Sugiharti mengatakan, kenaikan harga bahan pangan tidak bisa dihindari karena metropolitan berpopulasi 3 juta jiwa ini bukan daerah penghasil. Kebutuhan pangan ibu kota Jatim ini mengandalkan pasokan dari kabupaten penghasil, misalnya Mojokerto, Jombang, Nganjuk, Lamongan, Pasuruan, Malang, Probolinggo, dan Pulau Madura.
Antiek melanjutkan, meski bukan daerah penghasil utama bahan pangan, warga mengembangkan budidaya pertanian perkotaan. Warga membudidayakan tanaman sayur, rempah, bumbu, bahan obat, hingga beternak ayam, itik, dan kambing untuk konsumsi keluarga sendiri.
”Kami mendorong warga memaksimalkan pekarangan atau teras rumah untuk budidaya, misalnya cabai, sehingga ketika harga sedang tinggi, tidak perlu keluar uang karena sudah ada dari hasil menanam sendiri,” ujarnya.
Tidak hanya menanam sayur, bumbu, dan beternak lele, menurut Antiek, segelintir warga yang bergabung dalam Kelompok Tani (Poktan) Sri Sedono juga memanfaatkan Lahan Bekas Tanah Kas Desa (BTKD) Jeruk, Kecamatan Lakarsantri, dengan kembali menanam padi. Tanam padi dimulai Januari lalu.
Dalam setahun, poktan ini bisa tiga kali panen karena didukung irigasi yang baik. Panen menghasilkan rata-rata 8 ton gabah kering panen per hektar. Luas lahan aset Pemkot Surabaya yang dimanfaatkan warga setempat utnuk tanam padi sekitar 26 hektar.
Suasana di Pasar Marah, Jambangan, Kota Surabaya, Jawa Timur, Senin (19/2/2024). Masih terjadi kenaikan harga bahan pangan, terutama beras, daging ayam, dan sayuran. Kenaikan harga dikhawatirkan meluas mengingat bulan puasa mendekat, yang biasanya memicu peningkatan konsumsi pangan oleh masyarakat.
Menurut Kepala Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah, dan Perdagangan Kota Surabaya Dewi Suryawati, pengendalian harga bahan pangan salah satunya dengan subsidi ongkos angkut dari petani atau produsen sehingga memangkas biaya distribusi.
Hal lain adalah mengaktifkan kios-kios komoditas khusus terutama yang menjual beras medium, minyak goreng, gula, tepung, dan telur. ”Selain itu, juga digelar pasar murah dan operasi pasar,” ujarnya.