Panen diharapkan dapat menopang kebutuhan rumah tangga petani. Adapun masyarakat bukan petani ditopang operasi pasar.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·4 menit baca
PONTIANAK, KOMPAS — Para petani padi di Kalimantan Barat memasuki masa panen. Di tengah harga beras dan sejumlah bahan pokok yang melambung, hasil panen itu diharapkan dapat menopang kebutuhan rumah tangga petani. Untuk masyarakat bukan petani, langkah operasi pasar diharapkan dapat meredam dampak kenaikan harga beras.
Penjabat Bupati Kubu Raya yang juga Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Energi Sumber Daya Mineral Kalimantan Barat Syarif Kamaruzaman menuturkan, dari kunjungannya ke beberapa daerah Kubu Raya, rata-rata petani sudah menjemur padi. Kabupaten Kubu Raya berbatasan dengan Kota Pontianak, ibu kota Kalbar.
”Beberapa pemantauan kami di lapangan menunjukkan mereka (petani) sudah panen. Kubu Raya juga wilayah pertanian yang menyumbang (produksi) beras,” katanya, Rabu (28/2/2024).
Ketika belum panen, kata Syarif, petani biasanya menyiapkan stok di rumah. Begitu panen, stok yang ada pada petani biasanya dijual. Hasil panen ini setidaknya bisa digunakan untuk membeli bahan kebutuhan pangan yang saat ini cenderung naik.
Saat ini pemerintah daerah juga menggelar operasi pasar hingga ke kecamatan untuk menekan dampak kenaikan harga. Langkah ini ditujukan bagi masyarakat menengah ke bawah. ”Buruh, nelayan, dan tukang konstruksi bangunan memerlukan operasi pasar,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kalbar Florentinus Anum menyatakan, berdasarkan estimasi masa tanam November 2023 di Kalbar, panen pada Februari 2024 diperkirakan seluas 50.548 hektar di 14 kabupaten/kota. Produksi gabah diperkirakan 149.053 ton gabah kering giling (GKG), yang jika dikonversi menjadi 97.898 ton beras.
Adapun kebutuhan beras penduduk Kalbar pada Februari 38.681 ton. Dengan demikian, diproyeksikan terdapat surplus 59.219 ton beras. Surplus tersebut dalam bentuk gabah kering simpan, dengan hampir 65 persen berada di rumah tangga petani sebagai cadangan pangan keluarga.
Selanjutnya, berdasarkan masa tanam Desember 2023 seluas 25.008 hektar, pada Maret 2024 bakal ada panen 78.526 ton GKG. Jika dikonversi ke beras, jumlahnya menjadi 51.576 ton beras. Sementara kebutuhan masyarakat Kalbar 38.681 ton.
Maka, pada akhir Maret 2024, beras diperkirakan masih surplus 12.896 ton. Surplus tersebut juga dalam bentuk gabah kering simpan yang hampir 65 persen berada di rumah tangga petani sebagai cadangan pangan keluarga atau tidak dilepas ke pasar.
Panen tidak hanya dinikmati petani sawah, tetapi juga petani ladang di pedalaman Kalbar. Andrio (62), peladang dari Kabupaten Sanggau, misalnya, sedang panen di lahan seluas sekitar 2 hektar. Tiap hektar ia menuai 50 karung gabah ukuran 50 kilogram. Dari pengalamannya, 50 kilogram gabah jika diolah bisa menghasilkan 20 kilogram beras.
Hasil panen itu diperkirakan cukup untuk konsumsi enam anggota keluarganya hingga akhir tahun. Beras hasil panen itu juga kemungkinan untuk disumbangkan, misalnya jika ada orang meninggal dan acara pernikahan. Setidaknya tidak terlalu bertumpu pada beras di pasaran.
Nurdin (61), peladang lain di Kabupaten Sanggau, menuturkan, panen padi di ladangnya sekitar 10 karung ukuran 50 kilogram. Hasil panen itu untuk konsumsi empat anggota keluarganya di rumah.
Ia memperkirakan, hasil panen itu mencukupi kebutuhan hingga akhir tahun. Stok panen padi tahun lalu masih ada sekitar 100 kilogram.
”Semua peladang sedang panen. Panennya gotong royong. Hari Sabtu dan Rabu bekerja sama panen. Hari-hari biasa bekerja sendiri di ladang,” kata Nurdin.
Guru Besar Ilmu Ekonomi Universitas Tanjungpura, Pontianak, Eddy Suratman menilai, problem utama saat ini ada pada harga beras premium yang naik mengikuti harga internasional. Sementara stok beras untuk masyarakat banyak, khususnya masyarakat bawah, tersedia.
Ada aspek psikologis dari kenaikan harga beras yang berdampak pada penjual ataupun konsumen. Penjual melihat harga beras premium naik sehingga turut menaikkan harga beras biasa. Konsumen juga terkena dampak psikologis membeli stok lebih banyak karena isu El Nino dan kekhawatiran beras langka.
Memanfaatkan BUMDes
Problem lain, menurut Eddy, bisa juga dipicu distribusi beras dari Bulog yang kurang lancar atau tidak sampai ke masyarakat bawah. Distribusi juga terkait jalur tata niaga di mana beras disalurkan.
Bulog seharusnya bisa mengoptimalkan fungsi badan usaha milik desa (BUMDes) dalam pendistribusian beras. Dengan demikian, BUMDes di satu sisi mendapat manfaat dan di sisi lain beras Bulog juga bisa tersalurkan hingga ke bawah.
Sebelumnya, pada Selasa, Pemimpin Wilayah Perum Bulog Kalbar Dedi Aprilyadi menuturkan, stok beras di gudang Bulog Kalbar 1.500 ton. Beras tersebut diimpor dari Thailand. Cadangan beras itu bisa untuk program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pasar (SPHP), bantuan pangan, dan bencana alam.
Beras yang didatangkan Bulog untuk Kalbar tergolong premium, tetapi dijadikan beras medium untuk SPHP. Standar penjualan juga beras medium dengan harga eceran tertinggi Rp 11.500 per kilogram, tetapi harga di Bulog Rp 10.250 per kilogram.
Secara total stok beras se-Kalbar 7.010 ton di gudang-gudang Bulog. Ada pula 2.400 ton beras yang akan masuk ke Kalbar dari DKI Jakarta dan sedang dikirim. Selain itu, beras dari Vietnam yang akan dikirim ke Kalbar sebanyak 9.200 ton.