Kenaikan Harga Pangan di Maluku Menekan Perekonomian Pedagang dan Petani
Menjelang Ramadhan, harga sejumlah komoditas di Maluku naik. Kenaikan harga itu berdampak ke para pedagang dan petani.
AMBON, KOMPAS — Kenaikan harga sejumlah bahan pangan berdampak pada berkurangnya keuntungan para pedagang di sejumlah pasar di Kota Ambon, Maluku. Tingginya harga itu juga membuat perekonomian para petani di Maluku ikut tertekan. Operasi pasar dan gerakan penanaman pangan pun digelar untuk mengendalikan harga, khususnya menjelang bulan Ramadhan.
Berdasarkan pantauan di Pasar Waiheru, Ambon, Senin (4/3/2024), harga beras premium yang dijual masih tinggi. Pedagang beras di Toko Arifin, Sriyati (44), menjelaskan, harga satu karung beras premium dengan ukuran 50 kilogram mencapai Rp 675.000.
Bahkan, di beberapa toko lain, harga beras per karung ukuran 50 kg dijual Rp 700.000. Dengan kondisi itu, Sriyati seharusnya menjual beras tersebut seharga Rp 15.000–Rp 16.000 per kilogram. Namun, harga itu dinilai terlalu tinggi oleh banyak konsumen sehingga dia terpaksa menjual seharga Rp 13.500–Rp 14.000 per kg.
Oleh karena itu, keuntungan yang didapat Sriyati dari penjualan beras pun berkurang. Dia baru mendapat untung jika menjual beras murah dari Bulog. Beras dari program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan itu dijual Rp 11.800 per kg.
”Harga beras premium terlalu tinggi, akhirnya saya jual untuk balik modal saja. Dalam beberapa waktu ke depan, tidak ambil banyak beras premium dulu karena sepi pembeli. Jadi mengandalkan beras dari Bulog, itu pun terbatas,” ucap Sriyati.
Pedagang beras di Pasar Mardika, Ambon, Agustinus (22), menjelaskan, harga beras kualitas premium di tempatnya masih tinggi, yakni Rp 400.000 hingga Rp 410.000 per karung ukuran 24 kg. Beras itu dijual Rp 15.000 hingga Rp 16.000 per kg. Tingginya harga beras membuat keuntungannya menipis karena rendahnya minat warga untuk membeli.
Selain beras, menjelang bulan Ramadhan, harga komoditas lain juga terpantau mulai naik. Ona (40), pedagang di Pasar Waiheru, menuturkan, harga cabai mencapai Rp 30.000 per kg. Harga ini terus menanjak sejak awal tahun. Sebagian besar cabai di Ambon didatangkan dari Pulau Buru dan Maluku Tengah.
Baca juga: Pemkot Ambon Buat Kios Khusus di Pasar untuk Stabilkan Harga Bahan Pokok
Selain cabai merah, harga telur ayam juga naik dari Rp 57.000 per kg menjadi Rp 64.000 per kg. ”Satu ikat dengan isi enam rak telur ayam naik dari Rp 325.000 per ikat menjadi Rp 350.000 per ikat. Mendekati Ramadhan, biasanya akan lebih tinggi lagi,” ucapnya.
Kenaikan harga komoditas juga menekan perekonomian para petani. Kepala Badan Pusat Statistik Maluku Maritje Pattiwaellapia menjelaskan, nilai tukar petani (NTP) Maluku mengalami penurunan 1,73 persen dari 105,15 pada Januari 2024 menjadi 103,33 pada Februari 2024. Maluku menjadi satu dari sepuluh provinsi yang mengalami penurunan NTP.
Secara rinci, penurunan NTP terbesar terjadi pada petani hortikultura dari angka 102,36 pada Januari 2024 menjadi 97,51 pada Februari 2024. Lalu, disusul penurunan dari sektor budidaya perikanan dari angka 98,28 pada Januari 2024 menjadi 95,75 pada Februari 2024.
Penurunan NTP terjadi karena menurunnya selisih harga jual komoditas yang ditanam petani, seperti cengkeh, cabai rawit, dan ketela, dengan biaya yang dikeluarkan petani untuk memenuhi kebutuhan. Hal ini karena adanya kenaikan harga beli komoditas untuk kehidupan rumah tangga petani, seperti beras, bawang putih, dan rokok.
”NTP di 28 provinsi naik, dengan tingkat NTP nasional sebesar 120,97. NTP di Maluku turun cukup dalam hingga 1,73 persen,” ucapnya.
Baca juga: Cegah Konversi Lahan untuk Wujudkan Kemandirian Pangan di Maluku
Adapun tingkat inflasi tahunan di Maluku masih cukup tinggi, yakni berada di angka 3,02 persen pada Februari 2024. Angka ini berasal dari perhitungan inflasi di tiga kota, yakni Kota Ambon sebesar 2,89 persen, Kota Tual sebesar 2,88 persen, dan Kabupaten Maluku Tengah sebesar 3,26 persen.
Maritje menjelaskan, khusus untuk Maluku Tengah, angka inflasi pada Februari 2024 patut diapresiasi karena menurun signifikan dibandingkan dengan inflasi pada Februari 2023 yang menyentuh angka 6 persen.
Untuk mengendalikan harga sejumlah bahan pangan, pemerintah daerah mengambil sejumlah kebijakan. Pemerintah Kota Ambon, misalnya, berencana mendirikan kios permanen untuk menjual pangan murah di Pasar Mardika yang merupakan pasar terbesar di Maluku.
Kehadiran kios permanen itu diharapkan bisa mendorong pelaksanaan program operasi pasar secara berkelanjutan. Selain itu, bantuan untuk penanaman komoditas penyumbang inflasi juga diberikan.
NTP di 28 provinsi naik dengan tingkat NTP nasional sebesar 120,97. NTP di Maluku turun cukup dalam hingga 1,73 persen.
Kepala Dinas Pertanian Maluku Ilham Tauda menjelaskan, tahun ini, pihaknya akan mendorong produksi cabai di semua kabupaten dan kota. Cabai dinilai menjadi salah satu komoditas penyumbang inflasi di wilayah Maluku, khususnya menjelang bulan Ramadhan. Dinas Pertanian Maluku pun sudah menyiapkan anggaran untuk itu.
”Sejak Januari, sudah banyak sentra yang mulai menanam dan akan dipanen awal Maret ini. Kami minta untuk setiap kabupaten dan kota untuk mulai menanam komoditas ini,” ujarnya.