Rawan Banjir, Daerah di Kalbar Didorong Terapkan Siaga Darurat Bencana
Status siaga darurat hingga tanggap darurat banjir itu diperlukan untuk memudahkan antisipasi dan penanganan bencana.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·3 menit baca
PONTIANAK, KOMPAS — Kabupaten/kota di Kalimantan Barat didorong menetapkan status siaga darurat hingga tanggap darurat bencana banjir. Hal itu untuk memudahkan akses penanggulangan bencana di tengah cuaca ekstrem.
Ketua Satuan Tugas Informasi Bencana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Kalimantan Barat Daniel, Selasa (5/3/2024), menuturkan, untuk mengantisipasi cuaca ekstrem di Kalbar, BPBD Provinsi Kalbar mendorong seluruh BPBD kabupaten/kota menetapkan status siaga darurat. Dengan menetapkan status siaga darurat, akses penanggulangan bencana di daerah masing-masing akan menjadi lebih mudah.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Bandara Supadio Pontianak memprakirakan, di Kalbar berpotensi terjadi cuaca ekstrem pada Senin (4/3/2024), Selasa, Kamis, dan Jumat. Hal itu berpotensi mengakibatkan bencana.
Beberapa hari lalu, banjir sudah terjadi di Kabupaten Sambas, Kabupaten Bengkayang, dan Kabupaten Ketapang. Dari tiga kabupaten tersebut, terdapat tiga kecamatan dan tujuh desa yang terdampak banjir.
”Ada 1.632 keluarga atau 5.615 jiwa yang terdampak,” ujar Daniel, Selasa.
Kendati secara umum sudah surut, situasi sulit diprediksi karena cuaca sedang ekstrem. Bisa jadi pada malam hari ketinggian air naik lagi. Oleh sebab itu, BPBD Provinsi Kalbar mendorong ketiga kabupaten tersebut untuk segera menetapkan status tanggap darurat apabila bencana banjir masif dan tidak terkendali.
Warga juga melaporkan ketinggian debit air di Sungai Kapuas meningkat. Juna (33), warga di Kecamatan Tempunak, Kabupaten Sintang, menuturkan, debit air di Sungai Kapuas juga agak bertambah. Daerahnya juga rawan banjir.
Namun, sejumlah warga sejak beberapa tahun lalu ada yang berupaya memitigasi dampak bencana dengan merevitalisasi rumah lanting setidaknya untuk tempat mengungsi sementara dan menyelamatkan barang jika banjir. Revitalisasi rumah lanting dilakukan beberapa warga setelah banjir besar di Kabupaten Sintang pada 2021.
”Setidaknya ada sekitar delapan keluarga yang membangun rumah lanting di kampung saya. Rumah lanting itu bisa untuk tempat tinggal dan menyelamatkan barang-barang ketika banjir,” kata Juna.
Juna pun membangun lanting. Ia merevitasiasi rumah lanting untuk tempat menyelamatkan barang-barang saat banjir. Material untuk membangun rumah lanting ia peroleh dari kayu besar yang hanyut di sungai, dikumpulkan, lalu ditambah dengan drum agar mengapung.
Ada yang berupaya memitigasi dampak bencana dengan merevitalisasi rumah lanting setidaknya untuk tempat mengungsi sementara dan menyelamatkan barang jika banjir.
”Saya mengambil kayu yang hanyut agar lebih murah. Sebab, mahal jika harus membeli kayu, bisa mencampai Rp 5-Rp 6 juta per batang yang ukuran besar.
Ia merevitalisasi rumah lanting untuk memitigasi dampak bencana karena berkaca dari kejadian banjir besar di Sintang pada 2021. Sebelumnya, kalaupun ada, lanting difungsikan sebatas untuk tempat mandi.
Catatan Kompas, banjir pada 2021 di Sintang berlangsung lebih dari sebulan dan memutus jalan nasional. Di awal tahun 2024, banjir juga sempat menerjang Kabupaten Sintang, tepatnya pada 12 Januari. Setidaknya terdapat 9.438 keluarga atau 28.463 jiwa terdampak. Rumah yang terdampak banjir sebanyak 3.659 unit di sembilan kecamatan dan 92 desa.
Di sudut-sudut Sungai Kapuas di Kalbar, sepanjang 1.143 kilometer, masih dijumpai rumah lanting. Namun, jumlahnya tidak banyak sejak muncul jalur darat beberapa puluh tahun lalu. Budaya sungai perlahan terkikis. Ukuran rumah lanting beragam, misalnya 20-30 meter persegi. Di bawahnya dipasang gelondongan kayu meranti hingga kayu tengkawang agar bisa mengapung.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalbar Hendrikus Adam menuturkan, di tengah daerah yang kian rentan bencana ekologis karena degradasi lingkungan, rumah lanting bisa menjadi salah satu upaya memitigasi dampak bencana. Bangunannya lebih adaptif.
”Kendati jika berada di arus yang deras juga perlu kewaspadaan sehingga perlu ditempatkan di lokasi yang tepat,” ujar Adam.
Rumah lanting bisa direvitalisasi. Pemerintah bisa memikirkan hal tersebut sebagai salah satu kebijakan mitigasi bencana ekologis. Bagaimana pemerintah mendorong masyarakat merevitalisasi rumah-rumah lanting.
Upaya adaptasi terkait bencana ekologis tersebut juga bisa didorong dengan membangun rumah panggung. Sebab, kebanyakan masyarakat lebih tertarik dengan mendirikan bangunan rumah beton yang justru rawan terkena banjir.