Kembali Raih Adipura Kencana, Surabaya Targetkan Standardisasi Pasar
Surabaya ingin standardisasi pasar untuk meningkatkan kinerja pengelolaan lingkungan yang inovatif dan berkelanjutan.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS – Ibu Kota Jawa Timur, Surabaya, kembali meraih Adipura Kencana 2023. Sebagai tindak lanjut atas capaian itu, Pemerintah Kota Surabaya menyusun program standardisasi pasar agar indikator kebersihan di pasar-pasar tercapai. Standardisasi itu juga untuk mempertahankan dan meningkatkan kinerja pengelolaan lingkungan hidup yang inovatif dan berkelanjutan.
Adipura Kencana ialah anugerah tertinggi untuk kabupaten/kota dalam kinerja pengelolaan lingkungan hidup. Surabaya, ibu kota Jatim, menjadi satu-satunya metropolitan di Indonesia yang meraih anugerah ini untuk 2022 dan 2023. Penghargaan ditiadakan kurun 2020-2022 karena pandemi Covid-19. Adipura Kencana 2022 diberikan setahun berikutnya.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menerima Adipura Kencana 2023 di Jakarta pada Selasa (5/3/2024). Sehari kemudian atau Rabu (6/3/2024), Pemkot Surabaya mengadakan kirab atau perarakan Adipura Kencana sebagai wujud syukur dan terima kasih kepada seluruh aparatur, pegawai, dan warga Bumi Pahlawan. Anugerah lainnya yang turut diarak ialah Nirwasita Tantra, Proklim Lestari, Proklim Utama, Adiwiyata Mandiri, dan Adiwiyata Nasional.
Eri mengatakan, Adipura Kencana 2023 menjadi anugerah kedelapan berturut-turut bagi Surabaya. Jika dihitung ke belakang termasuk pandemi Covid-19, Adipura Kencana selalu kembali ke Surabaya sejak 2011. Belum ada kota di Indonesia yang menyamai prestasi ini.
Salah satu tolok ukur penilaian Adipura Kencana ialah pengolahan menyeluruh terhadap sampah di suatu kabupaten/kota. Anugerah ini merupakan pengakuan pada Surabaya sebagai metropolitan terbersih dan terbaik dalam pengelolaan lingkungan, terutama sampah. Pemilahan, penanganan, pengolahan, dan pemanfaatan sampah di Surabaya terbukti memuaskan meski belum sempurna.
Standardisasi pasar
Menurut Eri, Surabaya masih bisa melangkah lebih jauh lagi dengan tolok ukur kinerja pengelolaan lingkungan hidup yang inovatif dan berkelanjutan. Yang terutama ialah standardisasi pasar tradisional termasuk pengelolaan sampahnya. ”Kami mendorong standardisasi pasar-pasar agar semakin baik kinerja pengelolaan lingkungannya termasuk dalam hal persampahan,” ujarnya.
Di Surabaya, perlu diperluas program pengelolaan sampah hingga rukun tetangga (RT). Namun, membangun tempat pengelolaan sampah (TPS) di setiap RT akan amat sulit sehingga cakupannya ditingkatkan ke rukun warga (RW), termasuk jika di wilayah itu terdapat suatu pasar. Di metropolitan dengan populasi lebih dari 3 juta jiwa ini, luas pasar tidak melebihi cakupan kawasan RW atau gabungan RT.
Eri berpandangan, pengelolaan sampah di suatu RW atau TPS perlu dihitung dan diperiksa. RW atau TPS dengan sampah atau buangan terendah karena sudah mengelola sebagian atau mayoritas menjadi yang terbaik. ”Di sinilah konteks atau semangat smart city, yakni kecerdasan warganya dalam pengelolaan lingkungan,” katanya seusai perarakan Adipura Kencana 2023 di Balai Kota Surabaya.
Di pasar-pasar, lanjut Eri, standardisasi berupa tolok ukur yang mirip dengan RW atau TPS tadi juga perlu diwujudkan. Pasar bukan sekadar bersih melainkan harus berhasil dalam pengelolaan lingkungan atau sampah. ”Kami akan menyusun indikator dan lebih penting lagi berusaha melaksanakannya,” ujarnya.
Di Surabaya, telah ada 600-700 bank sampah dalam pengelolaan pemerintah atau lembaga swadaya masyarakat. Hampir di setiap RW telah ada TPS. Di sini, sampah dipilah. Sampah organik diolah menjadi kompos. Sampah anorganik dipilah untuk daur ulang atau dimanfaatkan. Yang tidak bisa lagi dimanfaatkan barulah dibawa ke TPA Benowo yang sebagian diolah menjadi energi listrik.
Eri mendorong metode di RW dan TPS memenuhi prinsip 3R pengurangan (reduce), guna ulang (reuse), dan daur ulang (recycle). Di pasar-pasar, pengelolaan sampah harus memenuhi prinsip 3R tadi sebagai tolok ukur peningkatan kinerja, selain kebersihan lingkungan.
Siti Umi Hanik alias Hanie Ismail, inisiator Komunitas Nol Sampah Surabaya, mengatakan, konsepsi 3R sudah berkembang menjadi banyak R. Artinya, 3R tidak lagi memadai sebagai ikhtiar pelestarian dan pengelolaan lingkungan untuk kesinambungan kehidupan masyarakat.
Di Surabaya, telah ada 600-700 bank sampah dalam pengelolaan pemerintah atau lembaga swadaya masyarakat. Hampir di setiap RW telah ada TPS.
Hanik mengingatkan, selain 3R ada refill atau isi ulang, replace atau ganti, refuse atau menolak, return atau mengembalikan, regift atau bingkis ulang, repair atau memperbaiki, recreate atau kreasi ulang, recover atau pemulihan, dan rethink atau pikir ulang. ”Dalam pelestarian dan pengelolaan lingkungan, perlu juga mempertimbangkan aspek ekonomi, sosial, politik, dan budaya,” katanya.
Dari laman resmi https://surabaya.go.id/, Surabaya pertama kali mendapat anugerah Adipura pada 1988 dan berlanjut pada 1993 dan 1994. Selanjutnya, Surabaya meraih Adipura Kencana pada 1995 dan 1996, lalu Adipura Kencana Paripurna 1997. Penghargaan ini terhenti di era Reformasi 1998 dan baru diadakan lagi sejak 2002. Sejak 2006-2011, Surabaya terus mendapat Adipura. Anugerah tertinggi Adipura Kencana kembali diraih sejak 2012.